I Nyoman Sukena menjadi sorotan publik. Warga Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali, itu menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar lantaran memelihara landak Jawa. Ia terancam lima tahun penjara.
Video Sukena saat menangis histeris seusai mengikuti sidang di PN Denpasar pada Kamis (5/9/2024) viral di media sosial. Belakangan, warganet ramai-ramai bersolidaritas memberi dukungan untuk Sukena. Mereka mengunggah gambar pria berusia 38 tahun itu dengan tulisan 'Bebaskan I Nyoman Sukena' hingga tagar #KamiBersamaSukena.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Ketut Sumedana mengungkapkan kasus yang menjerat Sukena tak bisa disetop. Kasus itu telah dilimpahkan atau P21 dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali ke Kejati Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus ini setelah tahap 1 memang mempunyai unsur pidana sehingga tidak bisa kami mengelak untuk menolak perkara oleh JPU diterbitkan P21," kata Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/9/2024).
Sukena semula ditangkap oleh Ditreskrimsus Polda Bali lantaran memelihara landak pada 4 Maret 2024. Empat ekor landak yang dipelihara Sukena merupakan spesies landak Jawa atau Hystrix javanica. Sukena memperoleh hewan pengerat yang memiliki rambut tebal dan berbentuk duri tajam itu dari mertuanya.
Ia didakwa melanggar Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAE). Selain terancam lima tahun penjara, Sukena juga terancam membayar denda mencapai Rp 100 juta.
Tak Ada Keadilan Restoratif untuk Sukena
Kejati Bali sebenarnya bisa menyetop sebuah kasus melalui pendekatan keadilan restoratif atau restorative juctice (RJ). Namun, Sumedana mengungkapkan langkah tersebut tak bisa dilakukan terhadap kasus Sukena. Sebab, Kejaksaan RI belum mempunyai petunjuk teknis operasional terkait pelaksanaan keadilan restoratif terkait UU KSDAE.
"Dikarenakan peristiwa tindak pidana tersebut merupakan jenis delik tanpa korban dan berhadapan dengan kepentingan negara terkait sumber daya alam hayati (hewan) serta masuk kualifikasi sebagai pelanggaran terhadap hukum administrasi pidana," ujar Sumedana.
Sumedana menjelaskan kasus Sukena yang memelihara satwa dilindungi memiliki ancaman pidana kumulatif, yaitu pidana penjara dan denda. Menurutnya, belum ada regulasi tuntutan dihentikan demi hukum terkait pemulihan keadaan seperti semula.
"Karena sudah di pengadilan, perkara sudah teregistrasi, tidak bisa ditarik oleh JPU," ungkap mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan RI itu.
Kasus Sukena menjadi ramai setelah warganet membandingkannya dengan kasus yang pernah menyeret Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta. Pada 2021, Giri Prasta diduga secara ilegal memelihara satwa dilindungi berupa bayi owa siamang (Symphalangus syndactylus).
Setelah viral di media sosial hingga dikecam oleh warganet, Giri Prasta akhirnya menyerahkan satwa tersebut ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali. Meski sama-sama memelihara satwa dilindungi, tetapi Giri Prasta tak tersentuh hukum seperti yang dialami Sukena saat ini.
Kepala BKSDA Naik Pangkat Saat Sukena Terjerat Kasus Landak
R Agus Budi Santosa tak lagi menjabat sebagai kepala BKSDA Provinsi Bali. Ia mendapat promosi jabatan dan kini menjabat sebagai Kepala Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan yang masih di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
"Saya bintang dua sekarang. Saya naik pangkat," kata Agus, Senin (9/9/2024).
"Dari eselon 3A jadi eselon 2A," imbuhnya.
Dalam pengakuannya, Sukena menyebut dirinya tak mengetahui landak Jawa merupakan satwa yang dilindungi. Warga di seputar kediamannya juga mengeklaim tak pernah mendapat sosialisasi terkait hal itu dari BKSDA Bali.
Agus membantah mutasinya itu terkait kasus landak Jawa yang menjerat Sukena. "Bukan gara-gara landak," ujar Agus saat menepis anggapan yang menyebut dirinya dipindah terkait kasus Sukena.
Agus menuturkan dirinya telah berhenti sebagai kepala BKSDA Bali sejak 30 Agustus lalu. Ia menerangkan promosi jabatan yang diterimanya telah melalui proses lelang jabatan sejak tiga bulan lalu. "Prosesnya itu kan sudah lama. Bukan pindah gara-gara landak," pungkasnya.
(iws/gsp)