I Nyoman Sukena membuat langkah mengejutkan. Terdakwa kasus pemeliharaan landak jawa itu mencabut kuasa pengacaranya, Maqdir Ismail.
Sukena meneken surat pencabutan kuasa itu pada Senin (9/9/2024). Padahal kasus yang bergulir di pengadilan itu tengah menjadi sorotan.
Dikonfirmasi detikBali, Maqdir Ismail membenarkan hal tersebut. Surat pencabutan kuasa itu diterimanya dari salah seorang rekannya, Bayu, pada Senin siang. Surat itu disampaikan langsung oleh istri Sukena kepada Bayu untuk kemudian diteruskan kepada Maqdir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari Senin itu saya diberi tahu bahwa ada pencabutan kuasa itu. Dari Bayu. Dia didatangi oleh istrinya Sukena," ungkap Maqdir, Rabu (11/9/2024).
Maqdir mengungkapkan setelah menerima surat pencabutan kuasa itu, dia langsung menemui kakak Sukena untuk menanyakan alasan pencabutan. Namun, alasan pencabutan tidak dijelaskan dengan detail.
"Saya tanya, apa alasannya. Dia bilang tekanan keluarga. Saya nggak tahu tekanan keluarga itu apa. Ada keluarga yang ditekan atau siapa," bebernya.
Untuk diketahui, Maqdir dan rekan-rekannya mulai menangani kasus Nyoman Sukena yang terjerat pemeliharaan landak jawa pada Rabu (4/9/2024) malam. Ia, diminta oleh Kepala dan Sekretaris Desa Bongkasa Pertiwi.
Sebelumnya, kasus Nyoman Sukena disebut telah diadvokasi oleh dua kuasa hukum. Keduanya, merupakan pengacara perempuan.
Maqdir yang diketahui menangani kasus Nyoman Sukena secara pro bono itu legawa menerima surat pencabutan kuasa. Hanya saja, Maqdir menilai hal ini berpotensi memunculkan fitnah dari berbagai pihak.
"Surat kuasa dicabut, itu memang haknya Sukena. Meskipun yang kami sayangkan, mestinya ada alasan. Kalau digantung seperti sekarang ini kan menimbulkan pertanyaan," pungkasnya.
Abaikan Aspek Keadilan
Perkara Sukena dinilai masuk hingga ke pengadilan karena aparat penegak hukum hanya mengedepankan aspek hukum secara harafiah.
"Seharusnya harus dipikirkan aspek keadilannya," kata Ahli Hukum dan Kriminolog FH Universitas Udayana Gde Made Swardhana, Rabu (11/9/2024).
Swardhana menilai, jika niat jahat Sukena tidak terbukti dalam persidangan, majelis hakim dapat memutuskan hukuman yang ringan. Sebab, Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto Pasal 40 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE) tidak harus lima tahun penjara.
Ada juga undang-undang nomor 32 Tahun 2024 tentang KSDA-HE yang dapat dipakai untuk menjerat Sukena jika perbuatannya dilakukan setelah tanggal 7 Agustus 2024. Dalam aturan tersebut, disebutkan ancaman hukumannya antara tiga hingga 15 tahun penjara.
"Tapi, dakwaan jaksa akan berubah. Karena dakwaannya akan keliru. Bisa jadi jaksa tidak hati-hati dalam menyusun dakwaan. Nah, itu kesempatan bagi pengacara Sukena untuk memberikan jawaban atas perbuatan kliennya," kata Swardhana.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...
Menurutnya, polisi menangkap Sukena dan memproses kasus itu hanya karena aturan pelarangan memelihara, menangkap, dan memperjualbelikan landak jawa. Padahal, selain pelanggaran aturan, juga harus ada pembuktian terkait adanya niat jahat yang bersangkutan.
"Penyidik melihat itu, sebuah kesalahan. Maka harus dipenjarakan. Kalau begitu, ya berat. Padahal, kalau (landaknya) mau diambil (BKSDA) ya silahkan. Artinya, saya menyimpulkan hal itu adalah ketidakadilan bagi masyarakat," katanya.
Dalam perkara landak jawa yang menimpa Sukena misalnya, dia tidak melihat adanya niat jahat, seperti tujuan diperjualbelikan atau dikonsumsi. Karenanya, kasus yang menimpa Sukena itu seharusnya dapat diselesaikan dengan dialog berupa penyuluhan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
"BKSDA seharusnya dapat menyampaikan (kepada yang bersangkutan) bahwa tidak boleh memelihara satwa yang dilindungi. Itu harusnya dilakukan sebelum polisi bergerak. Karena tugasnya BKSDA, salah satunya, melakukan penyuluhan," ujarnya.
Pemprov Akan Panggil BKSDA
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali bakal memanggil Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk mengklarifikasi kasus I Nyoman Sukena yang didakwa karena memelihara landak jawa.
Sekretaris Daerah (Sekda) Bali Dewa Made Indra mengatakan pemanggilan itu juga untuk membahas sosialisasi satwa yang dilindungi. Menurutnya, sosialisasi untuk pemeliharaan hewan dilindungi masih kurang masif di Bali.
"Ya berangkat dari kasus ini nanti kami akan undang BKSDA supaya sosialisasi ke masyarakat (lebih masif)," ujar Indra, Rabu (11/9/2024).
Dia menegaskan memelihara satwa dilindungi harus melalui izin. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat yang hendak memelihara hewan-hewan tersebut.
Indra belum dapat memastikan kapan akan memanggil BKSDA Bali. Ia masih mencari momen yang tepat lantaran saat ini proses hukum Sukena masih berjalan. Sebab, ia tidak ingin Pemprov Bali dianggap mengintervensi dan ikut terlibat dalam proses hukum.
"Kami tidak ingin intervensi dulu terhadap proses hukum yang berlangsung dan BKSDA partner kami juga. Kami segera (undang) tapi jangan juga ada kesan Pemprov Bali masuk ke proses hukum yang berjalan, kita harus hormati," tutur mantan Kalaksa BPBD Bali itu.
Sebelumnya, kasus yang menjerat Sukena mendapat sorotan publik. Ia ditangkap oleh Ditreskrimsus Polda Bali lantaran memelihara seekor landak jawa pada 4 Maret 2024. Landak yang dipelihara Sukena itu diperoleh dari mertuanya.
Sukena tak mengetahui landak jawa merupakan satwa yang dilindungi. Warga di seputar kediamannya juga mengeklaim tak pernah mendapat sosialisasi terkait hal itu dari BKSDA Bali.
Kasus tersebut kini bergulir di pengadilan. Sukena didakwa melanggar Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ia terancam lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Simak Video "Terancam 5 Tahun Penjara gegara Pelihara Landak Jawa"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)