Salah satu koruptor dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan atau Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat Swadana Harta Lestari, Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali, Ni Wayan Sri Candra Yasa (48), menyamar selama kabur di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sri terlibat korupsi dana PNPM Mandiri Perdesaan tahun anggaran 2017 sampai 2020.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tabanan Zainur Arifin Syah mengatakan Sri berupaya mengelabui jaksa dengan menghilangkan tanda lahir di wajah selama di Mataram. Tak hanya itu, Sri juga mengganti nama menjadi Ni Wayan Sri Candri Yasa dan membuat kartu tanda penduduk (KTP) domisili Mataram.
"Soal apakah KTP-nya palsu atau tidak, masih kami dalami," ungkap Zainur di Denpasar, Rabu (10/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, upaya Sri menghindari pengejaran petugas gagal. Sri akhirnya tertangkap, dijemput paksa hingga sempat diperiksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Selama pemeriksaan, Sri mengakui keterlibatannya dalam tindak korupsi itu dan sudan ditetapkan sebagai tersangka.
"Bukan buronan. Kami upaya (jemput) paksa. Kami periksa sebagai saksi. Kemudian, baru kami tetapkan sebagai tersangka. Jadi, yang bersangkutan sudah diperiksa sebagai tersangka di Mataram," katanya.
Zainur mengungkapkan Sri merupakan hasil pengembangan kasus dari empat tersangka lain. Mereka kini sedang menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dengan peran masing-masing sebagai manajer, bendahara, kasir, dan koordinator kelompok.
"Nah, tersangka Sri ini sebagai verifikator PNPM Tabanan," katanya.
Bersama empat terdakwa lain, Sri menjalankan aksinya dengan meloloskan proposal atau pengajuan bantuan dana dari 104 kelompok usaha meski tidak memenuhi syarat. Selain itu, Sri dan empat terdakwa lain juga kerap membuat pengajuan bantuan dana atau kredit fiktif dengan mendompleng nama kelompok usaha meski mereka tidak mengajukan.
Mereka juga pernah menilap sebagian jumlah bantuan dana yang diajukan kelompok usaha. Menurut Zainur, modus kejahatan itu kerap terjadi di PNPM. Ada kerugian uang negara sebesar Rp 5,5 miliar dari perbuatan Sri dan terdakwa lainnya.
"Soal tersangka (Sri) dapat bagian berapa, masih kami dalami," ujarnya.
Zainur mengatakan Sri sudah sempat dipanggil untuk menjalani pemeriksaan di Kejari Tabanan. Namun, pemanggilan sejak 23 November 2023 hingga 22 Mei 2024 tidak pernah dipenuhi.
"Tersangka sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan. Maka, kami jemput paksa. Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya, makanya kemarin kami tetapkan sebagai tersangka," jelas Zainur.
Atas keterlibatannya sejak 2018 hingga 2020, Sri dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 8 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidananya minimal 1 tahun penjara.
Dibawa ke Kejati Bali
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Tabanan I Nengah Ardika mengatakan Sri langsung dibawa ke Kejati Bali seusai ditangkap di Kelurahan Cilinaya, Kecamatan Cakranegara, Mataram, NTB. Sri ditangkap Tim Tabur Kejati Bali, Kejati NTB, dan Kejari Tabanan, Senin (8/7/2024).
"Kami langsung ke Kejati Bali, nggak ke Tabanan lagi," kata Ardika dikonfirmasi detikBali, Rabu (10/7/2024).
Ardika berjanji akan memberikan penjelasan lebih lengkap saat pemeriksaan di Kejati Bali. "Nanti pasti kami infokan kalau ada perkembangan lewat Pak Kastel," jelasnya.
(iws/iws)