Jeratan utang membuat BW gelap mata. Perempuan yang berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) itu nekat menipu dan menggelapkan mobil rental atau sewaan demi membayar utang.
Atas perbuatan tersebut, Polresta Mataram sudah menangkap BW. Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama mengatakan BW ditangkap bersama rekannya berinisial Y, perempuan asal Mataram. Y diduga turut terlibat dalam kasus tersebut.
Menurut Yogi, BW dilaporkan oleh korban berinisial S asal Mataram. S melaporkan BW karena diduga melakukan penipuan dan penggelapan mobil HRV. Mobil itu sempat disewa beberapa hari oleh BW.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Modus pelaku BW ini menyewa kendaraan kepada S. Jadi setiap hari BW ini menyewa kendaraan di korban seharga Rp 300 ribu per hari dalam kurun waktu dua hari sewa," kata Yogi di kantornya, Selasa sore (4/6/2024).
1. Penerima Gadai Masih Buron
Setelah menyewa kendaraan korban selama dua hari, BW melanjutkan penyewaan kendaraan beberapa hari. Saat S akan menagih kendaraannya, BW malah menggadaikan mobil kepada pelaku berinisial M yang masuk daftar pencarian orang (DPO).
Pelaku M, Yogi melanjutkan, kemudian menggadaikan kendaraan S kepada warga di Kabupaten Lombok Tengah. "Pelaku BW ini memang selalu bekerja sama dengan M dalam urusan lain. Jadi dia juga sebagai DPO di Polda NTB," ujar Yogi.
BW saat ini telah ditahan di Mapolresta Mataram bersama kendaraan milik S. BW telah ditetapkan menjadi tersangka bersama Y. Mereka diancam Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan atau Pasal 372 tentang Penggelapan dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
2. Terjerat Utang
Polisi mengungkapkan alasan BW nekat menggelapkan mobil sewaan. Yakni, karena terlilit utang. "Keterangan sementara karena terlilit utang piutang," ujar Kepala Unit Kendaraan Bermotor (Kanit Ranmor) Satreskrim Polresta Mataram Ipda Binawan Kharrismi Susbandoro kepada detikBali, Selasa.
BW menggelapkan mobil HRV milik S, perempuan asal Mataram. BW menggadaikan mobil itu Rp 35 juta kepada M. Uang hasil gadai mobil sebanyak Rp 35 juta dibagi dua oleh BW dan Y. BW menerima sebesar Rp 11 juta dan Y mendapatkan Rp 24 juta.
Yogi mengatakan ASN yang bertugas di Bidang Tata Usaha Kejati NTB itu dilaporkan pada akhir Mei 2024 oleh S. Setelah dilaporkan, BW ditahan penyidik pada Senin (3/6/2024).
"Kenapa kami tahan karena takut pelaku BW ini menghilangkan barang bukti," ujar Yogi.
3. Korban Lebih dari Satu
Berdasarkan hasil penelusuran, korban penggelapan yang dilakukan oleh BW rupanya bukan hanya satu orang saja. Ada beberapa laporan yang masuk ke polisi.
Penyidik Satreskrim Polresta Mataram sedang mendalami laporan korban lain. BW juga dikabarkan juga melakukan pemufakatan jahat bersama pelaku M yang masih buron.
"M ini sedang kami kejar. Karena dia nomaden berpindah-pindah ya," jelas Yogi.
Yogi mengungkapkan penyidik Satreskrim Polresta Mataram telah melakukan koordinasi dengan Kejati NTB terkait kasus BW. "Dari awal kami sudah koordinasi ya dengan pihak Kejati NTB. Karena ini perkaranya jadi atensi ya," katanya.
4. Kejati Akan Berikan Sanksi
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) bakal memberikan sanksi kepada BW, ASN yang bertugas di Tata Usaha Kejati NTB.
"Tentu kami akan menjatuhkan hukuman terhadap yang bersangkutan," kata Asisten Pengawasan Kejati NTB Wahyu Triantono di media center kantornya, Selasa sore.
Namun, Kejati NTB akan melakukan klarifikasi terlebih dahulu terhadap BW. Berdasarkan surat yang diterima Kejati NTB, perempuan itu diduga melanggar Pasal 372 KUHP dan Pasal 378 KUHP.
Adapun sanksi yang diberikan yakni penghentian sementara terhadap BW. "Kalau kami sudah terima surat penahanan, kami akan buatkan surat pemberhentian sementara ya," jelas Wahyu.
Wahyu mengatakan Kejati NTB tidak akan mengintervensi terkait penahanan BW. Kasus yang melibatkan pegawai Kejati NTB itu akan dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Itu nanti terserah mereka (penyidik Polres Kota Mataram), yang jelas intinya saya tetap melaksanakan kewenangan melakukan pemeriksaan secara internal terlebih dahulu," ujarnya.
5. Pakai Baju Dinas Kejaksaan Saat Beraksi
Wahyu menegaskan selama proses hukum berjalan, seluruh aparat kejaksaan tidak akan menutup-nutupi kasus BW dan tidak akan mem-back up atau membela. "Apabila ada anggota kami melakukan perbuatan tercela, pasti kami akan tindaklanjuti," tegasnya.
Tindakan BW, Wahyu menegaskan, jelas akan berdampak pada institusi di kejaksaan. Dia juga menyatakan tidak akan membela BW. "Dia melakukan tindakan serupa secara pribadi dengan korban," katanya.
Berdasarkan hasil klarifikasi kepada pihak korban, BW sering berkomunikasi dengan korban menggunakan baju dinas kejaksaan. Hal itu membuat korban mudah percaya BW. "Kalau menjual nama jaksa tidak, jadi tidak ada sangkut-pautnya," jelas Wahyu.
(hsa/gsp)