Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng membongkar modus dugaan korupsi pengelolaan aset dan keuangan yang dilakukan ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Anturan, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali.
Dari hasil penyidikan, penyidik memperkirakan bahwa LPD Anturan memiliki kurang lebih 80 aset berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah atas nama tersangka Nyoman Arta Wirawan alias NAW. Sertifikat tersebut diduga dibeli oleh tersangka menggunakan uang tabungan milik para deposan.
"Sekitar 80 sertifikat tanah yang tersebar di Buleleng, sebagian sudah dijadikan jaminan di bank dan koperasi," kata Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara, dikonfirmasi Senin (11/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibat digunakan untuk membeli aset tanah akhirnya keuangan LPD menjadi mandet. Sehingga deposan yang mempunyai tabungan maupun deposito di LPD tidak bisa menarik uangnya. Tersangka pun lantas memberikan sertifikat itu ke beberapa deposan sebagai bentuk kompensasi.
Dengan harapan setelah sertifikat itu diberikan kepada deposan maka deposito yang ada di LPD dianggap sudah lunas. Di mana salah satu deposan yang menerima sertifikat SHM dari tersangka yakni deposan berinisial A.
"Penyerahan sertifikat SHM oleh ketua LPD Anturan itu tanpa sepengetahuan pengurus LPD yang lain, sehingga membuat aturan keuangan tidak tertib," katanya.
Jayalantara mengaku penyidik telah memblokir seluruh sertifikat tersebut di BPN. Dikarenakan telah terblokir di BPN maka sertifikat tersebut tidak bisa dibalik nama melalui sarana jual beli. Atas hal itu deposan A akhirnya menyerahkan 5 sertifikat milik LPD Anturan itu kepada penyidik pada Senin (11/7/2022). Dengan harapan nantinya setelah perkara LPD Anturan selesai, dirinya dapat kembali menerima pembayaran senilai dengan deposito yang tersimpan di LPD Anturan yakni sebesar Rp. 800 juta.
"Penggantian uang deposan dengan tanah SHM oleh ketua itu hanya berdasarkan hitung-hitungan kesepakatan antara deposan dan LPD, sehingga nilai dan harga tanah sebenarnya masih bisa diperdebatkan hal ini yang berpotensi dapat menimbulkan atau berpotensi merugikan keuangan LPD Aturan," terangnya.
Selain tersebar di beberapa deposan, sertifikat itu juga dikatakan oleh Jayalantara sebagian besar sudah menjadi jaminan di bank dan koperasi. Oleh karena itu dirinya meminta kepada pihak yang merasa memegang sertifikat tersebut agar segera berkoordinasi dan menyerahkannya kepada penyidik.
"Kami berharap ada itikad baik nasabah untuk mengembalikan sertifikat itu, karena kalau tidak dikembalikan bisa dipidana karena dengan sengaja menyembunyikan bukti kejahatan, saat ini baru ada 6 sertifikat yang ditemukan," tukasnya.
(nor/nor)