Mesin pengolahan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Peh, Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, ditarik kembali oleh perusahaan pemilik. Langkah ini diambil lantaran mesin yang didatangkan pertengahan tahun 2024 itu nyaris tak berfungsi secara optimal.
Dari informasi yang didapatkan detikBali, mesin milik PT Wisesa Global Solusindo yang terpasang di TPA Peh, sudah dibawa kembali oleh pihak perusahaan pada Jumat (17/10/2025) siang. Rencananya, mesin berukuran besar tersebut dibawa ke Surabaya untuk dilakukan perawatan berkala.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jembrana, I Dewa Ary Candra Wisnawa, membenarkan penarikan mesin tersebut. Menurutnya, perwakilan PT Wisesa sempat datang ke kantor terkait pemberitahuan penarikan mesin tersebut.
"Pihak perusahaan sempat datang ke kantor kami. Mereka menyampaikan karena mesin belum dipakai, akan dibawa ke Jakarta dulu untuk diperbaiki dan dirawat. Kami memahami itu, karena kalau dibiarkan di sini tanpa beroperasi juga akan rusak," ungkap Dewa Ary saat dikonfirmasi detikBali, Sabtu (18/10/2025).
Mesin yang tiba di Jembrana pada 3 Juni 2024 itu memang terkendala bahan baku sampah kering. Selain itu, Dewa Ary berujar, fasilitas pendukung seperti hanggar penyimpanan sampah juga belum tersedia, membuat mesin sulit bekerja maksimal.
"Mesin RDF itu memang sejak datang baru sempat beroperasi sekali. Kendalanya pada kebutuhan sampah kering, sementara saat itu Pemkab belum memiliki hanggar atau tempat penampungan yang memadai," ujar Dewa Ary.
Menurut Dewa Ary, Pemkab Jembrana tidak mengembalikan mesin tersebut. Namun, pihak PT Wisesa Global Solusindo berinisiatif menariknya sementara waktu untuk dilakukan servis dan perawatan.
"Memang informasinya mendadak. Namun pihak Wisesa masih menegaskan bahwa kerja sama (kontrak) kita masih berlaku. Nanti jika diperlukan atau pertimbangan lain mesin bisa saja didatangkan lagi ke TPA Peh," ujarnya.
Dewa Ary menjelaskan kendala utama mesin RDF memang pada kebutuhan sampah kering dengan tingkat kelembapan sangat rendah. Kondisi tersebut sulit dipenuhi, terutama saat musim hujan.
"RDF itu tidak bisa bekerja maksimal jika bahan bakunya basah. Kalau terkena hujan, proses produksinya jadi percuma," papar Dewa Ary.
Meski mesin ditarik, Ary memastikan sistem pengolahan sampah berbasis RDF di Jembrana tetap akan diterapkan. Saat ini, Pemkab sedang membangun hanggar baru dan menunggu pengadaan mesin RDF bantuan dari Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Bali.
"Kami sedang menyiapkan solusi. Saat ini sedang dibangun hanggar. Mesin RDF bantuan dari BKK Provinsi Bali juga sedang dalam proses pengadaan. Rencananya, pada akhir Desember nanti akan diuji coba terlebih dahulu," kata Dewa Ary.
Nantinya, Pemkab akan mengevaluasi efektivitas mesin RDF baru tersebut. Jika hasilnya memadai, mesin milik PT Wisesa kemungkinan tidak lagi diperlukan sebagai pendukung.
"Setelah uji coba, baru kami putuskan apakah akan tetap menggunakan mesin RDF dari PT Wisesa sebagai pendukung, atau cukup dengan mesin baru dari BKK Provinsi Bali," pungkas Dewa Ary.
(hsa/hsa)











































