Karyawan Atlas Ikuti Upacara Guru Piduka Buntut Visual Dewa Siwa Saat DJ Party

Karyawan Atlas Ikuti Upacara Guru Piduka Buntut Visual Dewa Siwa Saat DJ Party

Agus Eka - detikBali
Sabtu, 08 Feb 2025 13:22 WIB
Ratusan karyawan Atlas Super Club khusuk saat mengikuti rangkaian upacara guru piduka di Pura Desa Adat Berawa, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, Bali, Sabtu (8/2/2025). (Foto: Agus Eka/detikBali)
Ratusan karyawan Atlas Super Club khusuk saat mengikuti rangkaian upacara guru piduka di Pura Desa Adat Berawa, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, Bali, Sabtu (8/2/2025). (Foto: Agus Eka/detikBali)
Badung -

Ratusan karyawan Atlas Super Club khusuk saat mengikuti rangkaian upacara bendu piduka dan guru piduka di Pura Desa Adat Berawa, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, Bali, Sabtu (8/2/2025). Pelaksanaan upacara itu bertepatan dengan perayaan Hari Saraswati di Bali.

Tokoh Desa Adat Berawa I Wayan Kumarayasa menyambut baik pelaksanaan upacara guru piduka yang digelar manajemen Atlas. Upacara itu digelar buntut polemik penayangan visual Dewa Siwa saat pertunjukan musik DJ di kelab malam tersebut.

"Mudah-mudahan tidak terulang dan dapat meredam polemik di masyarakat," kata Kumarayasa, Sabtu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Upacara guru piduka diikuti oleh karyawan Atlas yang sebagian besar beragama Hindu. Sedangkan, karyawan non-Hindu juga turut menyaksikan jalannya upacara dari luar pura.

Pelaksanaan upacara itu juga dihadiri oleh tokoh adat, anggota DPRD Badung dari Tibubeneng dan Mengwi, serta perwakilan manajemen Atlas Super Club. Setelah prosesi di pura desa selesai, persembahyangan dilanjutkan di padmasana atau tempat suci di area Atlas.

Kumarayasa menjelaskan upacara bendu piduka dan guru piduka pada intinya menjadi simbol permintaan maaf secara niskala atas kesalahan dan kekeliruan kepada Tuhan. "Upacara ini dipandu Jero Mangku Desa dan Puseh Berawa," ujarnya.

Anggota DPRD Badung I Wayan Sandra setali tiga uang. Ia berharap para pelaku usaha hiburan di Bali memerhatikan hal-hal yang bersifat sensitif agar tidak menimbulkan gesekan di masyarakat.

"Tidak boleh terjadi lagi. Supaya anak-anak tahu apa yang boleh ditayangkan dan apa yang tidak boleh," ucap Sandra.

Humas Atlas Tommy Dimas juga menyampaikan permohonan maaf atas polemik visual Dewa Siwa yang sudah mengakibatkan situasi tidak kondusif di masyarakat. Ia berharap situasi kembali kondusif dan warga Hindu di Bali dapat menerima permintaan maaf tersebut.

"Semua pihak yang hadir baik PHDI, kepolisian, perwakilan dari DPRD juga kami berterima kasih. Kami berharap ke depannya bisa landai lagi, masyarakat bisa lebih tenang," kata Tommy.

Terkait tuntutan sekelompok masyarakat atas polemik itu, manajemen berjanji akan melakukan pembenahan di internal perusahaan. Dalam pernyataan sebelumnya, mereka menegaskan tidak berniat menyinggung nilai keagamaan dan menyebut kejadian itu sebagai insiden teknis dan prosedur.

"Kami juga menyampaikan pernyataan tertulis kepada instansi terkait yang mewajibkan kami agar bisa memiliki komitmen terbaik," sambungnya.

Sekelompok Warga Tuntut Atlas Ditutup

Penayangan visual Dewa Siwa saat pementasan musik DJ di Atlas Super Club berbuntut panjang. Sekelompok warga menuntut agar kelab malam yang menampilkan visual dewa pelebur menurut ajaran Hindu itu ditutup.

Seruan penutupan Atlas Super Club itu disampaikan oleh massa dari Yayasan Kesatria Keris Bali saat menggeruduk kantor DPRD Provinsi Bali, Jumat (7/2/2025). Massa aksi menilai penayangan visual Dewa Siwa saat DJ party di kelab malam sebagai bentuk penistaan terhadap agama Hindu.

Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bali, I Wayan Disel Astawa, berjanji akan menindaklanjuti tuntutan massa Kesatria Keris Bali tersebut. Namun, dia tidak mau terburu-buru menutup kelab malam itu dengan alasan mempertimbangkan banyaknya tenaga kerja yang terserap di Atlas.

"Agar tidak grasa-grusu, kami akan adakan pertemuan kembali mengundang pihak terkait. Kami tetap memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan politik sehingga terjadi keseimbangan dan keselarasan," ujar Disel Astawa saat ditemui di kantor DPRD Bali, Jumat.

Disel lantas menyinggung Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 25 Tahun 2020 tentang Fasilitasi Perlindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan. Menurutnya, Pergub tersebut telah mengatur sanksi bagi pelaku penistaan agama.

"Kalau kami tutup begitu saja, berapa ribu rakyat yang akan kehilangan pekerjaan?" imbuh politikus yang juga Bendesa Desa Adat Ungasan itu.




(iws/iws)

Hide Ads