Penayangan visual Dewa Siwa saat pementasan musik DJ di Atlas Super Club di kawasan Berawa, Kutq Utara, Badung, Bali, berbuntut panjang. Sekelompok warga menuntut agar kelab malam yang menampilkan visual dewa pelebur menurut ajaran Hindu itu ditutup.
Seruan penutupan Atlas Super Club itu disampaikan oleh massa dari Yayasan Kesatria Keris Bali saat menggeruduk kantor DPRD Provinsi Bali, Jumat (7/2/2025). Massa aksi menilai penayangan visual Dewa Siwa saat DJ party di kelab malam sebagai bentuk penistaan terhadap agama Hindu.
Ketua Umum Yayasan Kesatria Keris Bali, Ketut Putra Ismaya Jaya, mendesak Atlas Beach Club memohon maaf secara tertulis. Ismaya meminta DPRD dan Pemprov Bali membuat peraturan daerah mengenai larangan penggunaan simbol agama Hindu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Cabut izin tempat-tempat yang melakukan penistaan agama lagi," ungkap Ismaya di sela-sela amsi di kantor DPRD Bali, Jumat.
Ismaya menuturkan semula Kesatria Keris Bali ingin berunjuk rasa di Atlas Beach Club. Namun, urung dilakukan dan memilih berdemonstrasi di DPRD Bali.
"Sebenarnya kami ingin langsung ke Atlas, tapi rasanya tidak elok. Pariwisata pasti akan berdampak karena dilihat banyak orang," papar Ismaya.
DPRD Bali Tak Mau Grasa-Grusu
Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bali, I Wayan Disel Astawa, berjanji akan menindaklanjuti tuntutan massa Yayasan Kesatria Keris Bali terkait polemik visual Dewa Siwa saat pementasan DJ di Atlas. Menurutnya, Komisi I dan IV DPRD Bali bakal mendalami dugaan penistaan terhadap agama Hindu dalam kasus tersebut.
"Agar tidak grasa-grusu, kami akan adakan pertemuan kembali mengundang pihak terkait. Kami tetap memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan politik sehingga terjadi keseimbangan dan keselarasan," ujar Disel Astawa saat ditemui di kantor DPRD Bali, Jumat.
Disel lantas menyinggung Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 25 Tahun 2020 tentang Fasilitasi Perlindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan. Menurutnya, Pergub tersebut telah mengatur sanksi bagi pelaku penistaan agama.
Disel menilai keputusan yang akan diambil juga harus mempertimbangkan dampak bagi tenaga kerja di Atlas Beach Club. Ia tak mau terburu-buru menutup kelab tersebut.
"Kalau kami tutup begitu saja, berapa ribu rakyat yang akan kehilangan pekerjaan?" imbuh politikus yang juga Bendesa Desa Adat Ungasan itu.
Kepala Satpol PP Bali, I Dewa Nyoman Rai Darmadi, menjelaskan masih perlu mendalami dugaan pelanggaran dalam kasus visual Dewa Siwa di Atlas. Menurut dia, Satpol PP Badung sebelumnya telah memanggil dan meminta klarifikasi dari manajemen Atlas Beach Club.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, dia berujar, juga menjadwalkan untuk memanggil kembali manajemen kelab itu pada pekan depan. "Kami diskusikan dan lakukan pendalaman bersama DPRD," ujar Darmadi.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...
Dewan Badung Bentuk Tim Khusus
Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti menegaskan pihaknya akan melakukan pembahasan lebih lanjut. Ia mengakui ada usulan untuk membentuk tim khusus guna mendalami kisruh ini.
"Tetapi kami konsultasi dengan bagian hukum. Tim ini dasar hukumnya apa? Tim apa namanya, supaya kami punya legalitas. Kalau pembahasan Perda namanya pansus. Kalau masalah ini, ini tim apa namanya. Kami diskusi dulu. Kami nggak mau tergesa-gesa," ujar Anom.
Anggota DPRD Badung I Nyoman Satria mengusulkan agar Atlas dikenai sanksi pajak maksimum. Ia menyarankan pimpinan dewan merekomendasikan Bupati Badung untuk memberlakukan pajak sebesar 75 persen kepada manajemen Atlas sebagai efek jera.
"Karena itu saya usulkan agar Atlas ditetapkan pajaknya sebesar 75 persen, supaya kapok," ujar Satria, Jumat. Dia juga meminta agar Atlas dikecualikan dari kebijakan keringanan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang diterapkan Pemkab Badung.
Sebelumnya, Atlas Super Club Bali meminta maaf karena memakai gambar Dewa Siwa sebagai latar belakang pertunjukan DJ. Hal itu menimbulkan kegaduhan dan dinilai menyakiti umat Hindu.
Simak Video "Video: Isa Zega Kembali Dilaporkan ke Polisi Terkait Penistaan Agama"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/dpw)