Pakar hukum adat Universitas Gadjah Mada (UGM), Tody Utama, menyoroti Finns Beach Club di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Bali, yang diduga melanggar aturan sempadan pantai. Tody pun mempertanyakan izin yang dikeluarkan pemerintah terhadap kelab pantai tersebut.
Padahal, sempadan pantai merupakan zona penyangga yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat adat Bali yang memiliki nilai spiritual dan tradisi budaya yang tinggi. Munculnya bangunan komersial, seperti beach club di kawasan ini, memicu kekhawatiran mengenai penguasaan lahan dan penggunaan wilayah pantai.
Tody mengungkapkan pembangunan Finns Beach Club di sempadan pantai itu menunjukkan tumpang tindih pengelolaan ruang antara masyarakat adat, negara, dan industri pariwisata dalam mengelola wilayah pesisir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus pengelolaan sempadan pantai menjadi contoh bagaimana pesisir menjadi ruang yang diperebutkan baik oleh negara, industri pariwisata, dan juga masyarakat adat," ungkap Tody, Senin (28/10/2024) dilansir dari detikTravel.
Menurut Tody, meskipun sempadan pantai secara normatif berada di bawah penguasaan negara, dalam praktiknya masyarakat adat sering kali terlibat dalam pengelolaan wilayah ini. Pengaturan itu menjadi makin rumit karena Peraturan Daerah (Perda) Desa Adat Bali yang memberikan wewenang kepada desa adat untuk mengelola wilayahnya, termasuk pantai, diakui secara formal oleh pemerintah.
Artinya, secara hukum, desa adat memiliki hak atas kawasan pesisir yang berada dalam pengelolaan mereka. Namun, keberadaan Finns Beach Club yang beroperasi dengan izin pemerintah menunjukkan negara juga memiliki kontrol signifikan atas wilayah pesisir.
Tody mengatakan pemerintah perlu mengkaji ulang izin operasional yang diberikan kepada beach club, terutama yang berada di wilayah pesisir. Pemerintah harus mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari keberadaan beach club terhadap masyarakat adat setempat. Apalagi, belum lama ini terjadi ketidaksepakatan pemilik beach club dengan warga adat karena adanya pesta kembang api saat warga melaksanakan ritual.
Sempadan pantai tidak hanya dianggap sebagai wilayah umum, tetapi juga sebagai area sakral yang memiliki makna spiritual mendalam. Oleh karena itu, adanya bangunan komersial seperti beach club dianggap mengganggu keharmonisan adat setempat.
Finns Beach Club, yang beroperasi berdasarkan izin pemerintah, juga harus memperhatikan dampak operasional mereka terhadap lingkungan dan budaya setempat. Dengan meningkatnya ketegangan antara pihak adat dan beach club, pemerintah daerah diharapkan untuk turun tangan dan memastikan aturan sempadan pantai dijalankan.
Artikel ini telah tayang di detikTravel. Baca selengkapnya di sini!
(iws/iws)