WN Suriah-Ukraina Kompak Ngaku Tak Bermaksud Buat KTP Indonesia

WN Suriah-Ukraina Kompak Ngaku Tak Bermaksud Buat KTP Indonesia

Aryo Mahendro - detikBali
Selasa, 30 Mei 2023 21:37 WIB
WN Suriah dan Ukraina Rodion Krynin dan Muhammad Zghaib Bin Nizar menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dengan agenda pembacaan dakwaan kasus KTP palsu. (Aryo Mahendro/detikBali)
Foto: WN Suriah dan Ukraina Rodion Krynin dan Muhammad Zghaib Bin Nizar menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dengan agenda pembacaan dakwaan kasus KTP palsu. (Aryo Mahendro/detikBali)
Denpasar -

I Ketut Sudana, Rodion Krynin, Muhammad Zghaib Bin Nizar, Nur Kasinayati Marsudiono, dan I Wayan Sunaryo menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Mereka menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan kasus KTP palsu warga negara (WN) Suriah dan Ukraina.

Hakim Ketua Agus Akhyudi yang memimpin sidang dan Kajari Denpasar Rudy Hartono memimpin 16 jaksa penuntut umum (JPU). Para JPU membacakan surat dakwaan untuk masing-masing terdakwa.

Dalam bacaan dakwaan, semua terdakwa terancam pasal yang sama. Yakni, Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1KUHP.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah dakwaan dibacakan, Hakim Ketua Agus memastikan semua terdakwa. Terutama Nizar dan Krynin yang merupakan WNA Suriah dan Ukraina, mendengar dan mengerti isi dakwaan yang dibacakan oleh para JPU.

"(Terdakwa) mengerti? Anda punya hak untuk mengajukan eksepsi. Silahkan berkonsultasi dengan kuasa hukum anda. Kemudian, sidang kita tunda Selasa 6 Juni," kata Hakim Ketua Agus kepada Rodion di PN Denpasar, Selasa (30/5/2023).

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Nizar mengaku telah memberikan uang sebesar Rp 8 juta kepada Kasinayati. Tapi, uang itu bukan untuk mengurus KTP.

Sebagai turis, dia hanya ingin punya rekening bank di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan aktivitas berwisatanya. Seperti, memesan ojek online, belanja, membeli barang, dan lainnya.

"Saya tidak berniat membuat KTP atau melanggar hukum apapun. Karena, sebagai turis, saya juga punya hak untuk punya rekening di bank internasional seperti bank Permata atau CIMB (CIMB Niaga). Semua turis punya rekening itu," kata Nizar.

Ditanya kenapa membuka rekening dengan bantuan orang lain,Nizar mengaku tidak bisa. Dia menyadari negaranya masuk di dalam kategori negara dengan resiko tinggi.

Akhirnya, dia memutuskan untuk meminta bantuan Kasinayati. Namun, Nizar merasa kepercayaannya disalahgunakan. Bukannya dibuatkan rekening bank, Kasinayati juga membuatkan Nizar KTP Indonesia.

"Dari situlah masalahnya bermula. Saya tidak tahu apa yang terjadi. Dan ketika saya menyadari hal itu, semuanya sudah terlambat. Ketika aku meminta untuk membatalkan (pembuatan KTP) dan meminta uangku kembali, mereka malah mengancamku," tuturnya.

Nizar mengaku sempat melapor ke polisi atas kelakuan Kasinayati. Tapi, selang seminggu kemudian, justru polisi yang menciduknya dengan tuduhan suap dan pembuatan KTP ilegal.

"Saya menelepon polisi dan mengeluhkan hal ini. Tapi mereka tidak memahamiku. Dan setelah seminggu, mereka menjemput dan menahanku," katanya.

Senada dengan Nizar, Rodion yang diwakili oleh Hariyadi selaku kuasa hukumnya menyatakan kliennya tidak bermaksud membuat KTP Indonesia. Untuk itu, dirinya menyatakan akan mengajukan eksepsi pada agenda sidang berikutnya.

"Atas dakwaan tersebut kami akan ajukan eksepsi. Kami meyakini klien kami yang bernama Rodion tidak melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan" kata Hariyadi.

Hariyadi menuturkanRodion tidak pernah terlibat langsung dengan para terdakwa yang merupakan pegawai negeri sipil. Untuk itu, diamengeklaim bahwa kliennya tidak menyuap siapapun.

Soal uang Rp 6 juta yang disebutkan di dalam surat dakwaan, Hariyadi membenarkan hal itu. Tapi, tujuan kliennya adalah untuk membuka rekening.

"Artinya, klien kami ini mencari calo untuk keperluan dia untuk membuka tabungan. Jadi dia tidak pernah menyuap pegawai negeri, karena Radion sendiri tidak mengenal siapa-siapa," kata Hariyadi.

Sama seperti Nizar, Hariyadi menuturkan bahwa kliennya adalah pemegang visa kunjungan B211A yang memiliki anak dan istri orang lokal. Rodion butuh membuka rekening untuk menunjang hidup sehari-harinya di Bali.




(nor/gsp)

Hide Ads