Jejak Penumpasan PKI di Pulau Maut Palembang

Sumatera Selatan

Jejak Penumpasan PKI di Pulau Maut Palembang

Suki Nurhalim - detikSumbagsel
Senin, 09 Sep 2024 18:40 WIB
Jejak penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965 tidak hanya ada di Pulau Jawa, tapi juga Sumatra. Di Palembang ada Pulau Kemaro yang pernah menjadi kamp tananan anggota PKI.
Pulau Kemaro/Foto: Tangkapan layar Google Maps
Palembang -

Jejak penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965 tidak hanya ada di Pulau Jawa, tapi juga Sumatra. Di Palembang ada Pulau Kemaro yang pernah menjadi kamp tahanan anggota PKI.

Dikutip detikEdu, Partai Komunis Indonesia (PKI) meninggalkan sejarah kelam di Tanah Air. Pada 1965, PKI melancarkan Gerakan 30 September yang mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Enam perwira tinggi yang menjadi korban gerakan itu yakni Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.

Dalam buku Ilmu Pengetahuan Sosial 3 untuk SMP/MTs Kelas IX yang disusun Ratna Sukmayani, Thomas K Umang, Sedono, Seno Kristianto, dan Y Djoko Raharjo, diterangkan bahwa Operasi Penumpasan PKI kemudian dilancarkan pada 1 Oktober 1965. Panglima Kostrad Mayor Jenderal Soeharto memimpin operasi penumpasan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Operasi penumpasan tersebut membuat PKI bisa dilumpuhkan. Para pemimpin atau tokoh PKI ditangkap dan ditembak mati.

Untuk menumpas PKI hingga ke akar-akarnya, operasi tidak hanya digelar di ibu kota. Tapi juga di berbagai daerah seperti ada Operasi Merapi di Jawa Tengah dan Operasi Trisula di Blitar Selatan.

ADVERTISEMENT

Sementara di Sumatera, orang yang dianggap terlibat, anggota, pengurus, atau simpatisan PKI dibawa ke Pulau Kemaro di Palembang. Mereka dibawa menggunakan truk dan kereta api sebagai tahanan politik. Itu seperti yang diterangkan dalam jurnal berjudul Tinjauan Historis tentang Fungsi Pulau Kemaru di Palembang, Sumatera Selatan Tahun 1965-2012 yang disusun Anisah, Ali Imron, Muhammad Basri dari FKIP Unila.

Kamp Tahanan Anggota dan Simpatisan PKI

Pulau Kemaro menjadi salah satu tempat untuk menahan siapa saja yang dianggap terlibat dan simpatisan PKI. Untuk diketahui, sebelum peristiwa Gerakan 30 September 1965, pulau tersebut ditempati PT Waskita Karya. Pulau tersebut menjadi tempat untuk menimbun besi tua.

Di sana ada dua bedeng berukuran 7 x 20 meter berbentuk L, berdinding papan jarang, berlantai semen kasar, pintunya satu, dan tidak berplafon. Bedeng itu dipakai sebagai tempat tinggal para buruh. Namun setelah peristiwa Gerakan 30 September, bedeng itu dialihfungsikan untuk menahan tahanan politik (tapol) yang dianggap sebagai anggota atau simpatisan PKI.

Pulau Kemaro memiliki luas sekitar 24 Ha yang terbagi menjadi bagian hulu dan hilir. Bagian hulu merupakan permukiman penduduk, dan bagian hilir merupakan lokasi Kamp Pulau
Kemaro.

Tidak diketahui persis soal berapa jumlah tahanan yang pernah ditahan di kamp tersebut. Waktu itu, kamp dijaga ketat aparat militer. Masyarakat yang menggunakan perahu, getek ataupun jukung yang melintas di depan kamp tidak boleh memasuki radius 200 meter dari kamp.

Perahu masyarakat akan ditembaki petugas jika melanggar aturan tersebut. Tembakan berasal dari enam pos yang dijaga petugas dari dalam kamp. Masing-masing pos dijaga 4 polisi militer dan pasukan angkatan darat yang baru lulus dari pendidikan. Kondisi tersebut membuat kamp benar-benar tertutup dari masyarakat umum.

Luas kamp tahanan anggota PKI di Pulau Kemaro mencapai tiga hektare. Pulau Kemaro dipilih sebagai tempat tahanan karena dinilai strategis, sebab lokasinya berada di tengah Sungai Musi yang sulit diakses dan jauh dari keramaian.

Fungsi Pulau Kemaro sebagai kamp tahanan anggota PKI tidak berlangsung lama, atau hanya sampai tahun 1967. Meski begitu, Pulau Kemaro sempat disebut sebagai Pulau Maut. Sebab, di kamp tersebut telah terjadi serangkaian peristiwa mengenaskan yang banyak menewaskan para tapol.

Setelah dilakukan pembebasan tahanan politik dari kamp, Pulau Kemaro sejenak tampak seperti pulau mati. Banyak orang yang menilai dan beranggapan pulau itu merupakan pulau maut yang angker.

Waktu itu tidak banyak aktivitas di Pulau Kemaro. Hanya penduduk pribumi yang tinggal menetap di Pulau Kemaro yang masih melakukan aktivitas untuk menyambung hidup.

Permukiman di Pulau Kemaro hanya terdiri dari 4 rumah di tahun 1968. Jumlahnya baru bertambah di tahun-tahun selanjutnya. Peningkatan kesejahteraan penduduk pun terjadi secara perlahan-lahan.

Sekilas tentang Pulau Kemaro

Pulau Kemaro merupakan sebuah delta yang terletak di tengah-tengah Sungai Musi bagian Hilir, yang telah membelah kota Palembang. Pulau ini berada dalam kawasan industri karena bersebelahan dengan Sungai Gerong Plaju dan Pertamina.

Jarak tempuh menuju Pulau Kemaro dari dermaga di bawah Jembatan Ampera atau Dermaga Benteng Kuto Besak (BKB) sekitar 5 km. Sedangkan dari PT Intirub hanya berkisar 1 km.

Secara administratif, Pulau Kemaro masuk Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan Ilir Timur 2, Kota Palembang. Karena Pulau Kemaro berada di tengah-tengah Sungai Musi, maka secara geografis Pulau Kemaro terletak di antara 10-40Β° Lintang Selatan dan 12-108Β° Bujur Timur.

Di sebelah Utara, Pulau Kemaro berbatasan dengan Kecamatan Ilir Timur II. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ilir Barat I. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Seberang Ulu I dan sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Lais.

Sebagian besar penduduk yang bermukim di Pulau Kemaro beragama Islam dan hanya sebagian kecil yang beragama Budha. Di Pulau Kemaro tumbuh dan berkembang dua kebudayaan dan dua kepercayaan, yang setiap harinya saling berinteraksi dengan sangat baik sebagai mana mestinya. Ada kebudayaan Muslim dan kebudayaan Tionghoa.




(sun/trw)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detiksumbagsel


Hide Ads