Selama masa penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI), ada pemandangan mengerikan di Sungai Musi. Masyarakat sekitar Pulau Kemaro kerap menjumpai mayat yang mengapung.
Pada tahun 1965-1967, Pulau Kemaro menjadi kamp tahanan bagi orang atau simpatisan PKI. Seperti yang diterangkan dalam jurnal berjudul Tinjauan Historis tentang Fungsi Pulau Kemaru di Palembang, Sumatera Selatan Tahun 1965-2012 yang disusun Anisah, Ali Imron, dan Muhammad Basri dari FKIP Unila.
Tahanan politik yang dibawa ke kamp tersebut berasal dari berbagai penjuru Sumatera. Mereka dibawa menggunakan truk dan kereta api.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi mereka yang didatangkan dengan kereta api dimasukkan ke dalam gerbong barang. Gerbong tersebut biasanya digunakan untuk mengirim karet alam dari berbagai daerah ke tempat pengolahan (remiling) di Palembang.
Gerbong yang berisi tahanan politik itu dikunci dari luar. Udara hanya bisa masuk melalui celah-celah lantai gerbong. Kondisinya sangat pengap. Sehingga banyak tahanan yang tewas dalam perjalanan sebelum sampai ke kamp di Pulau Kemaro.
Baca juga: Jejak Penumpasan PKI di Pulau Maut Palembang |
Mereka yang tewas dalam perjalanan, mayatnya ditenggelamkan ke Sungai Musi. Itu sebabnya, banyak orang yang kehilangan keluarga tetapi tidak bisa menemukan di mana kuburannya.
Pada periode itu, masyarakat menganggap Pulau Kemaro sangat menakutkan. Masyarakat sekitar sering menjumpai mayat mengapung. Seperti pengakuan Usman J pada 2012, yang waktu itu merupakan salah seorang warga tertua di Pulau Kemaro.
Dalam kesehariannya, Usman berprofesi sebagai nelayan dan petani. Ia mengaku sering menjumpai mayat manusia saat menjala ikan di Sungai Musi.
Pada akhirnya, masyarakat sempat enggan makan ikan dan udang dari Sungai Musi, saking seringnya ada penemuan mayat manusia. Alasan masyarakat, ikan seperti baung, juaro hingga udang termasuk pemakan bangkai. Kondisi seperti itu berlangsung selama tiga tahun mulai 1965.
Kamp Tahanan di Pulau Kemaro
Luas kamp tahanan anggota PKI di Pulau Kemaro mencapai tiga hektare. Pulau Kemaro dipilih sebagai tempat tahanan karena dinilai strategis, sebab lokasinya berada di tengah Sungai Musi yang sulit diakses dan jauh dari keramaian.
Tidak diketahui persis soal berapa jumlah tahanan yang pernah ditahan di kamp tersebut. Waktu itu, kamp dijaga ketat aparat militer. Masyarakat yang menggunakan perahu, getek ataupun jukung yang melintas di depan kamp tidak boleh memasuki radius 200 meter dari kamp. Kondisi tersebut membuat kamp benar-benar tertutup dari masyarakat umum.
Fungsi Pulau Kemaro sebagai kamp tahanan anggota PKI tidak berlangsung lama, atau hanya sampai tahun 1967. Meski begitu, Pulau Kemaro sempat disebut sebagai Pulau Maut. Sebab, di kamp tersebut telah terjadi serangkaian peristiwa mengenaskan yang banyak menewaskan para tahanan politik.
Setelah dilakukan pembebasan tahanan politik dari kamp, Pulau Kemaro sejenak tampak seperti pulau mati. Banyak orang yang menilai dan beranggapan pulau itu merupakan pulau maut yang angker.
Waktu itu tidak banyak aktivitas di Pulau Kemaro. Hanya penduduk pribumi yang tinggal menetap di Pulau Kemaro yang masih melakukan aktivitas untuk menyambung hidup.
![]() |
Baca juga: Pulau Maut dan Pulau Cinta di Sungai Musi |
Jejak Penumpasan PKI
Jejak penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965 tidak hanya ada di Pulau Jawa, tapi juga Sumatra. Di Palembang ada Pulau Kemaro yang pernah menjadi kamp tahanan anggota PKI. Pulau Kemaro merupakan sebuah delta yang terletak di tengah-tengah Sungai Musi bagian Hilir, yang telah membelah kota Palembang.
Dikutip detikEdu, Partai Komunis Indonesia (PKI) meninggalkan sejarah kelam di Tanah Air. Pada 1965, PKI melancarkan Gerakan 30 September yang mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Enam perwira tinggi yang menjadi korban gerakan itu yakni Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
Dalam buku Ilmu Pengetahuan Sosial 3 untuk SMP/MTs Kelas IX yang disusun Ratna Sukmayani, Thomas K Umang, Sedono, Seno Kristianto, dan Y Djoko Raharjo, diterangkan bahwa Operasi Penumpasan PKI kemudian dilancarkan pada 1 Oktober 1965. Panglima Kostrad Mayor Jenderal Soeharto memimpin operasi penumpasan tersebut.
Operasi penumpasan tersebut membuat PKI bisa dilumpuhkan. Para pemimpin atau tokoh PKI ditangkap dan ditembak mati.
Untuk menumpas PKI hingga ke akar-akarnya, operasi tidak hanya digelar di ibu kota. Tapi juga di berbagai daerah seperti ada Operasi Merapi di Jawa Tengah dan Operasi Trisula di Blitar Selatan.
(sun/trw)