.webp)
Kamp tahanan Partai Komunis Indonesia (PKI) termasuk bagian dari cerita kelam setelah peristiwa 30 September 1965. Ujung timur Pulau Kemaro di Palembang menjadi salah satu lokasi penumpasan tahanan politik (tapol) yang dianggap terlibat PKI.
Tapol dari berbagai daerah di Sumatera, khususnya bagian selatan, ditangkap lalu dibawa ke Pulau Kemaro. Penangkapan tidak pandang bulu. Siapa saja yang dianggap terlibat, baik laki-laki maupun perempuan, diasingkan dari masyarakat umum.
Tapol dibawa menggunakan kereta api menuju Stasiun Kertapati. Tidak seluruhnya selamat. Sebagian mati di gerbong karena terpapar bau karet mentah. Ratusan tapol yang tersisa dipindahkan ke ujung timur Pulau Kemaro. Kehidupan kamp berlangsung selama 1965-1967.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sejarawan Palembang Dedi Irwanto, mereka tinggal di sebuah bangunan bekas gudang PT Waskita Karya. Dulunya gudang itu berfungsi sebagai penyimpanan barang pembangunan Jembatan Ampera.
Luasnya sekitar kurang lebih 3 hektare yang terdiri atas dua bedeng berbentuk L. Bangunan dilengkapi dengan kawat berduri dua lapis yang dipasang di setiap sudut kamp, pagar setinggi 4 meter, dan 6 gardu sebagai pos penjaga.
Gambaran bangunan kamp seperti sebuah sekolah tapi tidak bertingkat. Hanya ada ada satu kran air untuk minum, satu bak besar untuk mandi, dan sebaris WC yang ditutupi papan. Tahanan menjalani kehidupan sehari-hari dengan pengawasan ketat dari petugas militer. Bagi yang memberontak akan masuk ke ruang penyiksaan.
"Itulah gambaran kamp-nya," ujar Dedi Irwanto kepada detikSumbagsel, Jumat (13/9/2020).
Kamp Tahanan Terbagi Atas Blok
Dua bedeng berbentuk L dibagi menjadi beberapa ruangan yang disebut dengan barak dan blok. Barak terbagi menjadi dua yakni untuk laki-laki dan perempuan. Sementara blok ada empat dengan diberi nama A, B, C dan D.
Setiap blok mempunyai fungsi masing-masing sebagai ruangan khusus untuk tapol. Blok A untuk tahanan yang status permasalahan ringan. Tapol yang tinggal di sana diperbolehkan membantu petugas untuk mencari makanan di sekitar kamp seperti ubi talas.
"Blok B untuk status tahanan berat, blok C dijadikan sebagai ruangan khusus untuk menyiksa tapol yang masih menunjukkan diri sebagai PKI. Biasanya terjadi pada tahanan dari anak ranting PKI yang ada di kecamatan," jelas Dedi.
Setiap tapol G30S/PKI juga dibedakan berdasarkan berdasarkan status keterlibatan. Status ini mengikuti aturan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 13/Kogam/7/1966, sebagaimana dijelaskan dalam buku Kamus Gestok milik Hersri Setiawan. Ada tiga jenis golongan tapol PKI, yakni A, B, dan C.
Golongan A adalah tapol yang nyata terlibat langsung atau ikut membantu merencanakan dan mengetahui gerakan pengkhianatan tapi tidak melaporkan ke pihak berwajib. Nasib mereka diproses melalui sidang pengadilan atau dimasukkan ke dalam blok C.
Golongan B adalah pihak yang tidak terlibat langsung, kader, atau pengurus ormas sejalan dengan PKI serta secara tidak sengaja menghambat pembersihan G30S. Tapol jenis ini diamankan di suatu kamp agar terhindar dari kemarahan massa.
Golongan C adalah anggota ormas PKI serta pihak-pihak yang terpengaruh dan menjadi simpatisan termasuk pejabat negara. Pegawai negeri atau perusahaan milik negara yang dinyatakan terlibat akan diadili sesuai aturan golongan C1, C2 dan C3.
Penyelesaian C1 diberhentikan dengan tidak hormat, C2 dan C3 dikenakan tindakan administratif lainnya mempertimbangkan berat ringan keterlibatan. Begitu juga bagi tapol yang ditahan akan dimasukkan ke blok A atau B. Ketika permasalahannya fatal maka bisa masuk ke blok C. Aturan tersebut juga berlaku bagi tapol kamp tahanan PKI di ujung Pulau Kemaro.
(des/des)
