Gerakan 30 September 2965 (G30S) Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi sejarah kelam Indonesia. Pada malam ini pertumpahan darah terjadi lantaran pemberontakan PKI yang ingin menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno.
Kejadian ini dilakukan dengan menculik dan membunuh sejumlah anggota Tentara Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Salah satunya Kapten Czi Pierre Andreas Tendean.
G30S PKI juga membunuh putri Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution, Ade Irma Suryani nasution. Lalu di mana peristiwa mengerikan ini terjadi? Begini sejarahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lokasi Peristiwa G30S PKI
Mengutip Modul Pembelajaran SMA Sejarah Indonesia Kelas XII, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020), Senin (23/9/2024) pada tanggal 30 September menuju 1 Oktober dini hari sebuah pasukan di bawah pimpinan letnan kolonel Untung memulai operasi. Tujuan operasi ini melakukan penculikan terhadap 7 jenderal, yakni:
1. Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani
2. Letnan Jenderal TNI (Anumerta) R Soeprapto
3. Letnan Jenderal TNI (Anumerta) S Parman
4. Mayor Jenderal TNI (Anumerta) MT Haryono
5. Mayor Jenderal TNI (Anumerta) DI Pandjaitan
6. Mayor Jenderal TNI (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo
7. Kapten Czi (Anumerta) Pierre Andreas Tendean
Mereka bergerak dari lapangan udara menuju daerah Jakarta selatan. Hairul Amren Samosir SSos, MPd dalam bukunya yang berjudul Pancasila menambahkan penculikan ini dilakukan PKI dengan cara mendatangi rumah-masing-masing korban. Kecuali Pierre Andreas Tendean.
Karena seharusnya Jenderal Besar TNI AH Nasution masuk ke dalam daftar, tetapi ia digantikan oleh Pierre Andreas Tendean. Karena saat PKI datang, Pierre tengah berada di rumah AH Nasution.
Sebagai ajudan Jenderal AH Nasution dan ingin melindungi atasannya, Pierre yang dikepung dan ditodong senjata mengaku bila dirinya Jenderal AH Nasution. Pasukan pun langsung membawanya.
Pasukan PKI itu mengaku sebagai pasukan pengawal Istana (Cakrabirawa). Mereka berdalih menjemput para korban karena dipanggil oleh Presiden Soekarno padahal sebenarnya tidak.
Keempat orang yang dijemput adalah R. Soeprapto, Sutoyo Siswomiharjo, S. Parman, dan Pierre Andreas Tendean. Mereka awalnya di bawah dalam keadaan hidup ke sebuah markas di wilayah Pondok Gede, Jakarta Timur.
Tetapi setibanya di sana mereka disiksa dan dibunuh dengan keji. Mayat keempatnya dibuang ke sebuah sumur tua yang sudah tidak terpakai. Sumur itu berdiameter 3/4 meter dengan kedalaman 12 meter.
Sementara tiga jendral lainnya ditembak mati di rumah masing-masing. Mayatnya juga dibawa ke markas tersebut dan ikut dimasukkan ke dalam sumur tua, yang kini kita kenal sebagai Lubang Buaya.
Jam 7 pagi pada 1 Oktober 1965, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan sebuah pesan yang berasal dari Untung Syamsuri, Komandan Cakrabirawa. Ia menyebutkan bila PKI telah mengambil alih beberapa lokasi strategis di Jakarta.
Dalam pernyataannya, dia mengaku bila peristiwa ini terjadi untuk melengserkan Presiden Soekarno dari posisinya.
Siapa yang Bertanggung Jawab dari Tragedi G30S PKI
Sosok yang dianggap bertanggung jawab dari tragedi berdarah ini adalah Dipa Nusantara Aidit (DN Aidit). Ia adalah seorang dalam kabinet Dwikora sekaligus ketua Central Committee (CC) Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada 1965, PKI menjadi partai besar no 4 di Indonesia. Sejak dikeluarkan dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh presiden Soekarno, Indonesia kala itu menggunakan sistem Demokrasi terpimpin.
Sejak saat itu, PKI mendominasi di berbagai bidang dan ingin mendirikan pemerintahan komunis yang berkiblat Republik Rakyat Cina (RRI). Tetapi, usulan ini gagal direalisasikan.
Geara itu, PKI meniupkan isu bila dewan jenderal di tubuh TNI AD tengah mempersiapkan suatu kudeta. Aksi fitnah ini akhirnya menimbulkan berbagai pemberontakan lain hingga puncaknya pada 30 September 1965.
Upaya Pemerintah Dalam Penumpasan G30S PKI
Operasi penumpasan G30S PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi direbut kembali tanpa pertumpahan darah.
Pada tanggal 2 Oktober, bandara Halim Perdana Kusuma juga berhasil diambil alih dan kembali dikuasai oleh TNI AD. Pengambilalihan ini dilakukan oleh satuan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto.
Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober RPKAD berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Pencarian diperketat hingga akhirnya ditemukan tempat para Jenderal diculik sebelum akhirnya dibunuh.
Tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubung Buaya dilanjutkan kembali. Jenazah para jenderal ditemukan dan terlihat banyak kerusakan fisik. Lubang Buaya juga menjadi saksi bisu betapa kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat.
Seluruh jenderal dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat pada 5 Oktober. Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI-AD tersebut ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi.
Kilas Balik Keadaan G30S PKI
Meski segera 59 tahun berlalu, detikers juga bisa mengenang peristiwa ini secara langsung lo. Caranya dengan datang ke Museum Pengkhianatan PKI di kawasan Monumen Pancasila Sakti.
Di museum ini ada berbagai diorama peristiwa pemberontakan G30S PKI. Terdapat pula berbagai benda-benda sejarah yang berkaitan dengan para korban.
Seperti baju yang digunakan Jendral Ahmad Yani, mobil dinas Jendral Ahmad Yani serta mobil yang digunakan untuk menculik DI Pandjaitan. Mengutip detikNews, lokasi Museum Pengkhianatan PKI berada di kawasan Monumen Pancasila Sakti.
Tepatnya berlokasi di Jalan Raya Pondok Gede, Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta. Untuk waktu berkunjung menyesuaikan jam operasional dari hari Selasa sampai Minggu pukul 10.00 hingga 16.00 WIB.
Nah itulah penjelasan tentang di mana lokasi terjadinya peristiwa G30S PKI, yakni daerah Pondok Gede, Lubang Buaya, Jakarta Timur atau kini menjadi tempat bagi Monumen Pancasila Sakti. Apakah detikers pernah mengunjungi situs bersejarah tersebut?
(det/faz)