7 Teks Kultum Ramadhan Singkat Tema Terbaru Beserta Dalilnya

7 Teks Kultum Ramadhan Singkat Tema Terbaru Beserta Dalilnya

Melati Putri Arsika - detikSumbagsel
Kamis, 06 Mar 2025 22:00 WIB
Contoh Ceramah tentang Isra Miraj Singkat dan Penuh Pesan
Ilustrasi kultum (Foto: storyset/Freepik)
Palembang -

Kultum atau kuliah tujuh menit termasuk kegiatan ceramah yang dilakukan dengan durasi relatif singkat. Ada banyak tema terbaru yang bisa dijadikan materi kultum di bulan Ramadhan.

Ceramah singkat membutuhkan kelihaian berdakwah kepada orang banyak dengan durasi yang sedikit, hanya lima hingga tujuh menit. Walaupun singkat, isi kultum Ramadhan mengandung berbagai makna seperti tentang amalan, ibadah, salat sunah, pahala, hingga hal-hal yang berkaitan dengan puasa.

Untuk itu, orang yang menyampaikan kultum mesti menyiapkan materi yang berbeda setiap harinya. Inilah kumpulan kultum Ramadhan berbagai tema terbaru lengkap dengan dalilnya disadur dari buku Kumpulan Kultum Terlengkap Sepanjang Tahun Jilid 2 karya Hasan El-Qudsy

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kumpulan Kultum Ramadhan Singkat Tema Terbaru

Contoh Kultum 1: Nikmatnya Berpuasa

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَمُ الصَّالِحَاتُ وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ ، وَبِتَوْفِيقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ والصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَى صَاحِبِ الشَّفَاعَةِ وَالْمُعْجِرَاتِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ذَوِي الْحَسَنَاتِ، أَمَّا بَعْدُ

Muslimin yang berbahagia,

ADVERTISEMENT

Sebagai seorang mukmin, kedatangan dan kehadiran Ramadhan yang mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, berbagai kenikmatan dan keberkahan akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya al-Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima hal yang dapat dirasakan kenik matannya dalam ibadah Ramadhan. Secara ringkas adalah sebagai berikut.
Pertama; puasa menguatkan jiwa. Dengan ibadah puasa, maka manusia akan mampu mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat dan tangguh, tidak mudah teperdaya hawa nafsu.

Bahkan dengan kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsu, manusia akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci. Ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu pintu langit, hingga segala doanya dikabulkan oleh Allah Rasulullah bersabda, yang artinya:

"Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak doa mereka orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang dizalimi" (HR. Tirmidzi)

Kedua, mendidik kemauan. Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang kuat dalam melakukan kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu besar.
Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang muslim semakin prima. Ia tidak akan lupa diri, meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang sangat besar. Kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim tidak putus asa, meskipun penderitaan yang dialaminya sangat sulit.

Ketiga, menyehatkan badan. Di samping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah 36 tetapi juga sudah dibuktikan oleh para dokter dan ahli-ahli kesehatan dunia. Ini membuat kita tidak perlu meragukannya lagi.

Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk, sebagaimana mesin harus diistirahatkan. Apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga: sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air, dan sepertiga untuk udara.

Keempat: mengenal nilai kenikmatan. Ibadah puasa mendidik kita untuk menyadari tingginya nilai kenikmatan yang Allah berikan kepada kita. Bagaimana tidak, begitu terasa lapar dan dahaga saat puasa, namun semuanya itu hilang di kala berbuka datang. Begitu nikmatnya makan dan minum. Sungguh, semuanya itu mendidik kita untuk pandai bersyukur atas berbgai nikmat Allah.

Kelima: mengingat dan merasakan penderitaan orang lain. Merasakan lapar dan haus memberikan pengalaman kepada kita, bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Dari sini, puasa mampu menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada sesama muslim.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Sebelum kita mengakhiri pembahasan ini perlu menjadi pegangan kita bahwa semua yang diperintahkan atau dilarang oleh Allah, pastilah membawa maslahat dan manfaat bagi manusia, baik maslahat atau manfaat tersebut sudah kita temukan atau belum, baik akal manusia bisa menalarnya atau tidak. Hal ini karena keterbatasan akal dan ilmu manusia. Berbeda dengan ilmu Allah yang Mahaluas yang meliputi segala sesuatu. Karena itu, puasa Ramadhan akan tetap menjadi kewajiban bagi setiap muslim, baik ada atau tidak adanya hikmah yang ditemukan oleh para ahli. Karena, Allah telah mewajibkannya bagi setiap muslim.

Contoh Kultum 2: Antara Puasa dan Salat

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِينُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيْدِ الْمُرْسَلِينَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ أَمَّا بَعْدُ

Muslimin yang berbahagia,

Hubungan antara puasa dan shalat bagi seorang mukmin sejati adalah ibarat dua sisi keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan, Keduanya sama-sama diwajibkan dalam nash Al-Qur'an dan As-Sunah. Keduanya menjadi pilar tegaknya syiar Islam.

Dalam pelaksanaannya, keduanya mengajarkan kesabaran dan pembentukan karakter yang mulia. Dalam puasa, dapat kita temukan nilai kesabaran yang harus dimiliki agar kesempurnaan pelaksanaan ibadah puasa dapat dicapai. Begitu pula dalam mendirikan shalat. Tanpa kesabaran yang tulus, kesempurnaan shalat tidak akan dapat diraih.

Bahkan secara tegas shalat dijadikan sebagai salah satu penolong. Sebagaimana Allah tegaskan, yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (al-Baqarah: 153). Dengan kata lain, keduanya tidak mungkin dipisahkan dari kepribadian seorang muslim.

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Ketika kita tahu bahwa hubungan antara shalat dengan puasa begitu erat dan tidak mungkin dipisahkan, maka muncul pertanyaan dari sebuah fenomena, yang menunjukkan sebagian orang ketika datang bulan Ramadhan ikut berpuasa, namun tidak pernah atau jarang melaksanakan shalat. Apakah puasanya bisa diterima?

Untuk menjawab pertanyaan ini, para ulama mengatakan, bahwa barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid. Puasanya tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang agama, di atas nyalah agama tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya. Rasulullah bersabda:

"Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka dia telah kafir." (HR. Ahmad).

Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda yang artinya: "(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Artinya, kewajiban shalat tidak bisa ditinggalkan dengan alasan apa pun. Apabila ada orang yang dengan sadar dan sengaja meninggalkan shalat serta meremehkan kewajiban tersebut, maka ia telah keluar dari Islam. Dan keputusan Allah terhadap orang-orang kafir, secara tegas telah Allah kalamkan:

"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (al-Furqan: 23).

Maksudnya, berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan bukan karena Allah, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu yang beterbangan. Demikian pula halnya dengan meninggalkan shalat atau mengakhirkan shalat dari waktunya.

Perbuatan tersebut merupakan dosa besar dan dikenai ancaman yang keras. Allah berkalam, yang artinya: "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya." (Al-Ma'un: 4-5).

Hadirin yang dirahmati Allah,

Jika Rasulullah tidak mengizinkan orang buta untuk shalat di rumah, bagaimana pula halnya dengan orang yang pandangannya tajam dan sehat yang tidak memiliki uzur? Berpuasa, namun meninggalkan shalat merupakan pertanda yang jelas bahwa sebenarnya ia tidak berpuasa. Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang utama (shalat)?

Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Kewajiban tersebut bukanlah untuk kepentingan Allah. Karena Allah tidak membutuhkan kita. Sebaliknya kitalah yang membutuhkan Allah. Sebagaimana Allah tegaskan dalam kalam-Nya:

"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (al-Hajj: 37).

Dengan demikian, mendirikan puasa dan shalat adalah demi kepentingan dan maslahat kita sendiri baik di dunia dan akhirat. Karenanya keduanya tidak bisa dipisahkan.

Contoh Kultum 3: Puasa Mendidik Syahwat

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِينُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ أَمَّا بَعْدُ

Muslimin yang berbahagia,

Manusia diciptakan oleh Allah dengan dilengkapi berbagai keinginan dan kesenangan terhadap sesuatu atau yang dikenal dengan syahwat. Sebagaimana Allah jelaskan dalam kalam-Nya:

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang Itulah kesenangan hidup di duma dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (Ali Imran: 14).

Sayyid Quthb dalam tafsirnya menyebutkan:

"Ungkapan kalimat ini tidak memiliki konotasi untuk menganggapnya kotor dan tidak disukai. Namun, ia hanya semata-mata menunjukkan tabiat dan dorongan-dorongannya, menempatkan pada tempatnya tanpa melewati batas, serta tidak mengalahkan apa yang lebih mulia dan lebih tinggi dalam kehidupan, serta mengajaknya memandang ke ufuk lain, setelah menunjukkan vitalnya apa-apa yang diingini itu dengan tanpa tenggelam dan semata-mata bergelimang di dalamnya. Di sinilah keistimewaan Islam dengan memelihara fitrah manusia dan menerima kenyataannya, serta berusaha mendidik, merawat, dan menangkapnya. Bukan membekukan dan mematikannya."

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Dalam pandangan klam, syahwat tidaklah selalu bersifat negatif. Sifat negatif itu muncul, apabila syahwat atau keinginan tersebut dipenuhi dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syariat. Terhadap syahwat yang ada dalam diri manusia, blam bersikap adil, di antara sikap orang-orang fajir (pendosa) dan pecinta tindakan keji dengan sikap para rahib yang terlalu ekstrem dalam menolak syahwat. Para pendosa meremehkan shalat dan mengikuti keinginan syahwat, sedangkan para rahib mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah yang baik-baik darinya.

Adapun Dinullah menjaga kemaslahatan manusia. mengarahkan nafsu biologis dan syahwat yang memang dimiliki manusia, blam mengakui dan mengesahkannya, tetapi disertai pemberian aturan dan arahannya. Ibnul Qayyim dalam hal ini mengatakan:

"Karena manusia tidak pernah lepas dari hawa nafsu selagi masih hidup, maka perintah untuk melepas seluruh ikatan hawa nafsu seperti menghilangkannya. Akan tetapi yang sesuai takaran dan diperintahkan adalah mengalihkan hawa nafsu dari jurang kebinasaan menuju keamanan dan keselamatan."

Hadirin yang berbahagia,

Tidak dapat dipungkiri, fitnah syahwat apabila tidak dapat dikendalikan akan sangat berbahaya. la dapat mengikis, menggerogoti, dan melemahkan iman seseorang. Oleh karenanya, para solah mengajak kita untuk berhati-hati, sebagaimana nasehat mereka.
"Waspadalah kalian terhadap dua tipe manusia, pengikut hawa nafsu yang diperbudak oleh hawa nafsunya dan pemburu dunia yang telah dibutakan (hatinya) lantaran dunia." (Ibnul Qayyim al-Jauzi).

Oleh karena itu, untuk menangkal berbagai fitnah syahwat, tidak ada cara lain kecuali kembali berpegang tegung kepada tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunah sesuai perna haman para ulama salafush shalih. Diantara ajaran syariat yang dapat membantu menundukkan. dorongan syahwat adalah dengan menjalankan ibadah puasa dengan benar. Rasulullah bersabda, yang artinya:

"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu sanggup menikah, maka menikahlah karena sesungguhnya nikah itu dapat menundukkan pandangan dan membersihkan farji (artinya menjaga kesucian alat kelamin). Maka, barangsiapa yang belum mampu, hendaknya melakukan puasa, karena puasa itu bisa mencegahnya (dari perbuatan zina)," (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dalam berpuasa, kita dididik untuk bisa mengendalikan berbagai nafsu keinginan, sampai pada waktunya yang diperbolehkan. Keinginan itu kita tahan, karena adanya larangan dari agama. Karena itu, pencapaian nilai ketakwaan menjadi tujuan dalam pelaksanaan ibadah puasa. Dengan ketakwaan yang dimiliki seseorang, ia akan mampu menundukkan dan mengarahkan segala hawa nafsunya sesuai dengan ajaran agama dan terhindar dari perangkap mempertuhankan syahwat.

Contoh Kultum 4: Membiasakan Anak Berpuasa

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِينُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ أَمَّا بَعْدُ

Muslimin yang berbahagia,

Menjadi kebahagiaan tersendiri bagi orang tua, apabila mendapati putra-putrinya sudah terbiasa berpuasa sejak kecil. Tentu tidak mudah menjadikan anak mau berpuasa. Apalagi secara hukum, memang mereka belum berkewajiban untuk menjalankannya. Namun tentu tidak ada salahnya, jika kita membiasakan mereka berpuasa di bulan Ramadhan ini.

Karena bagaimanapun, anak harus sudah mulai berlatih untuk menjalankan beberapa kewajiban agama, agar mereka tidak merasa berat atau enggan melakukannya ketika dewasa. Sebagaimana dikatakan oleh para pakar pendidikan, bahwa segala sesuatu itu butuh proses dan pembiasaan. Termasuk dalam melatih anak untuk berpuasa.

Hadirin yang berbahagia,

Sejarah telah mencatat bahwa para generasi awal umat Islam telah membiasakan anak-anak mereka untuk berpuasa. Rasulullah, seperti diriwayatkan Rabi binti Mu'awwidz, pada suatu pagi di hari Åsyürå, beliau menulis surat kepada penduduk dusun di sekitar kota Madinah, yang dihuni kaum Anshar dengan redaksi:

"Barangsiapa yang pagi-pagi dalam keadaan berpuasa hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Barangsiapa pagi pagi sudah dalam keadaan berbuka, hendaklah selebihnya ia sempurnakan. Kemudian kaum Anshar berkata: "Setelah itu kami selalu berpuasa pada hari Åsyūrā dan menyuruh anak-anak kami untuk ikut berpuasa. Kami pergi ke masjid. Kami buatkan mereka mainan dari bulu. Apabila ada di antara mereka yang menangis karena minta makanan, kami berikan mainan tersebut kepadanya, hingga hal itu berlangsung sampai waktunya berbuka." (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada masa Khalifah Umar bin Khaththäb, anak-anak sudah lazim melaksanakan puasa. Kesimpulan ini dapat kita cuplik dari riwayat yang menceritakan bahwa Umar marah besar kepada orang yang mabuk di bulan Ramadhan, "Celaka kau, sedangkan anak-anak kecil kami saja menunaikan puasa." (HR. Bukhari).

Hadirin yang berbahagia,

Dalam melatih anak untuk berpuasa, tentunya harus disesuaikan dengan kemampuan anak dan dilakukan secara bertahap. Umumnya, para ulama memberikan batasan umur antara 7-10 tahun. Tahapan latihan puasa dapat dilakukan, misalkan puasa dari mulai saat subuh sampai dengan waktu zuhur, kemudian ditingkatkan sampai waktu asar Baru kemudian meningkat sampai tahap sempurna, puasa sehari penuh.

Tentu untuk keberhasilan anak dalam latihan puasa, orang tua harus selalu memberikan motivasi kepada anak. Misalkan, dengan memberikan pujian dan hadiah yang mendidik anak. Dengan adanya motivasi dari orang tua, anak akan merasa senang dalam menjalankan puasa serta merasa perbuatannya dihargai. Walaupun tentu dalam proses berikutnya, anak harus diberitahu tentang konsep ikhlas dalam beribadah.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Di antara kegiatan yang dapat menumbuhkan kecintaan anak terhadap puasa Ramadhan adalah mengadakan kegiatan kolosal anak-anak dalam menyambut Ramadhan, mengadakan buka puasa bersama, menghidupkan sunah-sunah Rasul di bulan Ramadhan dalam keluarga atau di sekolah dan masjid, seperti melaksanakan shalat Tarawih, membaca Al-Qur'an, shalat Dhuha, memberi sedekah, dan lain-lain.

Juga bisa dilakukan dengan melibatkan anak-anak dalam kepanitiaan penerimaan dan penyaluran zakat, infak, dan sedekah, mengadakan aneka perlombaan anak-anak, mengikutsertakan anak-anak dalam aktivitas iktikaf yang dikelola khusus untuk anak-anak, agar tidak mengganggu kegiatan iktikaf orang tua mereka. Insya Allah, kegiatan ini akan semakin melekatkan jiwa mereka pada masjid.

Adapun manfaat puasa bagi anak, di antaranya adalah:

1. Anak terlatih selalu diperhatikan Allah.

2. Terlatih sabar dalam mengendalikan potensi emosinya.

3. Terlatih memiliki pandangan ke depan dan sikap pejuang.

4. Terlatih mensyukuri nikmat Allah melalui berbagai aktivitas ibadah vertikal dan sosial 5-Terlatih memiliki kepekaan terhadap lingkungan sosialnya.

Demikianlah beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk membiasakan anak-anaknya menjalankan ibadah puasa sejak dini. Semoga Allah selalu menolong kita dalam mendidik anak-anak, sehingga mereka tumbuh menjadi anak yang saleh-salehah.

Contoh Kultum 5: Puasa dan Pendidikan Karakter Anak

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ وَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَرَسُوْلًا وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَ مَنْ نَهَجَ مَنْهَجَهُمْ إِلَى يَوْمٍ كَانَ فِيهِ مَسْئُولًا. أَمَّا بَعْدُ

Muslimin yang berbahagia,

Dalam pandangan Islam, orang tua memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap masa depan anak-anaknya. Masa depan anak tergantung kedua orang tuanya. Hal ini menjadi perintah Allah dalam Al-Qur'an (at-Tahrim: 6).

Allah berkalam, yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (yang) bahan bakarnya adalah manusia dan batu; dijaga oleh malaikat yang keras dan kasar, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan."

Menurut Sayyidina Ali, maksud kalam Allah tersebut adalah, ajarkanlah kebaikan kepada dirimu dan keluargamu. Pendapat lain menafsirkan, seorang muslim hendaklah mendidik diri dan keluarganya, tentang apa yang diperintahkan dan apa yang diharamkan oleh agama sehingga semua selamat dari api neraka, (Ibnu Katsir: 1999).

Kalam Allah ini menunjukkan bahwa tanggung jawab mendidik anak dibebankan sepenuhnya di pundak orang tua. Orang tua wajib menunaikan hak anak untuk dididik dengan sebaik-baiknya, Rasulullah bersabda:

"Masing masing dari kalian adalah pemimpin dan masing-masing akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kepemimpinannya, (HR. Bukhari)."

Oleh karena itu, peran orang tua sangatlah menentukan dalam pendidikan anak. Rasulullah bersabda:

"Setiap anak itu dilahirkan menurut fitrahnya, maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahud, seorang Nasrami, atau seorang Majini," (HR. Bukhari).

Imam al-Ghazali mengatakan:
"Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan. Dia siap diberi pahatan apa pun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya. Maka, kewajiban utama orang tua adalah menguatkan pondasi keimanan dan keislaman anak. Tanpa pondasi tersebut, bangunan yang kita bangun untuk anak kita pasti akan sia-sia. Apalagi di zaman yang penuh fitnah seperti sekarang ini"

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Di antara sarana yang efektif untuk mendidik nilai nilai keagamaan pada anak adalah lewat puasa Ramadhan. Selama sebulan, orang tua sebagai teladan bagi anaknya dapat membiasakan beberapa hal, di antaranya:

1. Muraqabatullah Melalui Puasa

Anak dididik untuk merasa selalu diawasi Allah. Di mana pun, kapan pun Allah akan selalu melihat. Allah tidak pernah mengantuk atau lupa. Tidak ada yang samar sedikit pun bagi Allah

2. Sabar

Saat tengah hari dan panasnya matahari saat Ramadhan atau saat menunggu berbuka adalah sangat tepat untuk memasukkan nilai-nilai kesabaran.

3. Syukur

Saat nikmatnya berbuka, anak dapat diajak untuk mensyukuri berbagai nikmat pemberian Allah, seperti nikmat dapat melaksanakan puasa, nikmat merasakan segarnya minuman dan lezatnya hidangan.

4. Shalat berjamaah di masjid

Mengajak anak-anak shalat bersama di masjid dan membiasakan dengan suasana masjid. adalah sarana terbaik untuk mengenalkan dunia masjid kepada anak. Sehingga terpupuk kecintaannya terhadap masjid.

5. Bangun malam

Sebelum sahur, anak dibiasakan shalat Malam dan berdoa kepada Allah. Kebiasaan baik ini akan membantu anak, mudah untuk bangun malam.

6. Memaksimalkan ibadah

Kesempatan dapat dilakukan dengan mengajak anak ikut mengaji, mendatangi majelis ta'lim. berzikir bersama keluarga, dan membantu orang lain.

7. Disiplin

Dengan waktu buka dan sahur sesuai dengan waktunya adalah sarana yang baik untuk menyadarkan kepada anak mengenai pentingnya menjaga waktu dan disiplin.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mendidik anaknya melalui program puasa Ramadhan. selama satu bulan. Dengan pembiasaan yang baik terhadap anak semenjak dini, maka anak dengan mudah akan tumbuh menjadi pribadi yang saleh, selalu berpegang dengan ajaran agamanya, dan cakap dalam bermasyarakat.

Contoh Kultum 6: Puasa dan Bacaan Al-Quran

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَاحِبِ الْبَيَانِ وَالْمُرْهَانِ، وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْفُرْقَانِ أَمَّا بَعْدُ

Muslimin yang berbahagia,

Ramadhan adalah bulan Al-Qur'an. Hubungan keduanya sangatlah erat. Al-Qur'an secara tegas mengatakan, yang artinya, Bukan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bag manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)," (Al-Baqarah: 185).

Ibnu Katsir ketika menerangkan ayat ini menjelaskan, bahwa Allah mengistimewakan bulan Ramadhan di atas bulan-bulan lainnya dengan menurunkan Al-Qur'an di dalamnya. Karena itu, tidak mengherankan ketika datang bulan Ramadhan, seluruh umat Islam berlomba-lomba untuk dapat berinteraksi secara lebih baik dengan Al-Qur'an.

Kebersamaan puasa dan Al-Qur'an ini ternyata tidak hanya ketika di dunia, melainkan kelak di akhirat keduanya akan kembali berkumpul untuk melakukan advokasi atau pembelaan di hadapan Allah bagi para pecintanya. Hal itu terlihat dalam sabda Rasulullah:

"Puasa dan Al-Qur'an akan memberikan syafaat kepada hamba di hari Kiamat. Puasa akan berkata: "Wahai Rabbku, aku menghalanginya dari makan dan syahwat, maka berilah dia syafaat karenaku" Al-Qur'an pun berkata: "Aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari maka berilah dia syafaat karenaka Rasulullah bersabda "Maka keduanya akan memberi syafaat." (HR.Ahmad).

Jamaah yang berbahagia,

Bagaimana agar puasa dapat memberi syafaat? Tentu tidak semua puasa yang dilakukan seseorang akan memberi syafaat kelak di akhirat. Bahkan, bisa jadi puasa yang dilakukan itu hanya sekadar menjadikan ia lapar dan dahaga. Sebagaimana Rasulullah bersabda yang artinya, "Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (honya) lapar dan dahaga" (HR. Ahmad).

Oleh karena itu, puasa yang nantinya akan memberikan syafaat adalah puasa yang mampu menjadikan seseorang berbusana ketakwaan Dengan busana ketakwaan yang diperoleh dari puasa, seorang muslim, sebagaimana dikatakan oleh seorang ulama:

"Akan terlindung dari perbuatan yang tercela, dalam hatinya diliputi rasa takut kepada Allah, sehingga senantiasa terjaga dari perbuatan dosa. Pada malam hari ia mengisi waktu dengan beribadah, lebih suka menahan kesusahan daripada mencari hiburan, rela merasakan lapar dan haus, merasa dekat dengan ajal sehingga mendorongnya untuk memperbanyak amal kebajikan"

Hadirin yang berbahagia,

Lalu bagaimana agar Al-Qur'an bersedia memberi syafaat? Al-Qur'an, sebagaimana kita ketahui adalah katalog kehidupan. Allah yang menciptakan manusia dan alam seisinya, tentu Allah Mahatahu dengan kemaslahatan manusia dan alam. Oleh karena itu, Allah menurunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk universal bagi manusia untuk mengatur semua kehidupan di dunia ini Dan perlu kita perhatikan kembali kalam Allah:

"Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa." (al-Baqarah: 2).

Hal ini memberikan pengertian bahwa hanya orang-orang yang mempunyai sifat takwalah yang mampu mendapatkan dan melaksanakan petunjuk-petunjuk Al-Qur'an. Mereka mampu membaca, memahami, dan mengamalkan isi kandungannya dengan benar dan penuh keikhlasan.

Begitulah sekiranya Al-Qur'an kelak akan memberikan syafaat bagi mereka yang mampu memanfaatkan petunjuknya dengan benar. Ibnu Taimiyyah berkata:

"Siapa yang tidak membaca Al-Qur'an, maka ia telah meninggalkannya. Siapa yang membacanya. tapi tidak berusaha untuk memahami maknanya, maka ia pun telah meninggalkannya. Dan siapa yang telah membacanya, kemudian telah berusaha untuk memahami maknanya, tapi tidak mempraktikkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari, maka dia pun telah meninggalkannya."

Apabila kita di dunia ini telah meninggalkan Al-Qur'an, maka sudah pasti kelak di akhirat Al-Qur'an akan meninggalkan kita.

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa baik puasa maupun Al-Qur'an akan memberikan syafaat di akhirat, bagi mereka yang mampu menjadikan puasa dan Al-Qur'an sebagai sumber ketakwaan, yang mampu menghiasi kehidupannya sehari-hari.

Contoh Kultum 7: Puasa Ramadan Bukan Hanya Sekadar Kewajiban

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى بِاللهِ شَهِيدًا، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِ الْقُوَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ شَرِيكَ لَهُ، ذُو الْعِزَّةِ وَالْقُوَى لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ وَلَا رَسُولَ اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَ كُلِّ مَنِ اتَّبَعَ لِلَّهِ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ:

Muslimin yang berbahagia,

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, puasa Ramadhan ini diwajibkan oleh Allah dengan tujuan utama menggapai nilai ketakwaan. Sebuah nilai yang mampu menyadarkan seseorang tentang adanya hari Akhir dan hari Pembalasan. Kesadaran ini mampu mendorong dirinya untuk selalu meningkatkan kualitas dan keimanannya kepada Allah Sehingga apa yang menjadi larangan-Nya, ia tinggalkan dan apa yang menjadi perintah-Nya, ia laksanakan dengan penuh rasa suka dan tanggung jawab.

Itulah sebenarnya maksud dari perintah puasa Ramadhan, Yang menjadi pertanyaan, kenapa bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam, begitu banyak perilaku mereka yang tidak mencerminkan nilai-nilai puasa Ramadahan? Apa yang sebenarnya terjadi dengan puasa merekal Lalu bagaimana untuk mengubahnya?

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Perlu kita ketahui bersama, bahwa puasa Ramadhan. tidaklah sekadar kewajiban yang selesai dengan pelaksanaannya. Namun, ibadah Ramadhan harus dipahami sebagai sebuah ibadah transformasi yang menuntut adanya perubahan menuju kondisi dan nilai kepribadian yang lebih baik. Perubahan positif ini sebagai bentuk dari keberhasilan mencapai ketakwaan yang seharusnya diperoleh melalui menjalankan ibadah puasa
Ibadah puasa mampu melahirkan nilai perubahan dalam diri seseorang.

Puasa mampu menjadi benteng yang tangguh untuk menahan laju berbagai hawa nafsu yang memuncak, la akan sabar untuk tidak mudah mengekor atau menjadi budak hawa nafsu. Sehingga, ia akan selalu mempertimbangkan baik buruknya suatu keinginan. la tidak mudah terpedaya dengan gemerlap dunia dan kepentingan sesaat la selalu memikirkan akibat dari pekerjaan dan keputusan langkahnya, apakah akan membawa kebaikan untuk kehidupannya di dunia dan akhirat!

la akan sadar bahwa Allah selalu mengawasi dirinya, sekalipun tidak ada orang yang melihatnya. Hatinya selalu bergetar, merasa pilu dan sedih ketika melihat berbagai ketidakadilan dan kezaliman yang terjadi Pikirannya selalu bekerja keras untuk mencari solusi atas berbagai problematika umat.

Tangannya tidak pernah berhenti untuk mengulurkan bantuan kepada siapa pun yang membutuhkan dan jiwanya selalu dipenuhi rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama. Baginya semua orang adalah sama, hanya ketaqwaan yang membedakan kemuliaan seseorang di depan Allah.

Jamaah yang berbahagia,

Nilai puasa Ramadhan semacam itulah yang sekarang ini sangat dibutuhkan oleh seluruh komponen bangsa ini, terutama para pemimpinnya. Dengan memiliki karakter semacam ini, seseorang tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh apa yang diinginkan, ia bisa menahan diri, walaupun sangat menginginkannya, la sadar bahwa kalau bukan haknya, maka ia tidak boleh mengambilnya, la selalu ingat bahwa Allah selalu mengawasinya.
Seperti halnya ketika berpuasa, walaupun lapar atau haus, ia tetap bertahan sampai datangnya waktu berbuka. Puasa semacam itulah yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Bukan sekadar puasa yang tidak membawa perubahan apa pun, sebagaimana puasa kebanyakan orang. Puasa yang tidak menghasilkan sesuatu kecuali rasa lapar dan dahaga. Sebagaimana Rasulullah sabdakan:

"Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga" (HR. Ahmad).

Hadirin yang berbahagia,

Agar puasa tidak sekadar hanya menjalankan kewajiban perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

Pertama mengikhlaskan niat hanya kepada Allah. Keduc menyadari tujuan pelaksanaan kewajiban puasa. Ketiga menya-dari bahwa Islam tidak hanya menuntut kesalehan pribadi, tetapi juga kesalehan sosial. Keempat: selalu mengingat bahwa puasa yang tidak membawa perubahan positif adalah puasa yang merugi. Kelima: mencontoh kehidupan para salaf saleh yang menjadikan Ramadhan sebagai tempat penggemblengan dan pelatihan diri, agar cukup untuk bekal untuk menghadapi sebelas bulan berikutnya.

Itulah 7 teks kultum Ramadhan yang singkat dan penuh makna yang bisa disampaikan setelah salat Tarawih ataupun berbuka. Semoga berguna, ya.




(mep/mep)


Hide Ads