Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulawesi Selatan (Sulsel) menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5% dapat berdampak pada keberlangsungan dunia usaha. Apindo menyebut kenaikan UMP semestinya hanya berkisar 3% hingga 5%.
"Kita hitung-hitungan bahwa sebenarnya sudah pasti-lah memberatkan dunia usaha. Terutama untuk yang padat karya, yang banyak karyawannya," ujar Ketua Apindo Sulsel Suhardi kepada detikSulsel, Selasa (3/12/2024).
Diketahui, UMP Sulsel 2024 sebesar Rp 3.434.298. Kenaikan 6,5% persen menjadikan UMP Sulsel 2025 Rp 3.657.527. Menurut Suhardi, kenaikan itu memberatkan pengusaha karena akan berdampak pada biaya operasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenaikan itu (6,5%), kalau tidak salah, Sulsel sendiri Rp 300-an ribu naiknya. Itu kalau dikali yang karyawannya ratusan, itu ada kenaikan. Mau tidak mau cost operasional juga naik. Sehingga itu memberatkan. Kita juga disampaikan sama pengusaha-pengusaha bahwa, ya, kalau begini naiknya, tidak usah berusaha di sini. Cari yang tempat UMP-nya masih rendah," katanya.
Lebih lanjut, Suhardi menyatakan, pihaknya masih menunggu penjelasan resmi dari pemerintah mengenai dasar perhitungan kenaikan UMP 2025. Dia mempertanyakan keputusan yang diambil tanpa menampung formula yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023.
"Kita sampai hari ini masih menunggu penjelasan pemerintah, dasar hitungan itu (kenaikan UMP) bagaimana. Karena tiba-tiba saja disebut 6,5%. Memang waktu ada pembicaraan dengan buruh di Jakarta, 6%. Tiba-tiba naik 6,5%," tuturnya.
"Ya, kita menunggu dulu sementara ini. Kan, kita di Dewan Pengupahan nasional ada, kita terus berdiskusi. Di Sulsel sendiri kita ada Dewan Pengupahan provinsi. Belum sampai tahap pembahasan, kita menunggu juknis (petunjuk teknis) atau mungkin ada aturan baru Kemnaker (Kementerian Ketenagakerjaan) mengenai formula," lanjut Suhardi.
Meski demikian, Suhardi menegaskan bahwa pengusaha tetap menghormati keputusan pemerintah. Namun, pihaknya berharap penetapan UMP mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan tenaga kerja dan pengusaha.
"Kita bukan soal setuju atau tidak setuju, menerima atau tidak menerima. Tapi, dipertimbangkan juga dasar penetapan itu bagaimana. Harus mempertimbangkan dunia usaha juga," terangnya.
"Kalau dunia usaha keberatan dengan cost operasional, itu dampaknya juga ke PHK. Dampaknya juga ke tenaga kerja juga. Jangan dilihat dari sisi tenaga kerja, tapi dilihat juga dari sisi yang memberi kerja," sambung Suhardi.
Menurut Suhardi, kenaikan UMP seharusnya pada kisaran 3% hingga 5% sesuai formula dalam PP 51 2023. Hal itu, kata dia, dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, maupun kondisi pasar.
"Kami, sih, berdasarkan formula di PP 51 2023 itu bergeraknya di sekitar 3-5%. Kalau prediksi saya waktu itu," ungkapnya.
Selain itu, Suhardi mengingatkan pentingnya pengembangan struktur skala upah dan upah sektoral. Kata dia, hal ini untuk mendukung kesejahteraan pekerja dalam jangka panjang.
"Pemberlakuan UMP ini, kan, sebenarnya untuk yang masa kerjanya di bawah satu tahun. Yang paling penting adalah struktur skala upah. Itu yang sama-sama kita bangun. Ada juga upah sektoral," jelasnya.
Diketahui, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan UMP 2025 akan naik 6,5%. Dia menekankan bahwa kenaikan upah minimum 2025 ini ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan daya beli pekerja sembari memperhatikan daya saing usaha.
"Kita ambil keputusan untuk menaikkan rata-rata upah minimum nasional pada tahun 2025 sebesar 6,5%," tegas Prabowo saat memberikan keterangan resmi di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, dilansir dari detikFinance, Jumat (29/11).
Sementara itu, untuk upah minimum sektoral, Prabowo menekankan hal itu akan ditetapkan Dewan Pengupahan provinsi maupun kabupaten/kota. Ketentuan lebih rinci terkait upah minimum akan diatur Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
"Saudara-Saudara sekalian, kesejahteraan buruh adalah sesuatu yang sangat penting. Kita akan berjuang terus perbaikan kesejahteraan mereka," pungkas Prabowo.
Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulsel menolak keputusan Presiden Prabowo Subianto yang mengumumkan kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5%. Serikat buruh kukuh menginginkan kenaikan UMP minimal 10% tahun depan.
"Perintah DPP (Dewan Pimpinan Pusat KSPSI) pada prinsipnya tidak menerima (kenaikan UMP 6,5%)," ujar Ketua KSPSI Sulsel Basri Abbas kepada detikSulsel, Senin (2/12).
"Kita berharap kenaikan UMP itu minimal 10%. Pertama, kondisi pandemi COVID-19 sudah berlalu. Kedua, daya beli buruh selama ini menurun karena semua kebutuhan pokok, bukan rahasia umum lagi, sudah naik," tambahnya.
(ata/sar)