Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulawesi Selatan (Sulsel) berbeda pandangan dengan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) soal formulasi penetapan upah minimum (UMP) Sulsel tahun 2024. Apindo menilai usulan kenaikan 15 % UMP oleh KSPSI tidak sesuai dengan regulasi.
Ketua Apindo Sulsel Suhardi mengatakan permintaan itu tidak dapat diakomodir. Pasalnya perhitungan penetapan UMP telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.
"Kalau 15%, sepertinya tidak sesuai dengan formula perhitungan yang sudah digariskan," ucap Suhardi kepada detikSulsel, Selasa (14/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menuturkan usulan serikat buruh itu memakai indikator survei kebutuhan hidup layak (KHL). Di sisi lain, pihaknya berlandaskan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Mereka kan fokusnya ke hidup layak, ya, KHL (soal usulan penetapan UMP). Kalau kita, berpijak pada revisi PP itu. Kami masih pada posisi di situ. Kita ikuti aturan main. Sama pada saat penetapan tahun ini kan, tahun lalu juga sepakati seperti itu," jelasnya.
Suhardi menyebut regulasi baru itu telah mengatur skema perhitungan kenaikan UMP. Indikator peningkatan UMP itu mempertimbangkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Kami sih berpijak dari situ saja. Jadi cara menghitungnya sudah ada. Jadi bukan kenaikan dari yang diinginkan berapa persen. Kita hitungannya begitu saja. Bagaimana tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi dikali alfa. Pola penghitungannya kan sudah ada," sebutnya.
Di satu sisi, dia mengaku telah memahami sikap serikat buruh yang memang telah menolak sejak awal formulasi UMP lewat peraturan yang ada itu. Hanya saja, Suhardi menganggap pihaknya hanya dapat melaksanakan aturan yang telah ditetapkan dalam PP 51 tersebut.
"Dari awal memang mereka tidak setuju pola penghitungan ini, rumusan itu. Mereka dari awal tidak setuju menggunakan indeks alfa, gitu. Mereka acuannya KHL. Kalau itu, ya, mereka harus membahas itu di Jakarta, di Pusat. Artinya ini kan dari Permenaker, PP, itu semua mengacu ke situ," ungkapnya.
Selanjutnya, dia juga menuturkan Apindo Sulsel tengah menunggu pembahasan terkait UMP 2024 bersama unsur dewan pengupahan. Suhardi menegaskan keputusan penetapan UMP 2024 paling lambat diumumkan 21 November mendatang.
"Memang ada formula perhitungan baru. Tapi kami belum rapatkan dengan Disnaker. Nanti di dewan pengupahan kita putuskan. Mungkin minggu ini kita akan rapat dewan pengupahan, Karena tanggal 21 November paling lambat," pungkasnya.
Simak pandangan KSPSI di halaman berikutnya...
Alasan KSPSI Minta UMP 2024 Naik 15%
KSPSI Sulsel menolak penetapan UMP berdasarkan PP Nomor 51 tahun 2023 tentang Pengupahan. KSPSI berdalih regulasi yang mengatur formulasi perhitungan UMP tahun 2024 itu tidak sesuai kondisi buruh.
"Iya kita menolak, karena tidak sesuai kondisi buruh," tegas Ketua KSPSI Sulsel Basri Abbas kepada detikSulsel, Minggu (12/11).
Basri menilai PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan ini hampir tidak mengalami perubahan meski telah direvisi menjadi dan PP 51 tahun 2023. Dia beranggapan muatan antara dua peraturan tersebut sama saja.
"Kita menolak sistem PP 36. Sementara ini sudah keluar menjadi PP 51. Tapi tetap sama perhitungannya," tuturnya.
Menurutnya, kenaikan UMP harus mengacu pada KHL. Sehingga ia menolak formulasi perhitungan upah minimum yang dituliskan dalam PP 51 tersebut.
"Seharusnya perhitungan UMP mengacu kepada KHL. Kalau kenaikan KHL bisa sampai 10-15%," ungkapnya.
Pihaknya berharap agar usulan kenaikan UMP 15% yang berdasarkan perhitungan KHL bisa diakomodir pemerintah. Dia menegaskan KSPSI akan turun melakukan aksi demonstrasi jika dalam rapat dewan pengupahan tuntutan serikat tidak dipenuhi.
"Iya jelas (demo) turun untuk bagaimana agar mengembalikan kenaikan UMP dengan sistem KHL," tegasnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya..
Kenaikan UMP Akan Mendorong Daya Beli
Basri mengatakan pihaknya menuntut agar UMP tahun 2024 dinaikan 15 % menjadi Rp 3,8 juta. Dia menilai kenaikan UMP akan mendongkrak daya beli masyarakat.
"Untuk merangsang daya beli para pekerja dan buruh. Dengan daya beli yang tinggi, tentukan ekonomi bagus. Kan begitu rumusnya. Saya kira pengusaha tidak ada alasan," sebutnya
Menurut Basri, kenaikan UMP sebesar 15 persen masih wajar. Apalagi dia beranggapan pertumbuhan ekonomi di Sulsel sudah membaik.
"Indikatornya untuk mengapa kita menuntut kenaikan 15 persen karena itu indikatornya pertumbuhan ekonomi sudah bagus," imbuhnya.
Basri pun mempertimbangkan situasi pascapandemi COVID-19. Dia menuturkan Indonesia termasuk Sulsel sudah dalam situasi normal.
"Pertimbangan secara rasionalnya itu kita sudah lepas dari pandemi (COVID-19), sudah normal," sebut Basri.