KSPSI Sulsel Tolak PP Baru Tentang Pengupahan, Disnakertrans Masih Pelajari

KSPSI Sulsel Tolak PP Baru Tentang Pengupahan, Disnakertrans Masih Pelajari

Ahmad Nurfajri Syahidallah - detikSulsel
Senin, 13 Nov 2023 13:18 WIB
ILUSTRASI/ Kantor Gubernur Sulsel
Kantor Gubernur Sulsel. Foto: Noval Dhwinuari Antony-detikcom
Makassar -

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulawesi Selatan (Sulsel) merespons penolakan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulsel soal PP Nomor 53 Tahun 2023 tentang Pengupahan. Disnakertrans mengaku sementara mempelajari peraturan baru tersebut.

"Saya kalau menyangkut PP 53 yang dimaksud tadi, saya belum bisa komentar banyak. Soalnya saya baru mau dipanggil sama Menteri Ketenagakerjaan untuk sosialisasi menyangkut PP (baru itu)," ucap Kadisnakertrans Sulsek Ardiles Saggaf kepada detikSulsel, Senin (13/11/2023).

Ardiles mengatakan seluruh Dinas Tenaga Kerja di Indonesia juga belum mengetahui muatan PP 53 Tahun 2023 itu. Dia menyebut seluruh kepala dinas baru diundang untuk sosialiasi terkait muatan peraturan baru itu hari ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya saja belum tahu isinya itu. Ini kan PP 36 tahun 2021 diganti dengan PP 53 tahun 2023 yang dimaksud tadi. Kami ini semua Kadisnaker provinsi se-Indonesia hari ini diundang sama Menteri Ketenagakerjaan untuk disampaikan menyangkut apa-apa saja isi daripada PP 53 itu. Sehingga perhitungannya, formulanya saya belum tahu pasti," ujarnya.

Namun demikian, dia memastikan usulan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) Sulsel sebesar 15% yang diminta serikat buruh akan tetap dipertimbangkan saat rapat pleno dewan pengupahan. Rapat penetapan UMP Sulsel 2024 itu akan dibahas dengan menghadirkan pihak serikat pekerja dan pengusaha.

ADVERTISEMENT

"Tapi yang pasti, menyangkut usulan 15% untuk usulan teman-teman kita tampung. Tapi tentu, di dalam proses pemberian rekomendasi nanti pada saat pleno di dewan pengupahan tentu ada mekanisme. Tentu itu ada tanggapan dari perwakilan serikat, ada tanggapan dari perwakilan pengusaha," paparnya.

Ardiles juga turut menanggapi tuntutan KSPSI yang meminta agar penetapan UMP Sulsel 2024 mengacu pada indikator kebutuhan hidup layak (KHL). Dia mengaku akan memeriksa isi dari PP 53 tahun 2023 tersebut terlebih dahulu sebelum berkomentar lebih lanjut.

"Ya, artinya di PP 53 itu, sama dengan PP 36 kemarin, di situ sudah diatur menyangkut indikator-indikator apa saja yang menjadi ketentuan untuk menghitung daripada menentukan besaran upah minimum itu. Kalau misalnya di PP nanti, KHL-nya yang dipakai indikator, tentu kita pakai itu," ungkapnya.

"Belum, kita belum tahu. Tapi kemarin info awal waktu rapat sebelumnya, mungkin ada perubahan formula perhitungan. Tapi perhitungannya seperti apa, hari ini baru kami disampaikan," lanjut Ardiles.

Dia juga menyebut rapat dewan pengupahan untuk membahas usulan KSPSI itu akan dibahas dalam waktu dekat. Ardiles mengaku belum mengetahui pasti terkait batas akhir waktu penetapan UMP tahun 2024 dalam PP 53 Tahun 2023 itu.

"Kalau di PP 36 itu kalau tidak salah, 21 November. Kita tidak tahu di PP 53 ini tanggal berapa batas akhirnya. Tentu kita menyesuaikan dengan itu. Tapi paling tidak perencanaan awal, Jumat ini sudah mau rapat tindaklanjut dari itu," pungkasnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Sebelumnya diberitakan, KSPSI Sulsel menolak PP Nomor 53 tahun 2023 tentang Pengupahan. Pihaknya menilai regulasi yang mengatur formulasi perhitungan UMP tahun 2024 itu tidak sesuai kondisi buruh.

"Iya kita menolak, karena tidak sesuai kondisi buruh," tegas Ketua KSPSI Sulsel Basri Abbas kepada detikSulsel, Minggu (12/11).

PP 53 tahun 2023 merupakan Perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021. Namun Basri beranggapan regulasi yang baru diterbitkan oleh pemerintah tersebut sama dengan regulasi sebelumnya yang juga sejak awal ditolak serikat buruh.

"Kita menolak sistem PP 36. Sementara ini sudah keluar menjadi PP 51. Tapi tetap sama perhitungannya," tuturnya.

Basri tidak ingin formulasi perhitungan kenaikan upah minimum 2024 didasarkan pada PP 53 tersebut. Menurutnya, kenaikan UMP harus mengacu pada KHL.

Ada 60 komponen dalam KHL tersebut di antaranya bahan pokok, sewa transportasi hingga pendidikan anak. Sementara komponen dalam KHL saat ini dianggap mengalami kenaikan hingga 15 persen.

"Seharusnya perhitungan UMP mengacu kepada KHL. Kalau kenaikan KHL bisa sampai 10-15%,"ucapBasri.

Halaman 2 dari 2
(asm/ata)

Hide Ads