Mengunjungi Nenek Julan, Penjaga Tradisi Telinga Panjang di Berau

Oktavian Balang - detikKalimantan
Sabtu, 12 Jul 2025 15:29 WIB
Nenek Julan masih menjaga tradisi telinga panjang di Berau. Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Berau -

Sebuah desa terpencil di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menyimpan harta budaya yang kian memudar di tengah gempuran modernisasi. Adalah tradisi telinga panjang suku Dayak Kenyah yang kini masih bisa dijaga Nenek Julan.

Tradisi yang dulu menjadi lambang keberanian, kecantikan, dan status sosial ini kini hanya dipegang oleh segelintir penjaga budaya. Nenek Julan menjadi salah satu perempuan Dayak Umaq Baha yang menjadi saksi hidup warisan leluhur.

Menapaki Jejak Menuju Long Beliu

Kali ini tim detikKalimantan melakukan perjalanan menuju Desa Long Beliu, tempat tinggal Nenek Julan. Dari Kantor Camat Kelay, jarak desa tersebut adalah sekitar 6 kilometer dengan waktu tempuh 15-30 menit menggunakan sepeda motor.

Di pusat Desa Long Beliu, balai adat berupa rumah Lamin khas Dayak berdiri kokoh dengan keindahan arsitektur tradisionalnya. Detail ukiran pada dinding dan tiang-tiangnya mencerminkan kekayaan budaya suku Dayak Kenyah. Kebersihan balai adat ini terjaga dengan baik, menambah kesan istimewa bagi setiap pengunjung.

Para warga, termasuk ibu-ibu yang baru pulang dari ladang dengan topi khas Dayak, menyapa tim detikKalimantan dengan hangat.

"Kami senang ada yang datang untuk melihat budaya kami," ujar salah satu warga sambil tersenyum.

Keramahan ini menjadi daya tarik tersendiri, membuat perjalanan terasa semakin bermakna.

Bertemu Nenek Julan, Penjaga Tradisi

Puncak perjalanan ini adalah pertemuan dengan Nenek Julan, salah satu dari sedikit warga Long Beliu yang masih mempertahankan tradisi telinga panjang.

Di teras rumahnya, Julan duduk santai bersama satu perempuan. Dengan ramah, mereka mengizinkan kami untuk berbincang dan mengabadikan momen bersama sang penjaga budaya.

Dengan suara lembut, Julan berbagi kisah masa lalunya, meski tidak semua kata yang diucapkannya jelas karena ia kurang fasih berbahasa Indonesia. Anak Julan, Apuy turut membantu dalam berkomunikasi.

Menurut mereka, tradisi telinga panjang dimulai sejak usia dini, sekitar 5 tahun, ketika telinga dilubangi dan diberi pemberat dari logam hingga memanjang.

"Tato bergaris tiga di tubuh ibu saya adalah simbol keturunan bangsawan, atau Paren," ungkap Apuy dengan nada penuh kebanggaan bercampur keprihatinan.

Julan juga mengisahkan pengalaman menyakitkan saat ditato. "Kala itu, dukun adat menusuk kulit dengan jarum kayu sepanjang 30 cm sambil membacakan mantra agar tato tak membusuk," kenangnya melalui cerita Apuy.

Proses yang memakan waktu dua hari penuh rasa sakit itu, menurut Julan, adalah harga untuk menjadi Paren, golongan bangsawan yang dihormati karena kekayaan, keberanian, atau keberhasilan ngayau (berburu kepala musuh).

Tato bergaris empat di pergelangan tangan dan kaki Julan menandakan statusnya sebagai bangsawan darah biru dalam suku Dayak Kenyah.



Simak Video "Menjelajahi Pulau Maratua dan Menikmati Spot Snorkeling serta Diving di Kalimantan "


(bai/bai)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork