Telinga Panjang Suku Dayak, Simbol Kecantikan yang Tergerus Zaman

Telinga Panjang Suku Dayak, Simbol Kecantikan yang Tergerus Zaman

Oktavian Balang - detikKalimantan
Sabtu, 21 Jun 2025 11:00 WIB
Tradisi telinga panjang, yang dahulu menjadi kebanggaan dan simbol kecantikan suku Dayak, kini terancam punah. Di tengah modernisasi dan perubahan persepsi sosial, tradisi ini semakin ditinggalkan.
Iyun Anye, salah satu saksi hidup tradisi telinga panjang/Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Balikpapan -

Tradisi telinga panjang, yang dahulu menjadi kebanggaan dan simbol kecantikan suku Dayak, kini terancam punah. Di tengah modernisasi dan perubahan persepsi sosial, tradisi ini semakin ditinggalkan.

Di Desa Tengkapak, Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, ada Iyun Anye, seorang nenek berusia lebih dari 100 tahun dari suku Dayak Umaq Kulit, yang menjadi salah satu saksi hidup tradisi telinga panjang.

Namun, kini ia dalam kondisi kesehatan yang melemah. Cucu Iyun, Vina, menceritakan kepada detikKalimantan, sang nenek hanya bisa berbaring, makan, dan tidur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kondisi nenek kurang sehat, kesehatannya semakin melemah," ujar Vina melalui pesan Instagram, Sabtu (21/6/2025).

Kisah Iyun Anye dan tradisi telinga panjangnya pertama kali ditemukan tim detikKalimantan pada akhir Oktober 2023. Saat itu, tim menelusuri jejak budaya telinga panjang yang kian langka di Desa Tengkapak, Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Perjalanan ini dipicu rasa penasaran untuk menggali tradisi khas suku Dayak di Kabupaten Bulungan.

Sebuah ukiran kayu berbentuk burung enggang tampak kokoh di halaman Kantor Desa Tengkapak. Desa yang berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Selor ini didominasi masyarakat suku Dayak. Ornamen kayu dengan ukiran khas Dayak menghiasi lumbung padi milik warga.

Awalnya, detikKalimantan mendapat informasi dari warga lokal dan diarahkan untuk menemui Luhung Enjau di RT 05. Namun, Luhung menolak dipotret karena tidak fasih berbahasa Indonesia. Tak menyerah, detikKalimantan melanjutkan pencarian dan bertemu Rina, anak Iyun Anye.

"Saya punya mamak, dia bertelinga panjang dan bertato, tapi sudah tua," ujar Unggek kala itu.

Iyun Anye, Warga Tertua Desa Tengkapak

Iyun Anye, kini berusia sekitar 100 tahun. Ia merupakan warga tertua di Desa Tengkapak. Sebelum menetap di desa ini, ia tinggal di Desa Jelarai.

Iyun memiliki sembilan anak dan berasal dari suku Dayak Umaq Kulit, bagian dari rumpun Apokayan yang tersebar di Sarawak (Malaysia), Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur. Apokayan merujuk pada dataran tinggi yang dialiri Sungai Kayan.

Selain telinga panjang, Iyun memiliki tato di kedua pergelangan tangannya, yang dalam bahasa Umaq Kulit disebut bettik. Pada masa lalu, tradisi telinga panjang bagi suku Dayak Kenyah melambangkan kecantikan, kekuatan, dan strata sosial. Namun, kini keindahan itu 'menciut' seiring usia Iyun yang semakin renta.

Kondisi Terkini dan Perawatan oleh Anak

Kini, Iyun hanya mampu berbaring. Suaranya tak lagi jelas, dan pendengarannya pun melemah. Anaknya, Unggek, kini merawat Iyun dengan penuh kasih.

"Sekarang saya memelihara bayi," ucap Unggek.

Untuk berkomunikasi, Unggek harus berteriak nyaring di telinga Iyun. Ia kerap mengeluhkan sakit di bagian belakang tubuhnya. Meski demikian, Unggek menyebut tekanan darah dan gula darah Iyun masih normal berdasarkan pemeriksaan dokter.

Rahasia umur panjang Iyun, menurut Unggek, adalah pola makan sederhana tanpa micin dan sayuran yang bebas dari pupuk kimia.

"Makanan keluarga kami sederhana, sayur yang kami ambil tidak menggunakan pupuk berbahan kimia," jelasnya.

Tradisi Telinga Panjang yang Terputus

Unggek menjelaskan bahwa tradisi telinga panjang kini terputus karena perkembangan zaman. Memanjangkan telinga anggap ketinggalan zaman oleh para pendahulu hingga dibenarkan oleh kaum muda.

"Mereka ingin sekolah dan mengikuti gaya orang lain, mungkin merasa gengsi atau malu dengan telinga panjang," ujarnya.

Iyun sendiri tidak pernah memasang pemberat telinga pada sembilan anaknya, dan beberapa anggota keluarga bahkan telah memotong telinga panjang mereka.

"Mungkin mereka malu karena dianggap berbeda oleh orang luar," tambah Unggek.

Namun, Unggek menegaskan ia tak pernah malu dengan telinga panjang dan tato ibunya. Bahkan ia bangga jika orang tuanya menjadi pelaku budaya yang hampir punah.

"Saya tidak malu, dia orang tua saya. Tato dan telinga panjang adalah budaya saya," tegasnya.

Ia bercerita, Iyun sering menjadi pusat perhatian di tempat umum karena keunikan penampilannya, bahkan kerap diminta berfoto oleh warga.
Sayangnya, Unggek tidak mengetahui makna tato yang dimiliki Iyun, karena Iyun tidak pernah menceritakan sejarah hidupnya secara mendalam.

"Ibu tidak pernah menceritakan sejarah hidupnya secara mendalam," ungkapnya.

Blaang, Hiasan Khas Desa Tengkapak

Unggek juga berbagi cerita tentang kehidupan di Desa Tengkapak. Warga desa masih menjaga musyawarah dan gotong royong, terlihat dari kebersamaan mereka dalam kegiatan komunal. Untuk melestarikan identitas Dayak, Unggek dan warga membuat hiasan kepala bernama blaang dari kawat listrik.

"Biar kelihatan Dayaknya," ujarnya.




(sun/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads