Wakasek Bidang Kurikulum SMAN 3 Jogja, Nanik Rahayu tak memungkiri dengan beragamnya kemampuan akademik siswa dapat menyebabkan minder bagi sebagian siswa. Namun, SMAN 3 Jogja memiliki cara tersendiri mengatasi hal tersebut.
"Memang dalam perjalanannya ada beberapa anak yang minder belum bisa menyesuaikan, itu kita dampingi oleh tim BK (Bimbingan Konseling). Wali kelas punya tugas untuk mengontrol tiap hari," jelasnya kepada detikJogja di SMAN 3 Jogja, Gondokusuman, Kota Jogja, Jumat (16/8/2024).
"Intinya penguatan, kalau pun secara akademik itu mungkin tidak bisa disejajarkan dengan yang lain, tapi dia bisa memunculkan potensi lain," sambung Nanik.
Dengan mengetahui potensi siswa ini, Wakasek Bidang Humas SMAN 3 Jogja, Ichwan Aryono menambahkan, sekolah bisa memfasilitasi dan mendorong siswa berprestasi sesuai bidangnya.
"Dampaknya anak-anak kita sekarang itu prestasinya lebih bervariasi. Bahkan walaupun tidak ada ekskul dia bisa punya prestasi. Misal dia ndak punya renang, tapi kita punya juara, terus panahan, karena punya potensi itu kita dorong," paparnya.
Prestasi ini, menurut Ichwan, juga bisa membantu siswa masuk ke kampus idaman sebagai portofolio. Selain prestasi, SMAN 3 Jogja juga memberikan bekal soft skill dengan melibatkan siswanya mengelola event atau acara sekolah.
"Banyak orang mengatakan ini sekolah event, memang saya istilahkan kita di sini ngajari urip (mengajarkan hidup), selain akademik itu soft skillnya kita kembangkan," jelas Ichwan.
"Dengan memperbanyak event supaya mereka semakin familiar ketika bekerja dalam kelompok, komunikasi, ide-ide mereka terwadahi. Ketika mereka keluar sekolah ada bekalnya," sambungnya.
Selain itu, untuk menghasilkan lulusan yang unggul dengan kemampuan siswa yang beragam ini, dijelaskan Ichwan, SMAN 3 Jogja membuat berbagai program. Salah satunya dengan pemetaan potensi siswa.
"Ketika kelas XII semester 1 itu ada konsis, konseling siswa. Itu siswa ketemu guru BK dan wali kelas, merembuk soal potensinya apa. Dilihat dari peringkat, hasil psikotes, lalu kita tunjukkan data alumni yang peringkatnya sama. Sehingga dia jadi punya wawasan soal potensinya," jelasnya.
Dengan mengetahui potensi serta bakat minatnya, dan dengan sudah diterapkannya Kurikulum Merdeka, menurutnya siswa bisa mengejar kampus idamannya. Sekolah hanya tinggal memfasilitasi pembelajarannya.
"Kalau di Kurikulum Merdeka memang sudah tidak ada IPA IPS ya di kelas X, semua sama. Kemudian di kelas XI akan memilih paket-paket mapel pilihan. Itu akan disesuaikan dengan prodi yang akan dipilih saat kuliah. Dan itu kita tidak ada kuota, pokoknya dia milih paket mana pun kami layani," paparnya.
"Sehingga kita jadi muncul adanya moving class, jadi ada 1-2 kelas yang di dalamnya pilihan paketnya campur. Ketika pelajaran umum mereka jadi satu, ketika mapel pilihan mereka pisah," pungkas Ichwan.
(rih/dil)
Komentar Terbanyak
Amerika Minta Indonesia Tak Balas Tarif Trump, Ini Ancamannya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya