Sejarah Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, Ini Sosok di Baliknya

Sejarah Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, Ini Sosok di Baliknya

Hanan Jamil - detikJogja
Kamis, 02 Mei 2024 06:00 WIB
Jogja -

Setiap tanggal 2 Mei, kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Di balik hari tersebut ada sejarah panjang perjuangan seorang pahlawan pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.

Hari Pendidikan Nasional merupakan hari besar nasional yang bukan menjadi hari libur. Biasanya sekolah-sekolah akan mengadakan upacara untuk memperingati hari ini.

Hari Pendidikan Nasional menjadi hari peringatan perjuangan pendidikan di Indonesia. Hari ini menjadi suatu bentuk semangat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Lalu bagaimanakah sejarah Hari Pendidikan Nasional hingga diperingati setiap tanggal 2 Mei?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Hari Pendidikan Nasional

Merujuk buku Ki Hajar Dewantara: Pemikiran dan Perjuangannya oleh Suhartono Wiryopranoto dkk., Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei ditetapkan oleh pemerintah melalui Keppres No.316/1959 pada tanggal 19 Desember 1959.

Penetapan tanggal tersebut didasarkan pada tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara. Tanggal kelahiran Ki Hadjar Dewantara dipilih sebagai Hari Pendidikan Nasional dengan tujuan untuk memberikan penghargaan yang tinggi atas pengabdian diri yang dilakukannya pada pendidikan di Indonesia.

ADVERTISEMENT

Hari Pendidikan Nasional diadakan sebagai bentuk perayaan untuk mengingatkan bangsa Indonesia bahwa bidang pendidikan merupakan suatu bidang yang sangat penting bagi kelanjutan, kejayaan, dan keagungan bangsa ini.

Oleh karena itu, sosok Ki Hadjar Dewantara erat kaitannya dengan perjuangan pendidikan rakyat Indonesia sejak zaman penjajahan Hindia Belanda.

Biografi Singkat Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara (KHD) lahir pada Kamis Legi, 2 Mei 1889 di Jogja dengan nama Raden Mas (R.M) Soewardi Soerjaningrat. Ia merupakan putra dari K.P.A. Soerjaningrat dan R.A. Sandiah, atau cucu K.G.P.A.A. Paku Alam III. Dapat diketahui, KHD merupakan seseorang yang berasal dari keluarga bangsawan Pakualam.

Sebagai bangsawan Jawa, KHD mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) sebagai Sekolah Dasar Belanda 7 tahun di Kampung Bintaran Jogja. Lalu KHD melanjutkan pendidikan ke Kweekschool (Sekolah Guru) di Jogja.

Kemudian, ia mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen) atau biasa disebut Sekolah Dokter Jawa di Jakarta. Namun ia tidak bisa menyelesaikan studi di sana karena kondisi kesehatannya yang buruk serta alasan politis.

Ki Hadjar Dewantara pernah menggeluti berbagai profesi seperti analis laboratorium, pembantu apoteker, dan jurnalis. Dalam dunia jurnalisme, ia pernah masuk ke dalam beberapa media surat kabar dan majalah seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres, Tjahaja Timoer, Poesara, Oetoesan Hindia, dan Kaoem Moeda. Di media-media itu, ia menulis berbagai kritik sosial-politik kaum bumiputra kepada penjajah.

Sambil bekerja sebagai jurnalis, ia mendirikan Indische Partij sebagai partai politik pertama yang berani mencantumkan tujuan ke arah "Indonesia Merdeka" bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo. Di situ, mereka menyampaikan protes-protes kepada penjajahan Hindia Belanda.

Ia pernah diasingkan ke Belanda karena tulisan-tulisan pedas yang pernah ia tulis bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo. Salah satu tulisannya yang sangat "mengganggu" penjajah Hindia Belanda adalah "Als ik eens Nederlander was" yang berisi sindiran tajam kepada mereka tentang kebijakan Pemerintah Hindia Belanda yang akan merayakan kemerdekaan negeri Belanda dari Penjajahan Perancis.

Dikutip dari Jurnal Penelitian berjudul Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Kurikulum 13 oleh Eka Yanuarti, Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia pada 26 April 1959 di Majamuju Jogja. Jenazahnya dimakamkan di makam Wijaya Brata Yogyakarta. Tanggal 28 November 1959, ia ditetapkan sebagai "Pahlawan Nasional".

Peran Penting dalam Pendidikan Indonesia

Taman Siswa

Ia mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa atau Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa pada tahun 3 Juli 1922 di Jalan Tanjung Pakualam, Jogja. Ia juga membuka Taman Anak atau Taman Lare setingkat TK serta Mulo Kweekschool setingkat SMP dengan pendidikan guru.

Lantas setelah ditangani oleh pengurus kolektif kolegial yang disebut "Instituutraad" yang diperluas menjadi "Hoofdraad", ratusan Perguruan Tamansiswa tumbuh di mana-mana. Tumbuhnya ratusan Perguruan Tamansiswa ini dijiwai dengan semangat cinta tanah air dan keinginan mencerdaskan rakyat Indonesia.

Banyak anak-anak Indonesia dapat memperoleh pendidikan dengan baik berkat sekolah ini. Melalui itu, rakyat Indonesia dapat tetap memperoleh haknya untuk mendapatkan ilmu.

Kongres Perkumpulan Partai-Partai Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI)

Dalam kongres PPKI ini, Ki Hadjar Dewantara mengemukakan perlunya pengajaran nasional sebelum bangsa Indonesia mempunyai Pemerintahan Nasional sendiri. Lantas dari hasil kongres, saran tentang Pendidikan Nasional dan penyelenggaraan/pembinaan perguruan tersebut diterima.

Semboyan Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara menemukan istilah yang harus dipatuhi dan menjadi karakter di dunia pendidikan, yaitu Patrap Guru, atau tingkah laku guru yang menjadi panutan murid-murid dan masyarakat. Berikut semboyan Ki Hadjar Dewantara yang sering kita dengar:

  • Ing ngarsa sung tulada (di depan memberi contoh)
  • Ing madya mangun karsa (di tengah membangun cita-cita)
  • Tut wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya)

Demikian penjelasan tentang sejarah dari Hari Pendidikan Nasional yang setiap 2 Mei kita peringati. Semoga bermanfaat.

Artikel ini ditulis oleh Hanan Jamil peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

(apu/apu)

Hide Ads