Sejumlah orang yang terdiri dari seniman, lurah hingga relawan melakukan ziarah ke makam Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I, III, VII, VIII dan IX menjelang peringatan boyongan kedaton. Peringatan tersebut memiliki esensi menyuarakan pesan-pesan damai dan membangun demokrasi tanpa kekerasan.
"Hari ini kami warga Jogja, terdiri dari lurah, dukuh, pamong, seniman, budayawan, guru, mahasiswa, aktivis, relawan berziarah ke kompleks makam raja-raja Mataram di Imogiri, Bantul," kata Koordinator ziarah, Widihasto Wasana Putra kepada wartawan di Imogiri, Bantul, Jumat (3/10/2025).
Ziarah itu, lanjut Widihasto, dikhususkan ke makam Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I, dan III dan ke kompleks makam Saptorenggo yakni, di makam HB VII, VIII dan IX. Sedangkan tujuannya adalah mendoakan sekaligus meminta restu terkait peringatan boyongan kedaton yang jatuh pada hari Selasa (7/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga berziarah di makam raja-raja Imogiri jelang peringatan boyongan kedaton, Jumat (3/10/2025). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja |
"Kita juga mohon doa restu, karena hari Selasa pekan depan kami mengadakan peringatan boyongan kedaton," ujarnya.
Widihasto menjelaskan, peringatan boyongan kedaton merupakan peringatan sejarah pindahnya Sri Sultan HB I bersama keluarga dan pengiringnya dari Pesanggrahan Ambarketawang ke Keraton Jogja. Di mana peristiwa itu terjadi tanggal 7 Oktober 1756 atau 269 tahun yang lalu.
"Mengapa perlu napak tilas sejarah itu, karena banyak sekali nilai-nilai kejuangan yang sudah digali, sudah ditancapkan oleh para leluhur Mataram dalam membangun Nagari Ngayogyakarta yang pada periode berikutnya Jogja menjadi bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," ucapnya.
Sedangkan peringatan tersebut akan berlangsung di Titik Nol Kilometer Jogja. Menurut Widihasto, terdapat pesan moral dari peringatan tersebut khususnya untuk generasi saat ini.
"Pesan moralnya adalah bagaimana kami generasi sekarang itu supaya tidak lelah mencintai dan menjaga NKRI dengan semangat persatuan dan kesatuan," katanya.
Apalagi, saat ini kondisi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Sehingga Widihasto menilai perlunya menjaga semangat untuk menjaga dan mencintai NKRI.
"Dan saya kira itulah esensi dari peringatan boyongan kedaton untuk kita terus menyuarakan pesan-pesan damai, membangun demokrasi tanpa kekerasan," ujarnya.
(afn/dil)













































Komentar Terbanyak
Penjelasan Gus Elham soal Viral Video Cium Anak di Panggung
Polemik Dosen UGM Minta Naik Pangkat Berujung Dibebastugaskan
Geruduk Kantor PSSI, Ultras Garuda: Erick Thohir Out!