Pada masa kolonial Belanda, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi salah satu wilayah yang banyak memiliki pabrik gula. Pabrik-pabrik seperti Randugunting dan Tanjung Tirto dulu juga dilengkapi fasilitas pendukung seperti rumah sakit dan jalur lori untuk mengangkut hasil bumi.
Gejolak ekonomi global di awal abad ke-20 dan Agresi Militer Belanda II membuat satu per satu pabrik terpaksa tutup. Meninggalkan sedikit sisa fisik yang kini menjadi cagar budaya.
Jejak-jejak kejayaan ini, mulai dari bekas cerobong, fondasi, hingga bangunan yang dialihfungsikan menjadi sekolah atau kantor. Di Sleman, masih berdiri bangunan bekas klinik PG Randugunting yang menjadi salah satu penanda masa ketika Sleman sebagai salah satu sentra penghasil gula.
![]() |
Lokasinya berada di perbatasan dengan Klaten tepatnya di Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman. Sisa-sisa eks klinik PG Randugunting berupa tiga bangunan yang masih berdiri.
Bangunan itu berupa bangsal perawatan, kantor, dan rumah dinas mantri. Ketiga bangunan itu kini telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.
"Cagar budaya bangunan eks klinik Pabrik Gula Randugunting ditetapkan pada 27 September 2021 dengan SK Bupati nomor 79.21/Kep.KDH/A/202. Kondisi saat ini dimanfaatkan Padukuhan Tamanan bersama dengan RS Bethesda," kata Kepala Bidang Warisan Budaya di Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman, Esti Listiyowati, saat dihubungi detikJogja, Kamis (2/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bangsal perawatan terletak di sebelah timur, dengan bentuk bangunan memanjang dan memiliki atap berbentuk limasan. Bangunan ini dilengkapi dengan beranda keliling dan pada bagian depan terdapat pondasi bekas atap kuncung. Kondisi bangsal sudah tampak tak terawat. Beberapa kaca pecah dan ada pintu yang sudah tanggal.
Berderet dengan bangunan bangsal dan dipisahkan oleh aliran irigasi, terdapat satu bangunan yang difungsikan sebagai kantor. Cat krem kusam menjadi warna dominan di bangunan itu. Sementara di barat bangunan kantor terdapat rumah dinas mantri. Saat ini rumah dinas mantri tersebut dimanfaatkan untuk angkringan.
Di dalam kompleks bangunan, terdapat lahan yang kemudian dimanfaatkan warga untuk kebun tanaman obat dan peternakan. Esti bilang, cagar budaya itu kemudian diserahkan ke RS Bethesda untuk merawat.
"Kondisi saat ini dimanfaatkan Padukuhan Tamanan bersama dengan RS Bethesda. Kemudian Pak Dukuh (Tamanan) memanfaatkan lahan sekitar cagar budaya untuk pertanian dan ternak ayam," ujar dia.
RS Bethesda dan klinik PG Randugunting memang memiliki keterkaitan. Semua berawal sekitar pada abad 20. Kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru. Di Jogja, klinik ini menjadi yang pertama berdiri.
"Di Yogyakarta, Koloniale Bank membangun klinik untuk karyawan pribumi di dekat PG Randugunting pada tahun 1910. PG Randugunting adalah pabrik gula pertama di Yogyakarta yang memiliki fasilitas kesehatan tersebut," ujar Esti.
Dalam perkembangannya, klinik itu tak hanya untuk karyawan PG Randugunting. Masyarakat sekitar yang membutuhkan pengobatan juga bisa datang ke klinik tersebut.
Seiring berjalannya waktu dan akibat krisis ekonomi yang mendera pada tahun 1930-an, klinik di Randugunting itu selanjutnya diserahkan kepada Rumah Sakit Petronella yang saat ini menjadi RS Bethesda.
"Klinik di Randugunting itu akhirnya menjadi bagian dari rumah sakit pembantu milik Petronella yang dibuka di berbagai penjuru Yogyakarta untuk menjangkau lebih banyak pasien," jelas dia.
Hingga saat ini, lanjut Esti, bangunan eks klinik PG Randugunting masih terus dimanfaatkan. Terutama sebagai salah satu tujuan wisata sejarah.
"Saat ini menjadi tempat kunjungan belajar bagi karyawan atau pegawai yang akan pensiun. Kemudian juga untuk kunjungan wisata, seperti dari turis Italia yang berkunjung," kata dia.
(dil/alg)
Komentar Terbanyak
Aktivis Jogja Muhammad Fakhrurrazi alias Paul Ditangkap Polda Jatim
Istri Diplomat Arya Daru Muncul ke Publik, Serukan Ini ke Presiden dan Kapolri
Sentil MBG, Sultan HB X Cerita Pengalaman Dapur Umum Erupsi Merapi