Kenalan Sama Komunitas Musisi Jalanan di Jogja, Ternyata Ada Seleksinya Lho!

Kenalan Sama Komunitas Musisi Jalanan di Jogja, Ternyata Ada Seleksinya Lho!

Adji G Rinepta - detikJogja
Minggu, 16 Mar 2025 16:35 WIB
Anggota JAM tengah beraksi di simpang Gondomanan, Kota Jogja, Jumat (14/3/2025) malam.
Anggota JAM tengah beraksi di simpang Gondomanan, Kota Jogja, Jumat (14/3/2025) malam. Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Di Jogja sering dijumpai musisi jalanan menggunakan pengeras suara atau sound system yang mangkal di simpang-simpang jalan. Ternyata, kebanyakan dari mereka berada dalam satu komunitas bernama Jogja Akustik Manajemen (JAM).

Salah satu pengurus JAM, Agung, mengatakan komunitas ini pertama terbentuk sekitar lima tahun lalu.

"Pertama ngamen pakai sound ya ini. Dulu (diawali) lima tim, sekarang alhamdulillah saat ini ada 32 tim. Satu tim ada yang 3 (orang) ada yang 2 (orang)," jelas Agung saat dijumpai detikJogja di simpang Gondomanan Kota Jogja, Jumat (14/3/2025) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agung mengatakan JAM tidak pernah membuka perekrutan anggota. Namun, jika ada yang ingin bergabung, ada proses seleksi yang harus dilalui. Meski begitu, Agung tak memerinci tahapan seleksi itu.

"Kita ndak pernah merekrut, cuma banyak yang DM (mengirim pesan lewat media sosial) mau gabung. Cuma kita seleksi juga, nggak asal. Kalau nanti asal kasihan pengendara juga," ujar Agung.

ADVERTISEMENT

"Dari manajemen juga ada aturannya, harus pakai sepatu, rapi. Ada seragam juga, setiap hari Senin, Rabu, Jumat, pakai seragam. Kalau ada ambulans kita harus berhenti, nggak boleh minum miras pas lagi perform, dan ndak boleh memaksa pengendara harus memberi," imbuhnya.

Agung melanjutkan anggota komunitas bisa menggunakan piranti ngamen seperti alat musik, sound, hingga aki. Piranti itu diadakan secara swadaya oleh anggota komunitas. Setiap selesai ngamen, anggota diwajibkan mengisi kas Rp 5 ribu.

"(Kebutuhan piranti ngamen) Kita saling membantu aja," ujar Agung.

Sedangkan untuk jam mengamen, menurut Agung terbilang fleksibel, namun di beberapa lokasi tidak diperkenankan ngamen sampai malam hari.

"(Pendapatan) Biasanya ya rata-rata Rp 100 ribu, paling apes kalau hujan, udah bubar kalau hujan. Kita ada kas, Rp 5 ribu per hari," urai Agung.

"Rata-rata sampai jam 22.00 WIB, dan hanya di beberapa titik aja yang boleh sampai malam. Kayak di sini (Gondomanan) boleh sampai malam," sambungnya.

Ada Rolling Lokasi Ngamen

Terpisah, salah satu anggota JAM yang mangkal di simpang Pingit, Jetis, Kota Jogja, Fadli mengatakan JAM membuat jadwal tempat mangkal untuk anggotanya setiap hari. Setiap harinya lokasi ngamen anggota JAM akan di-rolling, mereka akan mangkal di tempat yang berbeda-beda.

"Itu kan ada jadwal, nanti digilir, ini kan sekarang saya main di sini, besok di Ngipik, jadi tiap hari muter, biar pengendara ndak bosen juga," ujar Fadli kepada detikJogja di tempatnya mangkal, Jumat (14/3) malam.

"Kadang berdua, kadang bertiga, tergantung titiknya, kayak Limaran itu harus bertiga. Nanti dibagi (penghasilan), nanti ada kas ada nabung, ada kumpulan wajib 2-3 bulan sekali," lanjut Fadli.

Fadli mengatakan, JAM sudah punya titik mangkal reguler di kota Jogja, meski ia tak membeberkan di mana saja posisinya. Namun menurutnya para anggota JAM juga harus berbagi tempat dengan pengamen lain di luar JAM.

"Kan ada 30-an tim, nanti (tiap tim) itu dapat (jatah mangkal) di (simpang) Limaran sekali, kan ada titik-titik reguler kan, dapatnya sekali-sekali," papar Agung.

"Ada juga yang di luar komunitas, (contohnya) di Ngabean itu (JAM dapat jatah) yang malam. Kalau siang angklung, kan beda (komunitas), di sana ada sound juga kalau pagi tapi bukan JAM. Gantian kalau di sana," pungkasnya.




(dil/ams)

Hide Ads