8 Dongeng si Kancil, Cerita Pendek yang Penuh Pesan Moral

8 Dongeng si Kancil, Cerita Pendek yang Penuh Pesan Moral

Nur Umar Akashi - detikJogja
Selasa, 21 Jan 2025 19:21 WIB
Ilustrasi dongeng si Kancil
Ilustrasi dongeng si Kancil. (Foto: Freepik/brgfx)
Jogja -

Kancil adalah salah satu tokoh utama dalam dunia perdongengan yang telah begitu melegenda. Bahkan, tokoh satu ini muncul dalam berbagai cerita dongeng, lho! Nah, berikut ini beberapa dongeng si kancil yang penuh pesan moral.

Dirujuk dari buku Bahasa Indonesia oleh Agus Trianto, dongeng adalah cerita sederhana yang tidak benar-benar terjadi. Secara garis besar, dongeng punya dua fungsi utama, yakni sebagai hiburan dan alat penyampai ajaran moral.

Biasanya, orang tua akan membacakan dongeng sebelum anaknya tidur. Selain mengantarkan tidur, tradisi membaca dongeng sebelum tidur akan membuat sang anak mendapat banyak pembelajaran. Mulai dari mendapat nilai-nilai moral, menambah perbendaharaan kata, sampai menumbuhkan imajinasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada banyak cerita dongeng yang bisa dibawakan menjelang waktu tidur si kecil. Salah satunya yang populer adalah dongeng dengan tokoh utama kancil. Ternyata, dongeng dengan tokoh utama kancil pun ada banyak. Baca beberapa di antaranya di bawah ini, yuk!

Kumpulan Dongeng si Kancil

Diambil dari buku Kisah Petualangan Seru Kancil dan Teman-Temannya oleh Desi Nurul Anggraini dkk, buku Kalah Oleh si Cerdik karya Atisah, buku Kisah Petualangan si Cerdik Kancil oleh Atisah dkk, buku Dongeng Favorit si Kancil oleh Astri Damayanti, buku Dongeng Lengkap Kancil tulisan Kak Thifa, dan buku Dongeng si Kancil dan Hewan-Hewan Belantara oleh Fatiharifah dan Nia Yustisia, di bawah ini 8 dongeng si kancil yang penuh pesan moral:

ADVERTISEMENT

Dongeng si Kancil #1: Kancil dan Buaya

Pada suatu hutan, terdapat seekor Kancil yang tinggal di hutan tersebut. Seperti hari biasanya Kancil pergi mencari makan di dalam hutan. Dia menyeberangi sungai pada saat berangkat.

Setelah Kancil merasa kenyang, dia pulang ke rumah. Namun, tiba-tiba turun hujan lebat ketika kancil sudah dekat sungai. Risaulah hati Kancil karena tidak bisa melewati sungai yang banjir dan derasnya air sungai itu. Tidak jauh dari tepi sungai ada seekor buaya. Kancil mencari ide.

"Buaya, apakah kamu bisa membantuku menyeberangi sungai ini?" kata kancil kepada buaya.

Buaya menjawab, "Jikalau nanti aku membantumu menyeberangi sungai ini maka kamu menganggap aku apa?"

"Kita akan menjadi sahabat sehati sejiwa. Aku akan membantumu kalau susah nanti di masa depan," kata Kancil.

Buaya kemudian mempertimbangkan perkataan kancil. Buaya kembali bertanya, "Jikalau nanti aku membantumu menyeberangi sungai ini maka kamu menganggap aku apa?"

"Sahabat sehati sejiwa, Buaya," Kancil memberikan jawaban yang sama seperti sebelumnya.

Yakinlah Buaya dengan perkataan Kancil dan dia menyuruh Kancil untuk naik ke atas punggungnya. Buaya mulai berenang meninggalkan tepi sungai. Buaya kembali bertanya.

"Apa hubungan kita?"

"Sahabat sehati sejiwa," kata Kancil.

Buaya terus berenang hingga mereka sampai ditengah-tengah sungai, Buaya bertanya lagi.

"Apa hubungan kita?"

"Sahabat sehati sejiwa," jawaban Kancil tidak berubah.

Buaya sangat senang mendengar jawaban Kancil, karena Kancil konsisten dengan jawabannya bahwa mereka tetap sahabat sehati sejiwa. Mereka sudah mau sampai tepi sungai, hanya dengan sekali loncatan lagi mereka sudah sampai di tepi sungai.

Buaya kembali bertanya, "Apa Hubungan kita?"

"Sahabat bohongan," kata Kancil sambil bergegas meloncat ke tepi sungai dan berlari pergi.

Buaya sangat marah karena sudah ditipu oleh Kancil dan Buaya dendam kepada Kancil, "Baiklah kancil, aku akan mengingat bahwa kamu pernah membohongiku. Namun ingat ada berbagai macam kesulitan dan kesukaran di depanmu. Jika kita berumur panjang maka kita akan berjumpa lagi."

Dongeng si Kancil #2: Kancil dan Siput Lomba Lari

Suatu hari kancil bertemu dengan siput di pinggir kali. Melihat siput merangkak dengan lambatnya, sang kancil dengan sombong dan angkuhnya berkata, "Hai Siput, beranikah kamu beradu lomba denganku?"

Ajakan itu terasa mengejek Siput. Siput berpikir sebentar, lalu menjawab, "Baiklah, aku terima ajakanmu dan jangan malu kalau nanti kamu sendiri yang kalah."

"Tidak bisa. Masa jago lari sedunia mau dikalahkan olehmu Siput, binatang perangkak kelas wahid di dunia," ejek Kancil.

"Baiklah, ayo cepat kita tentukan harinya!" kata Kancil.

"Bagaimana kalau hari Minggu besok, agar banyak yang menonton," kata Siput.

"Oke aku setuju," jawab Kancil.

Sambil menunggu hari yang telah ditentukan itu, Siput mengatur taktik. Segera dia kumpulkan bangsa Siput sebanyak-banyaknya. Dalam pertemuan itu, Siput membakar semangat kawan-kawannya, mereka sangat girang dan ingin mempermalukan Kancil di hadapan umum.

Dalam musyawarah itu, disepakatilah dengan suara bulat bahwa dalam lomba nanti di setiap Siput ditugasi berdiri di antara rerumputan di pinggir kali.

Diaturlah tempat mereka masing masing. Bila Kancil memanggil, maka Siput yang di depannya itu yang menjawab. Begitu seterusnya.

Sampailah saat yang ditunggu-tunggu itu. Penonton pun sangat penuh menyaksikan perlombaan itu. Para penonton berdatangan dari semua penjuru hutan.

Kancil mulai bersiap di garis start. Pemimpin lomba mengangkat bendera, tanda lomba akan segera dimulai. Kancil berlari sangat cepatnya. Semua tenaga dikeluarkannya.

Tepuk tangan penonton pun menggema memberi semangat pada Kancil. Setelah lari sekian kilometer, berhentilah Kancil. Dengan napas terengah-engah dia memanggil.

"Siput!" seru Kancil.

Siput yang berada di depannya menjawab, "Ya, aku di sini."

Karena tahu Siput telah ada di depannya, Kancil pun kembali lari sangat cepat sampai tidak ada lagi tenaga yang tersisa. Kemudian dia pun kembali memanggil.

"Siput!" teriak Kancil lagi.

Siput yang di depannya menjawab, "Ya, aku di sini."

Berkali-kali selalu begitu. Sampai akhirnya Kancil lunglai dan tak dapat berlari lagi. Menyerahlah sang Kancil dan mengakui kekalahannya. Penonton terbengong-bengong.

Siput menyambut kemenangan itu dengan senyuman saja. Tidak ada loncatan kegirangan seperti pada umumnya pemenang lomba.

Dongeng si Kancil #3: Kancil dan Kerbau Bermain Petak Umpet

Pada suatu hari seekor Kancil bertemu dengan kerbau. Pada kesempatan itu pula si Kancil mengajak Kerbau untuk bermain petak umpet di dekat pematang sawah.

Lalu Si Kancil berkata "Hai Kerbau apa kabarmu?"

Jawab si kerbau, "Saya baik-Β­baik saja, bagaimana denganmu?"

"Saya juga baik-Β­baik saja, bagaimana kalau pertemuan ini kita rayakan dengan sebuah permainan petak umpet?" jawab Si kancil.

"Ya... kalau saya setuju saja." Jawab Si Kerbau.

"Kau akan pasti kalah karena badanmu lebih besar dari badanku," hardik si Kancil.

"Ayo kita lihat saja nanti. Sekarang kamu yang lebih dulu untuk bersembunyi," jawab si Kerbau.

Kancil mulai mencari tempat persembunyian, Kancil berlari-lari sampailah ia di bawah sebatang pohon. Kancil mulai mengendap-endapkan dirinya. Ketika itu dedaunan berguguran sehingga menutupi badan si Kancil. Si Kerbau pun mulai mencari si Kancil.

"Hai Kancil di mana kau?" sambil berlari kesana kemari, namun si Kancil tidak dapat ditemukannya.

Si Kerbau menginjak-Β­injak rerumputan dan melompatΒ­-lompat hampir saja si Kancil terinjak oleh si Kerbau tapi ia tidak menemukannya. Si Kancil sudah tak sanggup lagi bersembunyi lebih lama.

Akhirnya si Kancil keluar dari persembunyiannya dan melompat ke arah teriakan Kerbau. Lalu ia berkata, "Kerbau aku mengaku kalah aku tak sanggup lagi bertahan lebih lama. Kali ini aku mengaku kalah. Sekarang giliranmu untuk bersembunyi. Ayolah Kerbau bersembunyilah," kata Si Kancil.

Kerbau pun mulai bergegas meninggalkan Kancil untuk mencari tempat persembunyian. Kerbau mencari tempat yang aman, tiba-tiba Kerbau menemukan gubuk yang terbakar.

Kerbau segera menelentangkan dirinya dengan meluruskan keempat kakinya ke arah atas. Ketika itu pula Kancil mulai mencari Kerbau berlari-Β­lari berputar mengelilingi rerumputan namun tak menemukan Kerbau.

Tiba-Β­tiba Kancil melihat gubuk yang terbakar itu. Kancil menghampirinya dan mendekatinya. Lalu meraba-Β­raba tiang itu.

Dalam hati Kancil berkata, "Tiang ini kok ada bulunya. Persis seperti kaki Kerbau. Ah, barangkali tidak."

Kancil meninggalkan gubuk itu dan terusΒ­-menerus mencari Kerbau namun tak ditemukan juga. Kancil kembali ke gubuk itu lagi dan memperhatikan dengan secara seksama, tetap sama saja.

Akhirnya Kancil merasa jenuh dan berteriak memanggil, "Kerbau... Kerbau... Kerbau. Keluarlah kau. Aku mengaku kalah. Keluarlah. Aku tak mampu untuk mencarimu lagi."

Mendengar teriakan Kancil Kerbau pun keluar dari persembunyiannya dan menghampiri Kancil, "Ha... Ha... Ha... bagaimana Kancil siapa di antara kita yang menang?"

"Ya... Kerbau, aku merasa malu karena aku kalah darimu," jawab si Kancil.

Mulai saat itu, si Kancil berjanji tidak akan sombong lagi kepada si Kerbau.

Dongeng si Kancil #4: Seekor Kancil yang Selalu Ingat Tuhan

Hutan lebat dan rumput menghijau telah berubah menjadi hutan yang gundul dan gersang. Daun jati, daun karet, dan daun pohon-pohon lain yang ada di hutan itu telah gugur.

Rumput-rumput pun telah mengering, semuanya berwarna kecoklatan. Tak ketinggalan pohon-pohon di pinggir sungai, semuanya layu. Kemarau yang panjang telah tiba. Sawah dan sungai pun kering kerontang.

Seekor kancil jantan yang tanduknya baru keluar, menandakan dia baru saja tumbuh dewasa, sangat kehausan. Bibirnya pecah-pecah. Ia telah berlari ke sana kemari mencari sumber air, tapi setetes pun tak didapatkannya.

Kancil jantan itu sangat sedih dan tubuhnya sudah lemas. Ia duduk sujud seperti manusia memuja Tuhan. Hatinya menjerit meminta pertolongan kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

"Ya Allah yang Maha Agung, hamba mohon pertolonganmu. Hamba kehausan dan kelaparan. Berilah hambamu ini sedikit air dan rumput."

Setelah sujud, ia duduk lalu melihat-lihat ke kiri ke kanan, ke depan dan ke belakang. Ajaib, dari arah depan ia melihat gerombolan pepohonan yang agak kehijauan di sebuah bukit. Kancil berlari ke tempat itu.

Tempat itu ternyata cukup jauh. Ia melewati kebun ilalang yang baru saja dibakar orang sampai badan kancil itu kotor terkena debu. Namun, ia tidak mempedulikannya. Keinginannya hanya satu, yaitu ingin cepat minum.

Kancil sampai ke sebuah bukit. Pohon-pohon dan rerumputan di bukit itu ternyata masih subur. "Ohhh! Sumber airkah itu?" kata kancil bicara sendiri. Ia kemudian mencermati keadaan sekelilingnya. Ternyata ada aliran air yang bening, mengalir ke sebuah cekungan. Sementara itu, tanaman dan rumput di pinggir cekungan air itu pun warnanya hijau.

"Terima kasih Tuhan, doa hamba dikabulkan," kata kancil. Ia tidak buru-buru minum dan makan. Namun, sujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Setelah itu, ia baru minum pelan-pelan.

Ternyata di belakang kancil ada seekor serigala yang tengah memburunya. Kancil tidak menyadari keadaan itu. Serigala sendiri ragu-ragu karena badan kancil yang belang-belang kotor itu seperti anak harimau. Sementara, kepalanya seperti kepala kancil. Jadi, serigala itu hanya mengawas-awasi saja.

Yang berbuat seperti itu ternyata tidak hanya serigala, juga seekor Macan Tutul tengah mengintip di atas sebuah pohon. Kancil tenang-tenang saja karena tidak mengetahui dirinya dijadikan rebutan dua binatang pemangsa.

Macan Tutul dari atas dahan meloncat ke hadapan kancil. Ia takut keduluan Serigala.

"Macan Tutul, jangan ganggu buruanku!"

"Enak saja. Ini jatahku, tahu?"

Serigala marah kepada macan tutul. Sebaliknya, macan tutul juga marah karena merasa terganggu.

"Celaka!" kata kancil sambil mengelus dadanya. Kancil sangat kaget di hadapannya ada dua hewan pemangsa yang memperebutkan dirinya.

Ia sangat takut karena melawan seekor binatang pemangsa saja tidak berdaya. Apalagi, jika harus melawan dua binatang sekaligus. Dalam ketakutannya, Kancil sujud dan berdoa kepada penciptanya.

"Ya Allah, Yang Maha Baik. Allah Yang Maha Sempurna. Allah Yang Maha Abadi. Allah Yang Maha Asih. Allah Yang Maha Tahu. Allah Yang Ada di mana-mana. Allah Yang Maha Kuasa. Hamba tiada daya dan upaya mohon diselamatkan oleh-Mu dari bahaya serigala dan macan tutul yang akan memangsa hamba."

Setelah berdoa, ia merasa mempunyai kekuatan. Kancil membentak kedua binatang yang tengah bertengkar itu.

"Serigala dan macan tutul! Selamat datang. Kalian pasti haus dan lapar. Mari kita minum. Air ini berasal dari Allah untuk kita minum."

Serigala dan macan tutul berhenti bertengkar. Mereka kaget mendengar suara kancil yang kencang dan penuh keberanian.

"Benar katamu. Aku ingin minum dan ingin makan. Untuk minum ada air. Untuk makan ada kamu. Kamu juga sama untuk minum ada air untuk makan ada rumput," kata macan tutul.

"Kancil, kamu bukan jatah macan tutul, tapi untukku. Aku yang sudah mengikutimu sejak lama."

"Bukan, kamu bukan jatah serigala. Tapi, jatahku. Aku yang punya hak sebab aku yang mengawasi dan mengikuti gerak-gerik kalian."

"Heh, kalian! kenapa ngomongnya ngawur. Apa kalian tidak tahu, siapa aku? Kepalaku memang kancil, tap badanku macan lodaya. Jadi, kesukaanku bukan hanya rumput, juga daging serigala. Tandukku sakti.

"Siapa yang tubruk, langsung mati dan dagingnya kupakai sarapan. Tidak menemukan serigala, makan rumput pun jadi. Tidak menemukan rumput, makan macan tutul pun tak apa-apa."

Macan tutul dan serigala terkejut mendengar kata-kata kancil. Malahan serigala merasa agak takut.

"Sekarang aku tak akan makan daging sebab ada rumput. Silakan serigala untuk macan Tutul sebab macan tutul tak mau makan rumput atau sebaliknya, macan tutul untuk serigala. Kalau tidak habis, aku dibagi supaya kenyang. Makan daging sebagai pencuci mulut,'kan enak'."

Kancil lalu minum sekenyangnya, kemudian makan rumput, dan pura-pura tidak punya rasa takut kepada kedua binatang pemangsa itu. Sementara itu, serigala dan macan tutul berkelahi. Mereka saling menggigit, saling mencakar, dan saling membanting. Siapa yang kalah dagingnya akan dimakan.

Sesudah kenyang kancil kabur menyelamatkan diri. Sambil tidak lupa berterima kasih kepada Allah pencipta alam.

"Ya Allah, Yang Maha Penyayang. Ya Allah, Yang Maha Bijaksana. Terima kasih atas kasih sayang-Mu. Terima kasih. Hamba telah terlepas dari marabahaya"

Begitulah doa kancil sambil mencium tanah, seperti orang yang tengah bersujud. Sementara itu, serigala yang bertengkar dengan macan tutul telah berhenti. Serigala jadi pincang dan buta dianiaya macan tutul, kemudian ia melarikan diri. Macan Tutul pahanya sempal digigit serigala.

Dongeng si Kancil #5: Kancil dan Ikat Pinggang Raja

Di pagi hari yang cerah ketika Kancil sedang asyik tertidur. Tiba-Tiba dia dikagetkan oleh suara keras.

"Akhirnya aku bisa makan kali ini. Jangan lari kau, Cil!" tiba-tiba sebuah suara diikuti erangan mengerikan muncul di belakang Kancil. Ternyata itu suara Harimau yang telah berdiri di belakang Kancil, siap untuk memangsanya.

"Sebentar... sebentar... sabar dulu, teman. Kamu lihat aku yang kecil dan kurus kering begini pastilah tidak enak untuk dimakan," dengan sabar Kancil menenangkan Harimau yang merasa kesal itu.

"Terus apa maksudmu? Kamu mau menipuku lagi?" tanya Harimau curiga.

"Oh... tidak. Bukan begitu maksudku. Tapi boleh aku minta satu permintaan sebelum kamu me- makanku. Aku ingin makan dulu sebentar. Kalau aku kenyang dagingku pasti lebih enak," bujuk Kancil terus mengulur waktu sambil berpikir bagaimana caranya bisa meloloskan diri dari ancaman Harimau berbahaya ini.

"Baiklah, Aku beri kamu kesempatan. Silakan kamu cari makanan di sekitar sini saja. Aku mengawasi agar kamu tidak lari," ucap Harimau akhirnya mengalah meski sebenarnya ia sudah sangat lapar.

Kancil lalu mencoba mencari umbi-umbian di sekitar tempat itu. Namun langkahnya terhenti ketika melihat seekor ular besar tengah tidur melingkar di bawah semak-semak belukar. Ular itu sepertinya tidak tahu dengan keributan yang baru saja terjadi.

Kancil lalu duduk dengan tenang di dekat ular itu. Harimau jadi marah melihatnya. Bukannya mencari makanan seperti permintaannya tadi, Kancil malah duduk-duduk santai dengan malas- nya. Dengan marah Harimau mendekati Kancil.

"Hai, Cil! Bagaimana sih, kamu? Bukannya tadi minta makan? Sudah kuizinkan, malah duduk- duduk di sini," bentak Harimau.

"Ssst... sabar sahabatku. Dan tolong jangan berisik karena aku baru saja menemukan Sabuk Raja yang maha sakti itu," timpal Kancil.

la menunjuk ke arah ular besar yang tengah melingkar tidak jauh dari tempatnya duduk.

"Hei! Aku itu tidak bodoh, Cil! Ini 'kan ular, bukan sabuk," seru Harimau semakin emosi.

"Itu sabuk tapi yang terbuat dari kulit ular. Konon siapa saja yang memakainya, ia akan menjadi penguasa binatang di muka bumi ini. Kamu tidak tertarik menjadi rajanya hewan?" jelas Kancil meyakinkan.

Terus bagaimana cara memakainya?" tanya Harimau tidak sabar.

"Oh, gampang itu. Kamu tinggal pakai saja dengan melingkarkan sabuk itu di perutmu," jawab Kancil.

"Benarkah yang kau ucapkan itu, Cil? Terus bolehkah saya memakai sabuk ini?" tanya Harimau mulai tertarik dengan penjelasan Kancil.

"Nanti dulu, saya tanyakan Raja dulu." Kancil menjawab, "Nanti kalau diizinkan, saya akan menjeritkan 'Pakailah."

Kemudian kancil pergi dan tak lama kemudian dari kejauhan kancil menjerit, "Pakailah." Harimau lalu meraih ular besar yang sedang tidur itu untuk dijadikan sabuk di perutnya.

Ular besar itu menjadi marah karena tidurnya terganggu. Tubuhnya langsung melilit Harimau. Ular dan Harimau bertarung seru.

Harimau akhirnya sadar kalau dia baru saja ditipu Kancil. Tapi nasi sudah menjadi bubur. la berusaha sekuat tenaga melawan ular. Dengan susah payah, Harimau akhirnya bisa meloloskan diri dari lilitan ular. Meski ia juga menderita luka akibat gigitan ular di sekujur tubuhnya.

Dongeng si Kancil #6: Tertangkap Pak Tani

Berita tertangkapnya si kancil karena mencuri mentimun telah tersebar luas di penjuru hutan. Saat itu, tak ada seekor hewan pun yang tidak membicarakannya. Ada yang senang, tetapi banyak juga yang merasa iba.

"Biar tahu rasa. Semoga kancil kapok dan tidak menipu kita lagi," kata si monyet yang sejak dulu sering mendapat pelajaran dari si kancil karena suka usil pada hewan lain yang lebihemah.

Berbeda dengan burung parkit yang sering dibawakan makanan oleh kancil. Burung periang itu justru merasa iba atas peristiwa itu. "Semoga Pak Tani berbaik hati mau melepaskan kancil," doa parkit.

"Jangan.... Jangan dilepaskan! Biar saja ia dikurung selamanya. Kalau kembali ke hutan ini, si licik itu pasti akan membuat keonaran lagi!" seru si monyet.

Sementara itu, di dalam kandang sempit berjeruji besi, si kancil terlihat gelisah. la berjalan mondar-mandir. Kandang itu begitu kokoh dengan gembok besi yang besar. Anak kuncinya tergantung di kalung seekor anjing penjaga milik Pak Tani. Pawon, nama anjing itu, dipercaya Pak Tani untuk menjaga si kancil.

"Kau harus menjaganya, Pawon. Nanti malam kita akan berpesta dengannya," kata Pak Tani kepada si Pawon saat memasukkan kancil ke kandang.

Kancil yang cerdik tertangkap di sebuah jebakan yang tidak disangkanya. Kancil memang mengambil mentimun di ladang Pak Tani. Namun, ia lakukan itu karena sayuran yang ada di dekat rumahnya mati akibat musim kering yang luar biasa.

Dia telah berusaha mencari makanan ke sana-sini, tetapi semua sama, mati akibat kekeringan. Lalu, sampailah si kancil di kebun Pak Tani yang luas. Tampaklah di sana buah mentimun yang ranum dan segar.

Perutnya yang telah kelaparan tak bisa ditahan. Hatinya gelisah. Seumur hidupnya dia tak pernah mencuri milik orang lain. Bahkan, biasanya ia membantu kawan-kawannya yang makanannya diambil hewan lain yang lebih kuat. Saat itu, dia tak melihat Pak Tani di sana.

"Daripada mati kelaparan, lebih baik aku mengambil beberapa buah untuk dimakan. Toh, jumlahnya tidak banyak dan pasti tidak merugikan pemiliknya," gumam si kancil menenangkan hatinya.

Begitulah awalnya. Kancil merasa perbuatannya tidak merugikan. Namun, tanpa disangka, Pak Tani kaget karena melihat jumlah mentimunnya berkurang banyak dari yang dibayangkan.

"Dasar pencuri jahat. Hasil panenku jadi berkurang. Ini tidak boleh dibiarkan. Aku harus memberi pelajaran agar dia tidak mengulangi perbuatannya!" seru Pak Tani geram.

Setelah berpikir, Pak Tani mulai merancang sebuah jebakan. la mengumpulkan alang-alang kering, mengikatnya menjadi satu, dan membentuknya menjadi sebuah boneka. Tidak lupa pula untuk melukis mata, hidung, dan mulut agar tampak seperti manusia.

Boneka alang-alang itu diberi topi dan penyangga kayu, kemudian ditancapkan di ladang. Jika tertiup angin, tubuh orang-orangan akan bergerak layaknya manusia. Agar pencurinya dapat ditangkap hidup-hidup, Pak Tani tidak lupa melumuri seluruh tubuh boneka itu dengan getah nangka.

Apakah kalian tahu bahwa getah nangka sangat lengket? Siapa pun yang menyentuhnya, pasti akan sulit melepaskan diri.

Dugaan Pak Tani ternyata benar. Si kancil datang kembali ke kebun itu. Kondisi hutan yang masih kekeringan membuat kancil datang lagi ke tempat itu untuk bertahan hidup.

Namun, kali ini ia tidak berniat mencuri, la akan menemui Pak Tani dan meminta izin kepadanya. Kancil berharap Pak Tani mau memberikan mentimun secukupnya.

Sesampai di dekat kebun, si kancil agak kaget melihat boneka besar yang dikiranya Pak Tani.

"Aha, itu pasti Pak Tani!" seru si kancil tertahan.

Belum jauh melangkah, kancil memutuskan berhenti. Dia jadi ragu, apakah Pak Tani akan memberikan izin atau malah menangkap dirinya karena telah mengambil mentimun tanpa izin. Apalagi, dia telah mendengar bahwa Pak Tani memiliki sifat pelit dan tak kenal belas kasihan.

"Kalau ditangkap, aku pasti akan disembelih dan dijadikan makan malamnya," pikir kancil.

Kancil pun diam cukup lama untuk mempertimbangkan hal mana yang akan dia pilih. Pilihan pertama, pergi menemui Pak Tani untuk minta izin. Yang kedua, yaitu kembali mengambil mentimun tanpa sepengetahuan Pak Tani alias mencuri.

Saat termenung lama di tempat itu, mata si kancil terus memperhatikan boneka besar yang berdiri di tengah kebun. Saat angin berembus cukup kencang, tubuh yang mirip manusia itu pun bergerak ke kiri dan ke kanan. Si kancil terkesiap dan hampir lari untuk bersembunyi. Dia mengira Pak Tani telah melihat dan akan menangkapnya.

"Aku harus menemuinya. Aku tidak mau mencuri lagi. Akan aku akui kalau perbuatan kemarin memang salah. Seandainya Pak Tani memberiku hukuman, aku akan menerimanya dengan lapang dada. Ya, berani berbuat, berani bertanggung jawab," kancil berbicara pada dirinya sendiri.

Kancil pun akhirnya memantapkan hati untuk menemui Pak Tani. Dia pun pelan-pelan keluar dari persembunyian. Langkah kakinya diayunkan pelan-pelan agar Pak Tani tidak kaget. Begitu sampai di dekat boneka alang-alang yang dikira Pak Tani itu, si kancil langsung mengunjuk salam.

"Selamat pagi, Pak Tani," ujar kancil dengan penuh hormat..

Seruan si kancil tidak bersambut. la pun mengulanginya lagi dengan suara yang lebih keras dengan nada yang dipanjangkan.

"Seelaamaat paagiii, Paak Taanii!!!"

Tetap tidak ada jawaban.

Setelah jarak dengan boneka itu sangat dekat, kancil baru sadar bahwa yang ia temui itu adalah boneka alang-alang, bukan Pak Tani.

"Dugaanku benar. Pak Tani telah sadar bahwa mentimunnya dicuri. Dia membuat ini untuk menakut-nakuti siapa saja yang akan masuk ke kebunnya," akal kancil mulai bekerja. "Boneka ini bagus sekali. Mirip dengan manusia. Kalau tidak melihat dari jarak dekat, aku juga tidak sadar kalau ini hanya sebuah boneka."

Tanpa disadari, kancil terus mendekati boneka itu dan berusaha untuk menyentuhnya. Akibatnya, tangan dan kaki kancil tertempel di tubuh boneka itu. Kancil pun berusaha melepaskan diri.

Namun, semua usahanya sia-sia. Semakin banyak bergerak, semakin banyak bagian tubuhnya yang menempel dengan boneka itu. Kancil menjadi panik.

"Huh, ternyata Pak Tani memang berniat menangkap pencurinya. Kalau sudah begini, dia pasti mengira aku akan mencuri mentimunnya lagi."

Karena boneka itu bergerak tidak seperti biasanya, Pak Tani-pun datang mendekat. Dia sudah yakin bahwa jebakannya berhasil.

"Akhirnya tertangkap juga siapa pelaku pencurian di kebun ini!" seru Pak Tani dengan wajah girang.

"Aku datang bukan untuk mencuri. Aku ingin meminta maaf atas perbuatan kemarin. Aku siap dihukum, tetapi jangan dibunuh. Biarlah aku bekerja di ladang ini," iba si kancil pada Pak Tani.

"Pencuri itu tidak ada yang mau mengaku. Sudahlah, lebih baik kau kubawa ke rumah untuk santap malamku," ujar Pak Tani tanpa mengindahkan raungan sedih si kancil.

Dibawalah si kancil menuju rumah dan dimasukkan ke dalam jeruji besi yang sangat kuat. Setelah itu, Pak Tani mulai mengasah pisau sebagai persiapan untuk pesta daging kancil nanti malam.

"Susah juga ternyata untuk berniat baik. Kalau begini akhirnya, aku harus menggunakan akalku agar bisa lolos dari sini," ujar kancil dalam hati.

Kancil mulai memperhatikan sekeliling. Matanya tertuju pada anjing penjaga Pak Tani yang bernama Pawon.

"Hei... Pawon, sudah berapa lama kau tinggal di rumah Pak Tani?" tanya kancil dengan ramah.

"Sudah lama sekali, sejak aku lahir," jawab si Pawon bangga.

"Benarkah itu? Kalau begitu, mengapa Pak Tani justru akan mengangkatku sebagai anak, sementara kamu tidak?"

Pawon kaget mendengar kata-kata kancil. la mulai terpengaruh.

"Kau jangan mengada-ada. Mana mungkin itu? Kau dikurung di sini karena akan disembelih. Kami akan berpesta. Kau dengar sendiri ucapan Pak Tani tadi, kan?"

"Pak Tani hanya bilang ada pesta. Dia tidak mengatakan akan menyembelihku. Sebelumnya, Pak Tani malah berpesan untuk merahasiakan hal ini darimu. Namun, karena kasihan, aku ceritakan juga padamu. Nah, agar tidak jadi diangkat, aku harus pergi dari sini. Mudah-mudahan kamulah yang akhirnya diangkat anak oleh Pak Tani," kata kancil meyakinkan.

Seperti disihir, Pawon percaya benar dengan kata-kata si kancil. "Baiklah, temanku. Kau sungguh baik menceritakan ini padaku. Kalau begitu, pergilah! Semoga nanti malam pikiran Pak Tani berubah dan ia akan mengangkatku menjadi anaknya."

Pawon pun langsung membuka pintu jeruji itu. Dengan senyum lebar, kancil keluar kandang dan langsung berlari menjauh.

Ketika sudah sampai di tempat yang aman, si kancil berteriak, "Terima kasih! Maaf telah memperdayaimu, tetapi aku harus melarikan diri. Jasa- jasamu tak akan pernah kulupakan selamanya."

Si Pawon kaget bukan main. Namun, penyesalan selalu datang belakangan. Padahal, ia telah berjanji pada Pak Tani untuk menjaga si kancil. la pun duduk di depan pintu menunggu tuannya datang, la telah siap dengan apa yang terjadi selanjutnya.

Dongeng si Kancil #7: Gajah dan Kancil Lomba Lari

"Kanciiil, kenapa kamu murung?" tanya Gajah sepulang dari mandi di sungai. Badan Gajah terlihat bersih.

"Kamu tahu, besok ada lomba lari?" Kancil menjawab pertanyaan Gajah.

"Iya, aku tahu. Aku, kan, besok ikut lomba lari," jawab Gajah. Kancil tambah sedih.

"Hei, hei, kamu kenapa sedih? Apa aku punya salah ke kamu, Kancil?" tanya Gajah. Dia takut ada kata-kata yang menyinggung perasaan Kancil.

"Bukan, Gajah. Kamu tidak salah. Aku hanya sedih karena besok tidak bisa ikut lomba lari." Kancil akhirnya menjawab rasa penasaran Gajah.

"Kenapa kamu tidak bisa ikut lomba, Kancil?"

"Kakiku belum sembuh. Kemarin aku jatuh ketika latihan lari di tengah hutan. Kakiku tersandung akar pohon," jelas Kancil.

"Besok pasti sudah sembuh, Kancil," hibur Gajah.

"Mana mungkin sembuh, Gajah." Kancil menangis tersedu-sedu. Padahal, ia sudah latihan lari di tengah hutan selama berhari-hari.

"Jangan bersedih, Kancil. Tenang saja, besok kamu bisa ikut lomba lari bersamaku. Aku akan menjemputmu pagi-pagi sekali," kata Gajah.

"Bagaimana bisa aku ikut lomba lari? Kadang Gajah berlebihan dan hanya mencoba menghiburku," bisik hati Kancil.

Keesokan harinya, Gajah datang ke rumah Kancil. Kancil yang sedang bermain dengan adik-adiknya kaget. Ternyata, Gajah benar-benar datang menjemputnya.

"Naiklah ke punggungku, Kancil," ajak Gajah.

Kancil tidak bisa menolak. Dia naik ke punggung Gajah. Ketika sampai di arena lomba lari, Kancil tetap duduk di punggung Gajah.

"Kita akan lomba lari bersama," ucap Gajah.

"Bagaimana caranya?" tanya Kancil kebingungan.

"Duduklah di punggungku dengan manis, Kancil. Kita akan lariii...," ucap Gajah sambil berlari bersama hewan lainnya.

Kancil senang sekali. Gajah memang sahabat yang sangat baik. Mereka berlari bersama sampai garis finis.

Dongeng si Kancil #8: Kisah Laba-laba, Kupu-kupu, dan Kancil

Suatu hari, Kupu-kupu terbang ke sana-sini di pinggir hutan. Banyak bunga di sekitarnya bergoyang saat Kupu-kupu lewat. Di balik pepohonan, ia bertemu Laba-laba dan Kancil. Laba-laba sedang membuat jaring, sementara Kancil makan dedaunan.

"Selamat pagi, Kupu-kupu," sapa Laba-laba.

"Selamat pagi, Laba-laba dan Kancil," balas Kupu-kupu dengan gembira.

"Sedang apa kalian?" tanya Kupu-kupu.

"Aku sedang membuat jaring, sementara Kancil sedang menikmati sarapan," ujarnya kepada Kupu-kupu.

"Wah besar sekali jaring yang kamu buat. Hasil tangkapan mu pasti banyak malam ini," seru Kupu-kupu kepada Laba-laba yang tersenyum.

"Tidak Kupu-kupu," kata Laba-laba merendah. "Meskipun jaringku besar, terkadang tak satupun nyamuk dan serangga yang hinggap di jaringku. Berbeda sekali denganmu, kamu bisa menghisap madu sebanyak-banyaknya."

"Betul kata Laba-laba," imbuh Kancil. "Terkadang aku pun jarang mendapatkan daun dan buah-buahan segar."

Kemudian Kupu-kupu tersenyum malu sembari berkata "Tidak juga, apabila bunga sedang gugur, aku kesulitan mendapatkan makanan. Aku harus terbang cukup jauh untuk mencari bunga yang lebih segar."

Kupu-kupu ingat, sebentar lagi musim panas sehingga banyak bunga yang akan layu. "Tidak apa-apa Kupu-kupu. Tak perlu sedih. Setiap hari kita bekerja agar bisa mendapatkan makanan. Meskipun susah, kita harus menjalaninya," kata Kancil.

"Betul perkataan Kancil," tambah Laba-laba.

"Baiklah teman-teman, aku pergi dulu. Aku mau melanjutkan mencari bunga yang segar. Kalian selamat bekerja mencari makanan juga," kemudian Kupu-kupu berpamitan lalu menghilang di antara pepohonan. Mereka berpisah dan melanjutkan aktivitasnya masing-masing.

Itulah 8 dongeng si kancil yang penuh pesan moral dan bisa detikers jadikan referensi. Semoga bermanfaat!




(sto/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads