Terdapat sebuah petilasan yang diyakini pernah disinggahi penguasa Majapahit, Brawijaya V di Padukuhan Batur, Kalurahan Putat, Kapanewon Patuk, Kabupaten Gunungkidul. Petilasan itu dipercaya sebagai tempat ari-ari anak Brawijaya V dikuburkan.
Pantauan detikJogja di lokasi, petilasan tersebut berupa pepohonan dan rumpunan bambu. Terdapat papan nama 'Petilasan Brawijaya V' di depannya.
Terdapat setidaknya tiga pohon besar yang berdekatan. Dua pohon tampak tersambung. Sedangkan rumpunan bambu terdapat di belakang tiga pohon tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat kain putih yang terlilit di satu pohon yang posisinya di tengah. Kain tersebut sudah tampak kusam.
Beberapa batu yang berlumut juga tampak tercecer di lokasi. Luas lokasi tersebut sekitar 200 meter persegi.
Menurut juru kunci generasi ketiga petilasan tersebut, Jembadi, ia mendapatkan cerita ari-ari seorang anak yang baru lahir itu dikubur di petilasan itu.
"Petilasan itu katanya lahiran (anak) garwo (istri) siapa, orang tuaku dulu tidak mengatakan. Dipercaya Brawijaya V. (Anaknya) Lahiran di situ dan ari-arinya ditanam di situ," terang Jembadi kepada detikJogja saat ditemui di rumahnya sekitar 200 meter dari petilasan tersebut, Rabu (7/2/2024).
Selanjutnya, penuturan dari seorang tokoh masyarakat setempat, Mugimin, ari-ari tersebut dipercaya milik Joko Telangkas yang lahir dari seorang selir Brawijaya V. Saat itu, kata Mugimin, Brawijaya V bersama keluarganya sedang mengembara ke Padukuhan Batur.
"Selirnya Brawijaya V melahirkan di situ. Dulu diberi nama Joko Telangkas. Tujuannya mengembara ke sini sambil mengetahui wilayah jajahan dia. Satu keluarganya dibawa walaupun bukan keluarganya besar," terang Mugimin kepada detikJogja saat ditemui di rumahnya sekitar 100 meter dari petilasan tersebut, Rabu (7/2/2024).
Ari-ari tersebut, jelas Mugimin, dipercaya dipotong dengan bambu bilah yang berfungsi sebagai pisau. Kemudian, lanjut Mugimin, bambu tersebut ditanam di sekitar ari-ari itu dikubur.
"Yang untuk memotong ari-arinya bambu bilah seperti pisau. Setelah untuk memotong (bambunya) ditancapkan di situ dan tumbuh jadi berumpun. Ari-arinya ditanam di Pohon Bibisan,"katanya
Usia lima hari kelahiran Joko Telangkas, kata Mugimin, Brawijaya V beserta keluarganya melanjutkan pengembaraannya. Namun, Mugimin tidak mengetahui ke mana Brawijaya V mengembara.
"Setelah 5 hari lanjut berangkat. Ceritanya bagaimana tidak ada sumber yang digali lagi," ujarnya.
Pengembaraan itu, jelas Mugimin, jauh sebelum runtuhnya kerajaan Majapahit. Masyarakat sekitar meyakini, kata Mugimin, Brawijaya V mengembara ke daerah tersebut pada masa jayanya.
"Itu masih jaya-jayanya Majapahit," tuturnya.
Kepercayaan yang Berkembang
Jembadi menuturkan banyak orang yang pergi ke petilasan tersebut untuk meminta kelancaran hajatnya. Bahkan, jelas Jembadi, beberapa orang asal Sumatera pernah datang dengan tujuan yang sama.
"Ada orang minta tolong mau jadi pegawai tidak naik-naik ya ke sana. Yang ke sana banyak. Dari Sumatra ada," katanya.
Sementara itu, Mugimin mengamini hal tersebut. Belakangan ini, Mugimin mengungkapkan ada warga asal Boyolali yang datang ke tempat tersebut untuk meminta kelancaran bisnisnya.
"Belum lama ini orang Boyolali ke sana juga. Dia eksportir serat alam setelah Corona (COVID-19) sepi dan dia cari informasi akhirnya menemui mbah (Jembadi) itu dan menuturkan keluhannya. Memang benar sampai sekarang banyak orang yang minta. Misal ada masalah usaha yang kurang bagus itu," tuturnya
"Kebetulan dari mulut ke mulut bisa sampai ke sini. Yang melayani Mbah Jembadi dianggap juru kunci. Setiap satu minggu atau dua minggu sekali itu ada orang minta itu," ujarnya.
Mugimin mengatakan tidak semua permintaan terkabul. Ia menjelaskan permintaan buruk tidak bisa dikabulkan atau disampaikan di petilasan tersebut.
"Karena penunggu di situ baiknya tidak mau kalau diminta untuk kejelekan seperti balas dendam," jelasnya.
Ia mengungkapkan masyarakat memercayai jika di petilasan itu terdapat sesosok penunggu. Ia dikenal dengan Kiai Agus Batukusumo Ronorejo.
"Kalau penunggu di sana Kiai Agus Batukusumo Ronorejo. Itu astral," ungkapnya.
![]() |
Dinas Kebudayaan Gunungkidul Angkat Bicara
Kepala Dinas Kebudayaan Gunungkidul, Agus Mantara, mengatakan petilasan tersebut masih dianggap ritus. Sebab, kata Agus, masih belum ada artefak yang membuktikan petilasan itu peninggalan Brawijaya V.
"Kayaknya itu ritus karena secara artefak tidak ada literasinya, hanya diyakini saja itu peninggalan Brawijaya," ungkap Agus kepada detikJogja melalui telepon, Rabu (7/2/2024).
Agus menjelaskan pihaknya tidak melakukan kajian petilasan yang diyakini peninggalan Brawijaya V itu. Sebab, kata Agus, tidak ada data pendukungnya.
"Sayangnya tidak ada literasinya. Kami menjadikan itu sebagai toponim. Tidak ada data dukung, jadi kami tidak lanjuti. Tapi yang hanya diyakini masyarakat sebagai ritus seperti itu," jelasnya.
Petilasan tersebut, Agus mengatakan bukan merupakan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB). "Jadi bukan ODCB," pungkasnya.
(apu/rih)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan