Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X angkat bicara soal insiden keracunan ratusan siswa di SMA Negeri 1 Jogja atau SMA Teladan usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Sultan pun menyinggung statemen yang pernah ia sampaikan sebelumnya.
Sultan lagi-lagi menyinggung soal margin waktu memasak dan waktu makanan itu disantap siswa. Jarak waktu yang lama menurutnya bisa membuat makanan tak lagi segar dan rawan menimbulkan keracunan.
Dalam kasus keracunan di SMA Teladan, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Wirobrajan yang menaungi sekolah itu, juga menaungi 8 sekolah lainnya. Di dalamnya, terdapat 3.444 siswa dari 9 sekolah itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kan sudah mengatakan, ya gimana, kalau mau bikin 3 ribu porsi ya tidak bisa to. Nek biasane ming (kalau biasanya cuma bikin) 50 (porsi) terus (bikin) 3 ribu, dengan dapur tradisional itu suruh masak 3 ribu itu jam piro le arep tangi (jam berapa harus bangun)," ujar Sultan di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Jumat (17/10/2025).
"Mestinya kalau ayam, daging sapi kalau dimasak besok ya paling lambat sore ini beli. Tapi kalau didiamkan saja dengan porsi 3 ribu, emang punya freezer, punya gudang? Ya Kalau ndak dikasihkan freezer kan ya sudah biru. Ha digoreng, hayo mambu (tidak segar lagi). Hal hal seperti itu kalau tidak dipahami mereka yang berada di dapur. Ha mbok sampai kapan pun yang keracunan masih ada," sambungnya.
Untuk itu, kata Sultan, perlu dilakukan evaluasi. Tak hanya mencari tahu penyebab keracunan di SMA Teladan, namun diperlukan evaluasi menyeluruh terkait teknis pelaksanaan MBG.
Sultan berpendapat, SPPG memiliki beban jika harus menyediakan 3 ribuan porsi per SPPG. Meski sudah dilakukan pengawasan hingga kewajiban memiliki sertifikat higienis, menurutnya, jika beban SPPG masih seberat ini sulit untuk memastikan bahan makanan selalu fresh.
"Lho iya (perlu evaluasi), sekarang masalahnya, misal maunya itu harus diawasi, terus punya sertifikat. Tapi kalau dapurnya itu ming nganggo (cuma pakai) areng atau pakai LPG tapi (dibebani) 2 atau 3 ribu porsi ndak akan bisa. Rumah makan wae rak ono sing (tidak ada yang) buka nganti (sampai) 3 ribu porsi terus, ndak akan mampu," ujarnya.
Sultan menyarankan, pemasak dibagi beberapa kelompok untuk bertanggungjawab memasak sekian porsi. Artinya, satu SPPG tidak dibebani hingga 3 ribuan porsi per harinya dengan pemasak yang sedikit.
"Sekarang misalnya satu orang masak, kon (disuruh) masak 3 ribu (porsi) juga ora (tidak) mungkin. Berarti satu grup dihitung tukang masuk lima, dibantu orang berapa misalnya pembantunya tiga. Itu satu kelompok delapan orang, udah (dibebani) 50 porsi," terangnya.
"Lha nek (kalau) 3 ribu ya dibagi berapa porsi gitu aja. Itu lebih logis daripada satu unit suruh 3 ribu, tidak akan bisa. Yang 50 (porsi) aja mungkin bangunnya sudah 4.30 pagi. Ha nek 3 ribu kan malam (masaknya) suruh makan jam 10 (pagi) lha ya keracunan no," pungkas Sultan.
Diberitakan sebelumnya, 426 siswa SMA Negeri 1 Jogja atau SMA Teladan mengeluh sakit perut hingga diare setelah menyantap menu makan bergizi gratis (MBG) Rabu (15/10). Gejala keracunan itu mulai dirasakan para siswa pada Kamis (16/10) dini hari.
Kepala SMA Teladan Jogja, Ngadiya menjelaskan pihak sekolah baru mendapat laporan dari para siswanya tadi pagi. Jumlah siswa yang terdata mengalami gejala sekitar 43% dari total 972 jumlah keseluruhan siswa.
"Ada yang diare sampai dua kali, tiga kali, tapi juga ada yang hanya sakit perut saja," papar Ngadiya saat ditemui di SMA 1 Jogja, Kamis (16/10).
Saksikan juga Blak-blakan, Reda Manthovani: Makna Pelestarian Lingkungan demi Keberlanjutan Kehidupan
(aku/apl)












































Komentar Terbanyak
Daerahnya Dilanda Bencana, DPRD Padang Pariaman Malah Kunker ke Sleman
Alasan DPRD Padang Pariaman Tetap Kunker ke Sleman Saat Dilanda Bencana
Mayat Pemerkosa Diseret Pakai Motor, Camat: Saya Lihat di Foto Dicabik Badannya