3 Versi Akhir Hayat Raja Brawijaya V, Salah Satunya di Pantai Ngobaran

3 Versi Akhir Hayat Raja Brawijaya V, Salah Satunya di Pantai Ngobaran

Nur Umar Akashi - detikJogja
Senin, 08 Jan 2024 16:18 WIB
Kawasan pantai selatan Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Foto diunggah pada Sabtu (4/11/2023).
Ilustrasi. (Foto: Kawasan pantai selatan Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Foto diunggah pada Sabtu (4/11/2023). Foto: Muhammad Iqbal Al Fardi/detikJogja)
Jogja -

Raja Brawijaya V merupakan seorang Raja Majapahit yang akhir hayatnya masih menjadi misteri. Terdapat tiga versi yang menjelaskan bagaimana akhir hayat raja leluhur Mataram tersebut.

Versi pertama menyebut bahwa sang raja sempat bertemu dengan Sunan Kalijaga sebelum akhirnya wafat dan dimakamkan di Trowulan. Sumber kedua menyatakan bahwa Raja Brawijaya V melakukan moksa di Gunung Lawu. Sementara versi ketiga menceritakan bahwa sang raja melakukan pati obong di Pantai Ngobaran, Gunungkidul.

Terkait versi manakah yang benar, hingga kini masih menjadi perdebatan di kalangan ahli sejarah. Yuk, simak ketiga kisah akhir hayat Raja Brawijaya V berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wafatnya Brawijaya V usai Bertemu Sunan Kalijaga

Kisah versi pertama ini tidak lepas dari nama Raden Patah, putra Raja Brawijaya V yang menjadi pendiri Kesultanan Demak. Mengutip dari artikel berjudul "Peran Raden Patah dalam Menyebarkan Agama Islam di Demak Tahun 1478-1518" oleh R. Nurcahyo Yogyanto, Raden Patah adalah anak dari Raja Brawijaya V dengan selir Tionghoa bernama Siu Ban Ci.

Berdasar penjelasan dalam buku Sejarah Kelam Majapahit oleh Peri Mardiyono, usai menstabilkan Kesultanan Demak, Raden Patah lantas menggempur Majapahit. Kala itu, Majapahit tengah berada dalam kondisi lemah.

ADVERTISEMENT

Beberapa waktu sebelum serangan itu, sejatinya Sunan Ampel telah melarang Raden Patah menyerang kerajaan ayahnya sendiri. Ketika Sunan Ampel wafat, maka berangkatlah Raden Patah bersama angkatan perangnya ke Majapahit.

Raja Brawijaya V yang terdesak dan terkepung lantas melarikan diri menuju Pulau Bali bersama beberapa pengikutnya. Tujuannya adalah untuk meminta bantuan dari Prabu Dewa Agung dari Kerajaan Klungkung.

Di sekitar Blambangan, rombongan tersebut berhasil disusul oleh Sunan Kalijaga. Dalam pertemuan itu, Raja Brawijaya V bersedia untuk memeluk Agama Islam. Sementara itu, sebagian pengikutnya yang tidak mau menerima Islam melanjutkan perjalanan ke Bali.

Usai memeluk Islam, Raja Brawijaya V kembali ke Majapahit dan tidak lama kemudian menghembuskan nafasnya di Trowulan. Jasadnya dimakamkan di sebelah timur kolam Segaran, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.

Sebelum wafat, Prabu Brawijaya berwasiat untuk menamakan makamnya dengan nama Sastra Wulan. Maksudnya adalah sebagai penanda bahwa dirinya telah dikalahkan oleh anaknya sendiri.

Raja Brawijaya V Moksa di Puncak Gunung Lawu

Menyadur penjelasan dari laman indonesia.go.id, setelah masuk Islam, Raja Brawijaya V mengalami kegundahan. Perasaan tersebut menyelimuti sang raja karena keluarganya menentang pilihan agamanya.

Suatu saat, Raja Majapahit itu bersemedi meminta petunjuk pada Allah SWT. Ia menerima petunjuk bahwa kejayaan Majapahit akan pudar dan bahwa Kesultanan Demaklah yang akan menerima "wahyu kedaton".

Raja Brawijaya V bersama Sabdo Palon dan sejumlah pengikutnya lalu pergi mengasingkan diri di atas Gunung Lawu. Di tengah perjalanan, keduanya berjumpa dengan dua kepala dusun setia, Wongso Menggolo dan Dipo Menggolo.

Raja dan Sabdo Palon kemudian berpisah. Raja pergi ke pertapaan di wilayah Hargo Dalem, sedangkan Sabdo Palon menuju Hargo Dumiling. Mengutip dari laman resmi Kominfo Magetan, aktivitas sang raja di atas gunung itu adalah bertapa dan melakukan olah batin.

Suatu hari, salah satu anaknya, Raden Gugur, datang ke tempat tersebut sembari dikejar-kejar oleh pasukan dari Kadipaten Cepu. Raja lantas memerintahkan sisa pasukan beserta kedua kepala dusun tadi untuk bertarung.

Semua pasukan meninggal dalam Perang Campuh tersebut. Yang tersisa hanyalah Adipati Cepu, Dipo Menggolo, dan Wongso Menggolo. Mengetahui kekalahannya, Adipati Cepu tersebut lantas mengambil langkah seribu meninggalkan Gunung Lawu.

Atas jasa keduanya, Raja Brawijaya V mengangkat Dipo Menggolo sebagai patih terakhirnya. Sementara itu, Wongso Menggolo diberi tugas untuk menuntun keturunan sang raja yang ingin naik Gunung Lawu. Konon, Wongso Menggolo kemudian berubah menjadi burung jalak lawu.

Tak seberapa lama kemudian, Raja Brawijaya V melakukan moksa dan menghilang. Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia, moksa dapat diartikan sebagai (1) bebas dari reinkarnasi atau penjelmaan kembali dan (2) hilang.

Raja Brawijaya V Membakar Diri di Pantai Ngobaran

Menilik informasi dari laman Direktori Pariwisata Indonesia, tatkala melarikan diri dari Majapahit, Raja Brawijaya V memilih Pantai Ngobaran di Gunungkidul. Keputusannya itu dilatarbelakangi karena keengganannya untuk bertarung melawan putranya sendiri, Raden Patah.

Raja Majapahit kabur didampingi oleh dua istrinya, yakni Bondan Surati dan Dewi Lowati. Tak seberapa lama, Raden Patah ternyata berhasil menyusulnya hingga ke pantai tersebut.

Terdesak oleh keadaan, Raja Brawijaya V kemudian membakar dirinya sendiri. Sumber lain menyebut bahwa ia bakar diri bersama salah satu istrinya.

Mengutip dari laman Visiting Jogja yang dikelola oleh Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, peristiwa pati obong ini dilakukan sang raja di sebuah tempat yang kini padanya didirikan Pura Segawa Wukir.

Sementara itu, berdasar tulisan dalam Jurnal Humaniora berjudul "Pandangan Masyarakat Gunung Kidul Terhadap Pelarian Majapahit Sebagai Leluhurnya (Kajian Atas Data Arkeologi dan Antropologi) oleh Andi Putranto, sebenarnya, Raja Brawijaya V melakukan moksa di tempat lain. Dituliskan bahwa pati obong di wilayah pantai itu hanya siasatnya untuk kemudian menghilang.

Setelah mengelabui Pasukan Demak, Raja Brawijaya V kemudian pergi ke Goa Langse dan melakukan moksa di tempat tersebut. Asal nama "Ngobaran" itu sendiri berasal dari kobaran api yang digunakan Raja Brawijaya V untuk membakar dirinya.

Nah, itulah tiga versi akhir hayat Raja Brawijaya V. Terkait versi manakah yang benar tidak dapat 100% dipastikan. Semoga penjelasan yang disampaikan bermanfaat, ya!




(rih/dil)

Hide Ads