Kisah Sendang Moyo, Saksi Bisu Duka Amangkurat I Kehilangan Ratu Malang

Kisah Sendang Moyo, Saksi Bisu Duka Amangkurat I Kehilangan Ratu Malang

Novi Vianita, Iis Sulistiani, Galardialga Kustanto - detikJogja
Rabu, 03 Jan 2024 14:48 WIB
Sendang Moyo di Pleret, Bantul. Foto diambil Senin (11/12/2023).
Sendang Moyo di Pleret, Bantul. (Foto: Iis Sulistiani/detikJogja)
Bantul -

Sendang Moyo merupakan sebuah kolam yang terletak di sebelah timur laut kompleks makam Ratu Malang, tepatnya berada di puncak paling atas Gunung Kelir, Pleret, Bantul. Konon, lokasi sendang ini pada zaman dulu rencananya untuk memakamkan Ratu Malang, tapi batal karena terus mengeluarkan air.

Jarak antara Sendang Moyo dan kompleks makam hanya berjarak sekitar 25 meter. Akses jalan untuk menuju Sendang Moyo cukup menanjak dengan bebatuan kecil di sepanjang jalan. Sendang tersebut juga dikelilingi oleh tembok putih yang cukup tinggi, sama seperti tembok yang mengelilingi makam.

Memasuki area sendang, terlihat sebuah kotak panjang dengan kain mori putih yang menyelimutinya. Air Sendang Moyo terlihat berwarna hijau tua. Di tepi sendang terdapat sebuah gayung yang biasa dipakai peziarah untuk mengambil air.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sendang Moyo disebut-sebut sebagai salah satu saksi bisu dukanya Amangkurat I saat kehilangan Ratu Malang, permaisurinya.

"Itu dulu mau buat makam Ratu Malang. Tapi setelah sampai di sana airnya keluar dan Amangkurat menunggu di situ selama 7 hari 7 malam tetap nggak kering," kata Juru Pelihara Makam Ratu Malang, Sardjito (48) saat ditemui di lokasi, Senin (11/12/2023).

ADVERTISEMENT

"Tapi malam yang terakhir Amangkurat mimpi, bahwa Ratu Malang sudah berdampingan dengan suaminya, terus minta dimakamkan dekat suaminya. Terus dipindah dekat suaminya, tapi beda kompleks karena dia sudah dianggap sebagai permaisuri raja," jelasnya.

Selama menunggu air surut, Amangkurat I membaringkan jasad Ratu Malang di atas kotak panjang. Konon, kotak panjang tersebut merupakan tempat untuk menyimpan koleksi wayang milik Ki Dalang Panjang.

Amangkurat I memiliki keinginan untuk dimakamkan dalam satu liang lahad bersama Ratu Malang. Pemilihan Sendang Moyo yang berada di puncak bukit Gunung Kelir sebagai makam memiliki filosofi bahwa semakin tinggi tempat pemakaman, maka akan semakin dekat dengan nirwana atau surga.

"Ratu Malang sama Amangkurat I rencananya kan berdua, satu liang lahad. Kan (Amangkurat I) diserang sama Trunojoyo dari Madura. Amangkurat kalah, terus meninggalnya di Tegal Arum. Dulu keratonnya (Kerajaan Mataram Islam di Pleret) dekat dari sini cuma 500 meter," terang Sardjito.

Kompleks Sendang Moyo di puncak Gunung Kelir, Pleret, Bantul. Sendang ini konon tak pernah surut airnya. Foto diambil Senin (11/12/2023).Tempat untuk menyimpan wayang Ki Dalang Panjang Mas di Kompleks Sendang Moyo. Sendang ini konon tak pernah surut airnya. Foto diambil Senin (11/12/2023). Foto: Iis Sulistiani/detikJogja

Terkait dengan penamaan sendang, Sardjito menjelaskan nama Sendang Moyo merupakan inisiasi dari Amangkurat I yang berarti samar.

"Yang ngasih nama Moyo, Amangkurat juga. Moyo itu semu, kamulyan, samar. Pemakamannya kan samar," jelasnya.

Kompleks Sendang Moyo ini pun dikelilingi oleh tembok setinggi tiga meter yang terbuat dari batu putih. Kondisi tembok di area sendang tampak lebih kokoh dibandingkan dengan tembok yang mengelilingi makam. Bedanya, tembok pada Sendang Moyo tidak dihiasi dengan guratan wayang.

Air Sendang Moyo Tak Pernah Kering

Kompleks Sendang Moyo memiliki luas 400 meter. Kedalaman Sendang Moyo sekitar dua meter. Uniknya, kata Sardjito, sendang tersebut tidak pernah kering sampai saat ini.

"Belum pernah (kering). Pernah sat (kering) (saat) saya kuras," terang dia.

Saat ini, sendang tersebut digunakan untuk mandi oleh orang-orang yang berziarah di kompleks Makam Ratu Malang.

"Iya (orang-orang mandi di Sendang Moyo), biasanya peziarah," jawabnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Asal Usul Warna Hijau Air Sendang Moyo

Sardjito mengatakan, warna hijau Sendang Moyo berasal dari daun pohon jangkang yang tumbuh di dalam kompleks tersebut.

"Warnanya hijau itu dari daun yang jatuh dari pohon, pohon jangkang," kata Sardjito.

Makam Kuno Sering Dekat Sendang atau Sumber Air

Dosen Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada, Rudy Wiratama, S.IP., M.A punya pandangan yang berbeda soal kisah Sendang Moyo. Menurutnya, keberadaan sendang dan makam di lokasi yang berdekatan itu wajar.

"Satu, memang iya bahwa itu karena keluar airnya kan tidak bisa untuk kuburan. Kedua, mungkin itu menerangkan maksud-maksud lain, misalkan bahwa oh Amangkurat I tidak boleh dimakamkan di situ sebab itu tanah yang suci tidak layak untuk Amangkurat, misalnya begitu, karena kekejamannya dan lain sebagainya," kata Rudy melalui sambungan telepon pada Kamis (14/12).

Rudy menerangkan, keberadaan sendang di dekat kompleks makam merupakan hal yang wajar pada masa tersebut. Dia mencontohkan, makam wali pada masa lalu sering memilih dekat sumber air maupun sendang.

"Makanya ada makam-makam yang ada di dekat sendang atau telaga, misalkan tipikal makam-makam wali zaman dahulu itu kan pasti di dekat sungai atau danau kecil. Imogiri pun juga begitu kan, membutuhkan pasokan air, makanya ada gentong-gentong besar wadah air itu di Imogiri," jelas Rudy.

"Sama seperti Sendang Moyo, mungkin timbul cerita semacam itu. Bisa jadi sendangnya itu sudah ada, karena kan kalau di makam kita perlu juga sumber air, untuk bersuci dan lain sebagainya," imbuhnya.

Dia pun tak menampik mitos atau legenda yang beredar terkait keberadaan sendang tersebut. Rudy menjelaskan, Sendang Moyo bisa menjadi bukti jika leluhur yang dimakamkan di kompleks tersebut memiliki hubungan dekat dengan raja.

"Jadi memang dibangun kompleks yang mewah di situ (Sendang Moyo), karena dibangun sebuah kompleks yang mewah berarti orang itu sangat dekat dengan raja dan raja sangat cinta dengan orang itu sehingga dibangunkan makam yang mewah. Sayangnya makamnya itu kan runtuh karena tidak dipelihara ya dan apalagi karena perang berkepanjangan," pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh Novi Vianita, Iis Sulistiani, dan Galardialga Kustanto, Peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 2
(ams/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads