Upacara Kupatan Jolosutro: Tradisi Syukuran di Makam Sunan Geseng Bantul

Upacara Kupatan Jolosutro: Tradisi Syukuran di Makam Sunan Geseng Bantul

Anandio Januar - detikJogja
Senin, 18 Des 2023 11:14 WIB
Ketupat merupakan makanan khas Lebaran yang menjadi tradisi perayaan Idul Fitri di Indonesia. Lalu, bagaimana asal-usul ketupat Lebaran? Simak penjelasannya.
Ilustrasi Ketupat (Foto: Getty Images/iStockphoto/Kanawa_Studio)
Jogja -

Upacara Kupatan Jolosutro adalah upacara adat yang dilaksanakan di Desa Srimulyo, Piyungan, Bantul. Upacara ini menjadi salah satu tradisi budaya masyarakat Bantul yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Upacara Kupatan Jolosutro dilaksanakan di Makam Sunan Geseng yang berada di Dusun Jolosutro. Sunan Geseng adalah salah satu tokoh di balik adanya upacara ini.

Pelaksanaan upacara ini menjadi salah satu bukti masih dilestarikannya warisan leluhur yang diyakini masyarakat Bantul. Berikut adalah informasi seputar sejarah, makna, hingga tata cara pelaksanaan upacara Kupatan Jolosutro.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Upacara Kupatan Jolosutro

Mengutip laman resmi Dinas Kebudayaan DIY, berdasarkan cerita rakyat setempat, ketika permaisuri Pangeran Sedo Krapyak atau Mas Jalang sedang mengandung, ia mengidamkan ikan bersisik emas dengan nama wader neng sisik kencana. Ikan itu sangat sulit dicari sehingga diadakan sayembara untuk mendapatkannya.

Terdapat seseorang bernama Sunan Geseng yang menyanggupi sayembara tersebut dengan syarat agar diberikan benang sutra untuk dijadikan jala. Sunan Geseng mengetahui bahwa ikan tersebut hanya dapat ditangkap menggunakan jala. Ia akhirnya memenangkan sayembara itu dan kemudian tempat untuk membuat jala miliknya diberi nama Jalasutra atau Jolosutro.

ADVERTISEMENT

Sunan Geseng kemudian diangkat menjadi sesepuh kerajaan dan diberi kesempatan untuk tinggal di kerajaan. Hanya saja, Sunan Geseng memilih untuk tinggal di Jolosutro. Ia menjadi orang yang berpengaruh dan aktif berkontribusi pada setiap kegiatan dengan menyumbangkan pertimbangannya.

Selama Sunan Geseng hidup, masyarakat di Jolosutro melaksanakan upacara Rasulan setelah panen padi pada setiap tahun. Upacara rasulan ini banyak dihadiri tamu dari keraton. Para tamu dari keraton dijamu dengan makanan berupa ketupat dan lauknya.

Ketupatnya dibuat dengan ukuran besar mulai dari 15x15 cm sampai 35x35 cm. Pengolahan ketupat ini memiliki caranya tersendiri yang membuat rasanya beda dengan ketupat biasa dengan lauk-pauk yang digunakan berupa gudheg manggar. Ketupat yang dipakai di acara rasulan ini menjadi dikenal sebagai Ketupat Jolosutro yang masih dibuat sampai sekarang.

Melansir laman resmi Kabupaten Bantul, upacara Kupatan Jolosutro telah menjadi warisan budaya tak benda sejak tahun 2021. Upacara ini memiliki nilai luhur yang harus terus dilestarikan sebagai identitas dari masyarakat Jolosutro.

Makna Upacara Kupatan Jolosutro

Melansir sumber yang sama, upacara Kupatan Jolosutro memiliki maksud dan tujuan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karunia yang melimpah sehingga berhasil mendapatkan hasil pertanian yang baik. Selain itu, upacara ini juga bertujuan untuk meminta berkah agar ke depannya mendapat hasil tani yang lebih baik.

Pada upacara ini juga dilakukan doa untuk Nabi Muhammad SAW dan para leluhur termasuk Sunan Geseng agar mendapat rahmat dan berkah di akhirat. Selain itu terdapat kegiatan gotong royong dan dimeriahkan dengan Jathilan.

Tata Cara Upacara Kupatan Jolosutro

Masih dijelaskan sumber yang sama, upacara Kupatan Jolosutro dilaksanakan sesudah masa panen padi. Bertepatan pada hari Senin Legi bulan Safar. Hanya saja, karena waktu panen juga mengalami perubahan, pelaksanaan upacara ini tidak melulu bulan Safar dan tidak harus pada hari pasaran legi. Syarat pelaksanaannya adalah pada tanggal 10 sampai 15 saat menjelang purnama dan bukan di hari pasaran Pon.

Peralatan dalam upacara ini terbagi-bagi sesuai prosesi yang ada. Secara garis besar, terdapat sesaji yang harus ada dalam Upacara Kupatan Jolosutro. Untuk nyekar, diperlukan bunga rasulan/bunga telon dan kemenyan. Untuk kenduri, dibutuhkan nasi ambeng, nasi gurih, ingkung, jajanan pasar, rengginang, puthu kering, ketan enthen-enthen, ketupat, jodhang, dan hasil palawija.

Pada hari pelaksanaannya setelah shalat zuhur, masyarakat bergotong royong membawa jodhang berisi kenduri menuju ke Lapangan Jolosutro. Berbagai persiapan dilakukan dan masyarakat membawa jodhang ke Makam Sunan Geseng. Ketika bergotong royong, terdapat kesenian jathilan yang turut memeriahkan kegiatan ini.

Prosesi yang dilakukan dalam upacara ini dimulai pada pukul 14.00 dengan diawali sambutan Kepala Desa Srimulyo. Sambutan berisi maksud dan tujuan upacara ini dan mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan.

Kemudian acara inti dilakukan dengan diawali pembacaan ikrar. Pembacaan ikrar diucapkan oleh juru kunci Makam Sunan Geseng dengan menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan atas rahmat yang diberikan kepada masyarakat sehingga mendapatkan hasil tani yang baik dan dilanjutkan pembacaan doa oleh kaum.

Setelah itu, dilakukan makan bersama dari sesaji kenduri yang telah dibuat dari nasi ambeng, nasi gurih, dan lauk-pauknya yang berasal dari hasil palawija, jajanan pasar, rengginang, dan enthen-enthen. Acara ini akan selesai sekitar pukul 16.00.

Demikianlah informasi seputar Upacara Kupatan Jolosutro yang dilakukan masyarakat Bantul. Semoga bermanfaat, Dab!

Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(rih/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads