- Tarian Tradisional Jogja 1. Tari Srimpi 2. Tari Klana Alus 3. Tari Beksan Lawung Ageng 4. Tari Golek Ayun-ayun 5. Tari Bedhaya Semang 6. Tari Golek Menak 7. Tari Golek Lambangsari 8. Tari Satrio Watang 9. Tari Langen Asmoro 10. Tari Angguk 11. Tari Beksan Srikandi Suradewati 12. Tari Kumbang 13. Tari Tayub 14. Tari Beksan Etheng
Jogja memiliki beragam kesenian tari tradisional yang masih dilestarikan hingga saat ini. Berbagai tari tradisional sudah berkembang sebelum masa terbentuknya Keraton Yogyakarta hingga di era saat ini.
Sebagai wilayah yang dikenal akan kebudayaannya dan keseniannya, Jogja menyimpan beragam tari tradisional yang masih sering dipentaskan. Tari tradisional yang berasal dari Jogja semakin memperkaya warisan budaya milik wilayah ini.
Tari tradisional di Jogja memiliki maknanya masing-masing di balik gerakan yang ditampilkan. Tari tradisional khas Jogja ada yang dapat ditampilkan oleh laki-laki ataupun perempuan sesuai dengan aturannya. Berikut ini 14 tarian tradisional khas Jogja yang perlu kamu ketahui.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tarian Tradisional Jogja
1. Tari Srimpi
Dikutip dari laman resmi Kemdikbud, Tari Srimpi atau lengkapnya Tari Srimpi Sangupati telah ada sejak masa Kerajaan Mataram ketika dipimpin Sultan Agung pada tahun 1613-1646. Tari ini dianggap sakral dan suci karena hanya ditampilkan di kawasan Keraton dan menjadi bagian ritual.
Tari Srimpi Jogja dan Surakarta memiliki perbedaan gerakan akibat perpecahan Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta pada tahun 1755. Tari Srimpi diambil dari kata 'sri' yang berarti raja dan 'impi' yang berarti mimpi atau angan-angan. Tari ini menggambarkan mimpi seorang raja yang ingin diwujudkan.
Tariannya dimainkan oleh empat orang perempuan yang telah terpilih untuk menampilkannya. Gerakan Tari Srimpi memiliki pola yang halus, tenang, semeleh, menep, hening, dan wingit. Makna yang disampaikan melalui gerakannya adalah kesopanan, budi pekerti, serta lemah lembut yang menjadi karakter wanita Jawa.
2. Tari Klana Alus
Dilansir situs resmi Dinas Kebudayaan DIY, Tari Klana Alus merupakan tari tunggal yang tercipta di lingkungan istana dan ditampilkan dalam sebuah pertunjukan. Tarian ini ditampilkan oleh seorang pria dengan gerakan yang lunak dan lamban. Makna yang disampaikan dari tari ini menceritakan seorang kesatria yang sedang jatuh cinta.
Tokoh yang diperankan dalam tariannya adalah Prabu Jangkung Mardeya. Tariannya mengisahkan kisah Prabu Jangkung Mardeya yang tergila-gila pada putri kerabat Pandawa. Selain itu dapat juga sebagai Prabu Sri Suwela yang merupakan penyamaran Dewi Arimbi dalam figur pria.
Berbagai hiasan kepala seperti bulu-bulu burung merpati yang ditata warna-warni menjadi keunikan dari tarian ini. Ditambah iringan dari musik gending dan cangklek laras slendro pelog 9.
3. Tari Beksan Lawung Ageng
Tari Beksan Lawung Ageng adalah tarian pusaka yang dimiliki Keraton Yogyakarta yang menggambarkan kegiatan adu ketangkasan antarprajurit bertombak. Tarian ini dibuat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dengan inspirasi yang datang dari perlombaan watangan, yaitu latihan ketangkasan berkuda menggunakan tombak yang bisa dilakukan oleh abdi dalem prajurit pada masa itu.
Beksan Lawung Ageng memiliki gerakan dengan unsur heroik, patriotik, dan berkarakter maskulin. Terdapat dialog dalam tariannya yang menggunakan campuran bahasa Madura, Melayu, dan Jawa. Isi dari dialognya seperti perintah dalam satuan keprajuritan.
Tari ini biasa dipentaskan untuk merayakan pernikahan agung putra-putri Sultan yang diselenggarakan di Kepatihan. Penari Beksan Lawung Ageng akan mengikuti kirab pengantin dari Keraton menuju Kepatihan. Penari mengendarai kuda, ditutupi payung kerajaan, dikawal oleh Bregada Wirabraja, dan diiringi alunan gamelan Kiai Guntur Sari yang memainkan Gendhing Sabrangan.
4. Tari Golek Ayun-ayun
Masih dikutip dari laman Disbud DIY, Tari Golek Ayun-ayun adalah tarian kelompok untuk menyambut tamu kehormatan. Tari ini dibuat pada tahun 1976 oleh seorang pakar tari bernama KRT Sasmintadipura (Rama Sas) yang hidup pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, IX, dan X.
Tarian ini mengandung arti pencarian jati diri seorang gadis yang digambarkan dalam gerak muryani busana. Penggambaran ini seperti meniru orang yang sedang mengenakan busana dilengkapi perhiasan dan berhias diri. Selain itu, terdapat gerakan mematut diri untuk menyambut dan menghormati tamu.
5. Tari Bedhaya Semang
Tari Bedhaya Semang adalah tari putri klasik yang dianggap sebagai pusaka. Tari ini dibawakan oleh sembilan penari yang menceritakan legenda, babad, atau sejarah.
Komposisi tari putri klasik gaya Yogyakarta yang dianggap sebagai pusaka dibawakan oleh sembilan penari putri dan bertemakan cerita legenda, babad atau sejarah. Contohnya pertemuan leluhur antara Panembahan Senopati dan Ratu Kidul, peperangan Mataram dengan Madiun, dan lain-lain.
Tari ini disebut juga Bedhaya Sanga karena jumlah pemainnya sanga atau sembilan. Gerakannya halus, luhur, indah, dan seperti ritual. Tari ini melatih para putri Sultan tentang etika, estetika, dan budi pekerti.
Pada masa Sultan Hamengku Buwono I, Tari Bedhaya menjadi tarian ritual. Tarian ini memiliki persyaratan sebelum ditampilkan oleh penari. Penari harus dalam keadaan suci, harus berpuasa, ditampilkan di tempat suci di Bangsal Kencana, ada sesaji, ditampilkan pada waktu tertentu, dan lain-lain.
6. Tari Golek Menak
Tari Golek Menak atau Beksan Menak menarikan wayang golek menak. Tarian ini diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang mendapat ide ketika menyaksikan pertunjukan wayang golek menak yang dipentaskan tahun 1941.
Pada tahun tersebut, Sultan memanggil pakar tari yang dipimpin oleh KRT Purbaningrat, dibantu oleh KRT Brongtodiningrat, Pangeran Suryobrongto, KRT Madukusumo, KRT Wiradipraja, KRT Mertodipuro, RW Hendramardawa, RB Kuswaraga, dan RW Larassumbaga untuk menciptakan tarian ini.
Penampilan pertama tarian ini dilaksanakan di Keraton pada tahun 1943 dalam peringatan hari ulang tahun Sultan. Terdapat tiga karakter yang ditampilkan yaitu karakter putri untuk Dewi Sudarawerti dan Dewi Sirtupelaeli, karakter putra halus untuk Raden Maktal, dan karakter gagah untuk Prabu Dirgamaruta.
Dalam penampilannya, busana yang digunakan semua tokoh ialah baju lengan panjang, dilengkapi kain yang dipasang dengan menerapkan cara rampekan, kampuhan, cincingan, serta seredan disesuaikan dengan tokoh yang dibawakan.
Baca juga: 5 Motif Batik Khas Jogja dan Filosofinya |
7. Tari Golek Lambangsari
Dikutip dari laman Kemdikbud, Tari Golek Lambangsari menampilkan kedewasaan seorang putri yang menginjak dewasa. Lambangsari memiliki makna inti kehidupan manusia yang menginjak kematangan baik secara emosional, psikologi, atau biologis.
Tarian ini diciptakan oleh empu tari dan karawitan yaitu KRT Purbaningrat. Penari menggunakan busana mirip bedhaya dan bersiap di ujung lantai pendopo. Tariannya beragam tanpa henti dan digerakkan secara lembut dan halus.
8. Tari Satrio Watang
Melansir laman resmi Kikomunal yang dikelola Kementerian Hukum dan HAM RI, Tari Satrio Watang yang memiliki nama lain Prawiro Watang adalah tari tradisional Jogja yang bercerita tentang para prajurit yang gagah dan lihai memakai senjata berupa watang atau tongkat.
Dari segi namanya, satrio berarti prajurit, sementara watang berarti tongkat. Tari ini ditampilkan oleh para laki-laki yang dapat dipentaskan secara berkelompok dan sendiri.
9. Tari Langen Asmoro
Masih dikutip dari laman Kikomunal, Tari Langen Asmoro menampilkan kisah sepasang kekasih yang saling jatuh cinta, bermesraan, dan berbahagia bersama. Tarian ini ditampilkan ketika acara pernikahan dan menjadi contoh bagi pengantin agar selalu bahagia dan dijauhi oleh berbagai konflik.
10. Tari Angguk
Melansir laman Kemdikbud, Tari Angguk adalah tari khas Kabupaten Kulon Progo yang berkaitan dengan ritual atau upacara yang telah dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat Desa Hargomulyo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo. Tari ini telah ada sejak zaman Belanda dan menggambarkan rasa syukur kepada Tuhan atas keberhasilan panen padi.
Tarian ini seperti namanya menampilkan gerakan mengangguk-anggukan kepala. Sebelum melakukan gerakan juga dilakukan anggukan hormat seperti menundukkan kepala. Tarian ini ditampilkan oleh laki-laki dengan gerakan yang lembut, luwes, dan terkesan feminin.
11. Tari Beksan Srikandi Suradewati
Mengutip Kikomunal, Tari Beksan Srikandi Suradewati mengadopsi cerita Mahabrata tentang peperangan Dewi Suradewati dengan Dewi Srikandhi dalam mendapatkan kekasih. Pada akhir kisahnya, Dewi Srikandhi memenangkan peperangan ini.
12. Tari Kumbang
Tari Kumbang khas Jogja menceritakan sepasang kumbang jantan dan betina yang saling mengejar dan beterbangan layaknya kekasih. Kumbang jantan dan betina saling menunjukkan rasa sayang diiringi suara yang romantis. Para penonton akan diajak berimajinasi dengan suasana yang ditampilkan layaknya kisah percintaan antara kumbang jantan dan betina.
13. Tari Tayub
Dalam laman Kemdikbud, Tari Tayub khas Jogja adalah tari yang awalnya dilakukan di dalam Keraton saja. Tarian ini ditampilkan ketika Sultan memberi pelajaran kepemimpinan kepada putra mahkota. Tayub terdiri dari dua kata yaitu mataya yang artinya tari dan guyub yang berarti rukun.
Tari Tayub mempunyai fungsi menjalin relasi antara pelaku upacara dengan masyarakat, terutama disimbolkan dengan penari sebagai media pengantar upacara dan pengiring. Selain itu, Tari Tayub memiliki fungsi sosial sebagai hiburan bagi masyarakat karena seperti tari pergaulan pria dan wanita.
14. Tari Beksan Etheng
Tari Beksan Etheng diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1763. Tarian ini bertujuan mengendalikan situasi sosial di negara yang telah sah berdiri.
Beksan Etheng ditampilkan oleh 12 penari yang terbagi dalam tiga peran, yaitu botoh, sawung, dan rencang botoh. Tariannya menggambarkan pertandingan dan taruhan seperti adu ketangkasan yang mengharuskan menyentuh tubuh lawan jika ingin menang.
Pertunjukan Beksan Etheng pada masa Hamengku Buwono V sampai Hamengku Buwono VIII, digelar pada hari kedua jamuan resepsi pernikahan agung di Kepatihan. Saat ini, Beksan Etheng dipentaskan dalam resepsi pernikahan agung.
Nah, itulah 14 tari tradisional yang berasal dari Jogja. Semoga bermanfaat, Dab!
Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.
(rih/ams)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM