Ternyata Begini Kisah di Balik Makam di Gunungkidul Berselimut Kain Putih

Ternyata Begini Kisah di Balik Makam di Gunungkidul Berselimut Kain Putih

Anandio Januar, Novi Vianita - detikJogja
Kamis, 12 Okt 2023 06:30 WIB
Makam di Paliyan, Gunungkidul, banyak ditutup kain putih. Warga sekitar menyebut hal itu sudah menjadi tradisi yang dilakukan turun-temurun. Foto diambil Selasa (10/10/2023).
Makam di Gunungkidul banyak ditutup kain putih (Foto: Anandio Januar/detikJogja)
Gunungkidul -

Ada pemandangan unik di kompleks makam di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sejumlah batu nisan tampak diberi penutup kain putih. Seperti apa kisah di baliknya?

Pantauan detikJogja, mayoritas makam di Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, tampak ditutup kain putih. Kain putih seperti selimut yang menyelimuti seluruh bagian nisan.

Salah seorang warga Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, Watinah (59), menjelaskan pemakaian kain putih pada makam merupakan tradisi warga setempat yang meyakininya. Dia menyebut selimut putih makam itu biasanya diganti saat bulan Ruwah.

"Kalau tradisi sini harus pakai kain putih, termasuk udah adatnya begitu. Orang Jawa, maklum, harus pakai begitu-begitu. Apalagi kalau bulan Ruwah itu pada nyekar, itu harus ganti selimut putih itu. Putihan orang bilang, harus warna putih, selain itu nggak dipakai," ucapnya kepada detikJogja, Selasa (10/10/2023) .

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Watinah menjelaskan tak semua warga mengamini kepercayaan tersebut. Ada pula warga yang berbeda keyakinan sehingga tidak memasang kain putih di makam. Meski demikian perbedaan itu tidak menjadi masalah.

Hal senada juga dikatakan warga setempat lainnya, Ani (42). Ani menyebut tradisi ini sudah ada sejak dulu dan dilakukan turun-temurun.

ADVERTISEMENT

"Sudah dari dulu, sejak nenek moyang. Jadi ini turun-temurun. Warga Gunungkidul masih gini, diselimuti putih-putih," ujar Ani.

Ani menerangkan berdasarkan keyakinan warga setempat, makam yang tidak diselimuti kain, sosoknya akan mendatangi mimpi keluarga yang ditinggalkannya.

"Kalau nggak dikasih selimut, katanya bakal ke bawa mimpi. Jadi kayak ingetin keluarga buat dikasih kain," ucap Ani.

Makam di Paliyan, Gunungkidul, banyak ditutup kain putih. Warga sekitar menyebut hal itu sudah menjadi tradisi yang dilakukan turun-temurun. Foto diambil Selasa (10/10/2023).Warga sekitar menyebut hal itu sudah menjadi tradisi yang dilakukan turun-temurun. Watinah (kiri) dan Ani (kanan). Foto diambil Selasa (10/10/2023). Foto: Anandio Januar/detikJogja

Selain menyelimuti dengan kain putih, Ani mengatakan terdapat kepercayaan lainnya yang masih diterapkan seperti memberi sesaji. Dia memastikan meski ada keyakinan yang berbeda, warga sekitar hidup rukun dan toleransi.

"Di sini ada tradisi Rasulan, sajen-sajen, tapi khusus NU. Disini NU ada, Muhammadiyah ada, Kristen ada, komplit. Tapi tetap hidup toleransi," tuturnya.

Tradisi Menghormati Leluhur

Terpisah, Dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga, Riswinarno, S.S., M.M., menjelaskan budaya Jawa masih kental dengan penghormatan kepada orang yang telah meninggal. Penghormatan mencerminkan keyakinan hubungan antara dunia orang hidup dan dunia roh agar terjadi keseimbangan dan keharmonian.

"Leluhur atau nenek moyang memiliki peran penting dalam budaya Jawa. Orang Jawa menghormati dan memuja leluhur mereka sebagai penjaga keluarga dan penjaga tradisi. Mereka percaya bahwa leluhur memiliki pengaruh besar dalam kehidupan mereka dan dapat memberikan nasihat serta perlindungan," ujar Riswinarno kepada detikJogja, Rabu (11/10).

"Orang Jawa percaya bahwa roh orang yang meninggal masih memiliki pengaruh di dunia ini. Oleh karena itu, mereka melakukan berbagai ritual dan penghormatan untuk menjaga hubungan yang baik dengan roh tersebut. Ini mencakup upacara pemakaman, doa-doa, dan persembahan sesaji," lanjutnya.

Selengkapnya di halaman berikut.

Terkait makam-makam yang diberikan kain putih di banyak permakaman di Gunungkidul, Riswinarno mengatakan hal tersebut merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada keluarga yang meninggal. Hal itu diyakini dapat memperkuat ikatan dengan arwah dan melestarikan tradisi.

"Pemakaian kain putih untuk membungkus nisan/kijing makam, sebagai wujud dari adanya upaya menghormati, mensucikan, meninggikan si tokoh yang dimakamkan tadi. Mengapa kain putih? Karena dianggap sebagai simbol kebersihan, kesucian, kesederhanaan," tuturnya.

Bentuk Kearifan Lokal

Di sisi lain, bentuk menutup makam dengan kain putih diyakini sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat setempat. Hal serupa pun dilakukan di makam-makam ulama atau tokoh besar dalam Islam.

"Kayaknya local wisdom dari masyarakat setempat. Yang jelas kalau perspektif Islam, tidak ada anjuran atau keharusan memberi kain putih di atas makam. Selama ini yang saya tahu, biasanya makam-makam ulama atau publik figur yang disepuhkan diberi penutup, dan biasanya terpisah dengan makam warga lainnya," ujar Dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Willi Ashadi S.H.I., M.A.

Juga Dilakukan di Aceh dan Tuban

Willi lebih lanjut mengatakan pernah melihat makam yang diberi kain putih saat berada di Aceh dan Tuban.

"Setahun yang lalu saya ke Aceh, kemudian diajak ke makam ulama besar Syekh Kuala dan makam Malikussaleh. Saya lihat makamnya diberi penutup kain. Termasuk juga pas saya ke Tuban, juga melihat makam para wali juga ditutup kain," katanya.

"Kalau di Jawa, bisa jadi karena biasanya para peziarah berlatar belakang NU. Namun, kalau di Sumatera tidak dilatarbelakangi ormas tertentu," ucapnya.

Willi pun tak mempersoalkan tentang tradisi menyelimuti nisan dengan kain putih ini. Menurutnya, selama tidak ada ajaran agama yang dilanggar hal itu sah-sah saja.

"Kalau saya sendiri menyikapi fenomena tersebut, bukan hal yang harus dilarang. Terlebih lagi kalau memang hal itu sudah menjadi tradisi masyarakat setempat. Menurut saya, selama tidak dijadikan sebagai kewajiban dan bertentangan dengan nilai agama, khususnya Islam, maka diperbolehkan. Yang dilarang adalah jika warga yang meninggal diwajibkan pakai penutup kain atau diyakini jika tidak ditutup dengan kain maka akan terjadi sesuatu. Hal ini yang tidak diperbolehkan menurut Islam," ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar dan Novi Vianita Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 2
(ams/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads