Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama di Kota Jogja menyimpan beragam cerita sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Bangunan museum ini dahulu sempat digunakan sebagai kantor Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Oerip Soemohardjo sebagai petinggi militer saat awal-awal pembentukan TNI. Bagaimana kisahnya?
detikJogja berkunjung ke Museum TNI AD Dharma Wiratama pada Kamis (5/10/2023). Kepala Museum TNI AD Dharma Wiratama, Kapten Caj (K) Yanti Murdiani (50) mendampingi tur mengelilingi museum. Ia menjelaskan bahwa gedung tersebut dibangun pada tahun 1904 sebagai perumahan pejabat administratif perkebunan Belanda. Setelahnya, fungsi gedung yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Terban, ini pun berubah-ubah.
"Tahun 1942, Jepang masuk ke Indonesia, gedung jadi markas Jepang. Tahun 1945 sampai 1948, gedung ini jadi markas TKR. Nah pada waktu itu, TNI belum terbentuk. Panglima TKR (saat itu) sendiri Bapak Soedirman," jelas Yanti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Di dalam museum tersebut terdapat ruangan kerja dari Jenderal Soedirman yang kala itu menjabat sebagai Panglima TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Yanti memastikan jika perangkat yang terdapat di ruangan tersebut masih asli seperti yang digunakan Soedirman dahulu. Ruangan ini terletak di sebelah kanan pintu masuk utama. Di dalam ruangan tersebut, terdapat meja dan kursi tempat Soedirman bekerja.
"Ruangan kerja beliau (Jenderal Soedirman), dan ini perlengkapan-perlengkapan beliau yang dipakai waktu berkantor di sini. Di sinilah beliau dengan Kepala Staf TKR Letjen Oerip Soemohardjo," ujar Yanti.
Sebagai informasi, saat pemilihan panglima, terdapat kandidat yang lebih senior dibandingkan Soedirman, yaitu Oerip Soemohardjo. Soedirman akhirnya terpilih karena keahliannya di bidang penyusunan strategi perang.
"Pak Oerip itu menjadi wakil beliau yang menjadi Panglima TKR. Beliau ini kan memang jago untuk menyusun strategi perang gerilya," jelas wanita yang sudah menjadi Museum TNI AD Dharma Wiratama selama tiga tahun itu.
![]() |
Ruang kerja Oerip Soemohardjo berada di seberang ruang kerja Soedirman atau berada di sebelah kiri dari pintu masuk utama museum. Yanti pun turut menjelaskan kiprah militer Oerip Soemohardjo, di antaranya Akademi Militer (Akmil).
"Pak Oerip jagonya dalam menyusun organisasi. Beliau lah yang menyusun organisasi TNI yang terbentuk tahun 1947. Di sini juga beliau dulu berkantor. Pak Oerip ini sendiri dulu mengikuti pendidikan militer dari KNIL yang dibentuk oleh Belanda dan memimpin KNIL. Kemudian beliau mendampingi Pak Dirman waktu menjabat Panglima TKR. Yang menyusun Akmil, Pak Oerip juga," terang Yanti.
Perwira Angkatan Darat tersebut menuturkan jika Museum TNI AD Dharma Wiratama ini ketika difungsikan sebagai Markas TKR seperti Mabes TNI saat ini.
"Boleh dibilang markasnya Mabes TNI nah di sini," ucapnya.
Setelah di ruangan Soedirman dan Oerip Soemohardjo, detikJogja melanjutkan tur menuju ruangan yang cukup besar. Saat ini, ruangan tersebut berisi berbagai informasi mulai dari terbentuknya TNI hingga beberapa senjata yang digunakan oleh TNI dahulu. Ruangan tersebut dulunya berfungsi sebagai tempat Konferensi TKR di mana saat itu terpilih Soedirman menjadi Panglima TKR.
"Ruangan ini dulu ketika 12 November 1945 waktu Konferensi TKR katanya di ruangan sini ini, pada waktu itu ada 8 orang yang diajukan jadi panglima TKR tapi tidak semuanya hadir," jelas Yanti.
![]() |
Di tengah-tengah ruangan tersebut terdapat satu kotak besar yang dindingnya dipenuhi dengan berbagai jenis senjata dan juga bambu runcing. Kotak ini merupakan weapon box yang hanya ada tiga di seluruh dunia, yaitu di Jerman, Kanada, dan Indonesia. Berdasarkan papan deskripsi yang ada, koleksi senjata yang terpasang di weapon box tersebut berjumlah 624 buah.
"Tahun 2017 dibentuklah karya seni untuk menarik para pengunjung, ini namanya weapon box. Ini baru ada di Jerman sama Kanada, kemudian di Indonesia. Seperti ini susunannya senjata-senjata ini," jelas Yanti.
Sinyal Radio yang Tertangkap India
Selain kantor Soedirman dan Oerip Soemohardjo, Museum TNI AD ini juga menyimpan berbagai koleksi bersejarah, misalnya radio yang digunakan para pejuang di Aceh. Menurut Yanti, pemerintah Aceh kerap kali mendatangi museum tersebut untuk melihat radio ini.
"Pemerintah Aceh saat ini mencari-cari keadaan radio ini sebenarnya. Kemarin Bupati Bireuen mencari radio ini. Katanya mereka kehilangan jejak, padahal radio ini sangat berjasa katanya. Radio ini yang menyebarkan kalau pejuang TNI kita masih ada," tutur dia.
![]() |
Pada masa perjuangan kemerdekaan, Belanda mengumumkan sebuah propaganda bahwa sudah tidak ada lagi pejuang yang tersisa di Indonesia. Berkat transmisi radio Rimba Jaya, rakyat Indonesia pun mengetahui bahwa hal tersebut merupakan kebohongan belaka.
"Lewat radio ini, para pejuang menyampaikan kalau kita masih ada, masih eksis masih berjuang. Sinyalnya bahkan sampai India. Makanya Bupati Aceh itu sering menanyakan radio ini, tapi sudah jadi koleksi kita," katanya.
Contoh koleksi radio lainnya adalah pemancar yang digunakan untuk para pejuang di tahun 1949-1950. Radio tersebut memiliki tulisan RRI Madiun.
"Ini transmisi pemancar. Ini dulu juga dipakai ketika perang, kemudian ini Radio Madiun, RRI Madiun. Pada waktu dipakai oleh para pejuang kita dari tahun 1949-1950. Nah sekarang kan tidak ada radio seperti ini," ulasnya.
![]() |
Bunker Peninggalan Jepang
Ketika melewati samping gedung utama museum, Yanti menjelaskan terdapat sebuah bunker sejak zaman Jepang yang digunakan untuk tempat berlindungnya para petinggi Jepang.
Saat detikJogja memasuki bunker tersebut, hanya terdapat satu ruangan yang memanjang dengan dua tempat duduk di kedua sisinya, akses ke dalam juga cukup sempit dengan tangga yang cukup curam sebagai akses keluar masuk satu-satunya.
"Bunker itu mulai ada waktu Jepang tahun 1942. Bunker itu membuatnya kecil aja, lebarnya 2 meter panjangnya sekitar 7-8 meter. Buat persembunyian para pemimpinnya kalau terjadi agresi," ujarnya.
![]() |
Selain sebagai tempat persembunyian pemerintah Jepang, bunker ini juga difungsikan untuk penyimpanan senjata api dan juga amunisi.
"Pada waktu gedung ini jadi markas Jepang, ini dibuat oleh Jepang. Kegunaannya ketika ada agresi, pimpinannya masuk di sini untuk sembunyi, entah pimpinannya, entah amunisi, entah persenjataannya," terangnya.
![]() |
Khawatirkan Generasi Muda yang Lupa dengan Pahlawan
Sebagai kepala museum, Yanti berharap generasi muda lebih giat dalam mempelajari sejarah bangsa sendiri.
"Mungkin bisa diekspos lebih biar anak-anak sekarang itu tahu soal pahlawan. Anak-anak sekarang nggak ngerti kalau ditanyain pahlawan. Sekarang anak-anak ditanyain siapa itu Pak Soedirman, nggak ada yang tau. Siapa Pak Gusti Ngurah Rai, nggak ngerti mereka," ujarnya prihatin.
Padahal menurutnya, Indonesia dapat maju karena sejarah yang tercipta berkat peran para pahlawan terdahulu.
"Kita majunya dari sejarah kan. Kalau kita nggak tahu sejarah sendiri, lalu bagaimana?," ucapnya.
Namun, bukan berarti dari pihak museum tidak ada upaya untuk meningkatkan minat para generasi muda. Mereka berkolaborasi dengan berbagai sekolah sehingga mayoritas pengunjung Museum TNI AD adalah siswa-siswi sekolah.
"Rata-rata yang ke sini itu anak-anak sekolah, jadi sudah ada kerja sama dengan pihak sekolah," imbuhnya.
Artikel ini ditulis oleh Mahendra Lavidavayastama dan Jihan Nisrina Khairani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(rih/rih)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Catut Nama Bupati Gunungkidul untuk Tipu-tipu, Intel Gadungan Jadi Tersangka