Menjadi penyandang disabilitas tak berarti kehilangan kesempatan bekerja. Berikut kisah Eko Sugeng (38) yang bekerja sebagai barista di Cupable Coffee di Pusat Rehabilitasi YAKKUM Jalan Kaliurang (Jakal) KM 13, Sleman.
Eko biasa berangkat pagi dari rumahnya di Kalasan, Sleman, menuju Cupable Coffee. Nama Eko tersohor sebagai barista tanpa dua tangan yang utuh dan menjadi inspirasi bagi penyandang disabilitas lainnya.
Eko adalah penyandang disabilitas. Belasan tahun lalu, kedua lengan bawahnya harus diamputasi karena tersengat listrik bertegangan tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Rabu (6/11) pagi, Eko sudah tiba di tempatnya bekerja sejak tahun 2018. Saban hari dia naik Trans Jogja dari rumahnya di Kalasan. Setibanya di tempat kerja, dia langsung sigap beberes meja bar dan mesin espresso. Toples-toples kopi pun mulai ditata di atas meja. Beragam jenis kopi tersedia baik robusta atau arabika.
Pagi itu jadi hari yang sibuk bagi Eko. Belum genap jam 10, pelanggan sudah berdatangan. Bersama dengan satu rekannya, Eko menyajikan satu per satu pesanan di atas nampan khusus dan mengantarnya ke pelanggan.
Perlahan dia membuka wadah kopi jenis robusta. Dia takar biji kopi yang sudah melalui proses roasting dan memasukkan ke mesin grinder untuk diubah jadi serbuk.
Proses selanjutnya bubuk kopi dimasukkan ke porta filter dan di-tamping dengan tamper. Baru kemudian dimasukkan ke dalam mesin espresso. Perlahan ekstrak kopi mulai keluar dari mesin dan Eko akan mengolahnya sesuai pesanan.
Tanpa tangan yang utuh, Eko tetap lihai menyajikan kopi. Kedua sikunya digunakan untuk mengapit semua peralatan.
"Kalau di sini bisa buat semua untuk jenis-jenis kopi. Tapi saya lebih seringnya buat yang manual brewing, tapi umumnya bisa semua," kata Eko mengawali perbincangan dengan detikJogja, Rabu (6/11/2024).
Kemampuannya mengolah kopi tak begitu saja didapatkan. Apalagi dia mengawali karier saat kedua tangannya tak utuh. Namun, kesempatan yang diberikan dan keinginan untuk bangkit menjadi bahan bakar semangatnya.
Kesempatan akhirnya datang lewat pelatihan barista inklusi di Pusat Rehabilitasi YAKKUM di 2018 sekaligus jadi angkatan pertama.
"Waktu itu sebuah tantangan bagi saya untuk menjadi barista karena butuh dua tangan yang komplet. Tapi di sini saya mencoba mengasah dengan saya mengikuti training barista inklusi pada waktu itu. Sehingga saya bisa meningkatkan kemampuan saya dan saya bisa tahu kalau saya punya keinginan kuat berlatih akhirnya saya bisa juga menjadi barista," katanya.
Perjalanannya menjadi disabilitas yang mandiri dan berdaya cukup terjal. Tanpa dua tangan yang utuh, dia sempat mengalami kesulitan. Tapi perlahan dia bisa mengatasinya.
"Saya harus mengatasi hambatan yang saya hadapi, seperti megang teko yang panas bagaimana, mungkin butuh alat bantu untuk saya taping. Tantangannya di situ dan saya bisa mencari solusi dengan dibantu teman-teman yang ada di sini," ujarnya.
Sejak Eko datang ke YAKKUM tahun 2004, ia melihat banyak rekannya sesama penyandang disabilitas yang memiliki ketakutan sama. Takut tak bisa dapat pekerjaan. Itu juga yang sempat dirasakan Eko.
"Untuk teman-teman disabilitas kadang seperti itu, mereka terjun ke dunia kerja itu belum tentu semua owner menerima. Tapi dengan kemampuan, skill, mereka bisa bersaing. Sebenarnya mereka punya keunggulan," ucapnya.
Kini, sejak Eko mengikuti program Barista Inklusif dia jadi pegawai tetap di Cupable Coffee. Dia pun telah dipercaya jadi salah satu barista difabel di sana.
"Di sini ada lebih 10 orang. Jadi yang kerja bukan hanya yang disabilitas tapi ada yang normal. Ini jadi kafe inklusif lah istilahnya," ucap dia.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Kopi dan Kesempatan Disabilitas untuk Berdaya
Munculnya banyak coffee shop di Jogja menjadi peluang bagi teman-teman disabilitas untuk bisa bekerja. Di samping minat teman-teman difabel untuk belajar tentang kopi juga tinggi. Itulah yang membuat YAKKUM masih terus membuka pelatihan hingga saat ini.
"Ini sudah 6 atau 7 kali pelatihan barista, karena masih banyak animo dari teman-teman disabilitas yang ingin belajar bagaimana menjadi barista," kata Project Manager Vocational Training Coach Pusat Rehabilitasi YAKKUM, Maria Bernadette Rindiyastami.
Ada empat peserta yang mengikuti pelatihan yang telah memasuki batch keenam ini. Mereka adalah tiga penyandang disabilitas mental dan satu disabilitas fisik. Periode pelatihan dilakukan selama sekitar 1,5 bulan.
Pihaknya memang tidak bisa langsung memberikan kuota untuk banyak peserta sekaligus. Sebab setiap ragam disabilitas memerlukan penanganan yang berbeda dalam memberikan pelatihan.
"Maka dari itu, instrukturnya kami pilihkan yang sudah berpengalaman melatih teman-teman disabilitas," ucapnya.
Mereka yang ikut dalam pelatihan kemudian berlanjut untuk magang di tempat usaha kopi selama seminggu. Tiga peserta akan magang di Cupable Coffee. Sementara satu peserta akan magang di salah satu kafe di kawasan Condongcatur, Depok, Sleman.
Outputnya, mereka bisa membuka usaha sendiri atau bekerja di tempat lain sembari mengumpulkan modal.
"Magang selama seminggu, harapannya setelah magang mereka bisa langsung melanjutkan kegiatannya. Ada yang ingin membuka secara sederhana di rumah, ada yang ingin kerja dulu di tempat lain untuk mengumpulkan modal," ujarnya.
Rindi bilang, selama pelatihan dari periode pertama hingga sekarang sudah banyak peserta pelatihan yang berdaya. Eko Sugeng merupakan salah satu contohnya.
"Sudah sekitar 25 persen dari total peserta pelatihan yang membuka usaha sendiri. Salah satunya Mas Eko," ujarnya.
"Kami berharap tidak hanya dilatih dan mereka pulang tanpa melakukan sesuatu. Tetap komitmen dari mereka dan keluarga untuk mendukung teman-teman disabilitas," pungkas dia.
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
PDIP Bawa Koin 'Bumi Mataram' ke Sidang Hasto: Kasus Receh, Bismillah Bebas