Dampingi Paguyuban Sanglen, LBH Jogja Jelaskan Duduk Perkara Polemik

Dampingi Paguyuban Sanglen, LBH Jogja Jelaskan Duduk Perkara Polemik

Adji G Rinepta - detikJogja
Rabu, 02 Jul 2025 19:58 WIB
Suasana di Pantai Sanglen, Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul yang sangat sepi, Sabtu (23/11/2024).
Suasana di Pantai Sanglen, Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul, Sabtu (23/11/2024). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja.
Jogja - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja mendampingi Paguyuban Sanglen Berdaulat dalam polemik pantai Sanglen, Kemadang, Gunungkidul. Kepada detikJogja, LBH menjelaskan situasi polemik yang melibatkan Keraton Jogja sebagai pemilik tanah itu.

Kepala Divisi Advokasi LBH Jogja, Dhanil Alghifary, menjelaskan situasi terkini kawasan Pantai Sanglen usai Keraton Jogja mengadakan audiensi di Kantor Kalurahan Kemadang, Rabu (25/6) lalu.

"Situasinya saat ini sebagian besar anggota paguyuban telah kembali berdagang," jelas Dhanil saat dihubungi detikJogja, Rabu (2/7/2025).

"Ada 51 keluarga anggota paguyuban yang mengelola Pantai Sanglen dengan membuka warung dan persewaan tenda," sambungnya.

Namun muncul isu anggota paguyuban bukan hanya diisi oleh warga Kalurahan Kemadang. Dhanil pun membenarkan hal itu. Tapi menurutnya, warga yang menjadi anggota paguyuban berasal dari kalurahan-kalurahan yang berbatasan langsung dengan Kemadang.

Isu itu, menurut Dhanil, dapat menjadikan konflik semakin meluas di masyarakat. Lebih dari itu, anggapan bahwa warga luar Kemadang tidak berhak mencari nafkah di wilayah ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap warga negara Indonesia.

"Upaya untuk membedakan antara warga Kemadang dan bukan warga Kemadang kami nilai sebagai taktik adu domba yang dilakukan oleh Keraton, Pemerintah Desa Kemadang, dan pihak investor," papar Dhanil.

"Tujuan akhirnya adalah menyerahkan pengelolaan pantai kepada investor, dengan cara menyingkirkan ekonomi kecil warga. Kalau cara kampungan ini terus digunakan, bukan tidak mungkin di kemudian hari orang Kemadang yang membangun usaha di luar Desa Kemadang juga bakal diusir," urainya.

Dhanil menjelaskan, berdasarkan keterangan warga, sejak 1980-an Pantai Sanglen telah dikelola secara turun-temurun oleh warga. Sejak 1980-an sampai kurang lebih 2016, warga memanfaatkan pantai Sanglen sebagai lahan pertanian.

Baru setelah 2016, warga mulai mengembangkan kawasan pantai Sanglen sebagai tempat wisata rekreasi pantai. Namun pada tahun 2022, kata Dhanil, Keraton melakukan penggusuran, memaksa warga membongkar warung-warung dan kemudian menutup akses ke pantai.

"Meski demikian, warga kembali membangun warung dan terus mengusahakan pantai hingga saat ini," papar Dhanil.

"Namun sejak tahun 2024, warga kembali merasa waswas karena Keraton menegaskan akan tetap mengosongkan Pantai Sanglen. Hal ini berkaitan dengan adanya kerja sama antara Keraton dan pihak investor PT Biru Bianti," imbuhnya.

Sejak penggusuran tahun 2022, kata Dhanil, warga tidak pernah menerima surat peringatan resmi. Baru pada tanggal 24 Juni 2025, warga menerima undangan dari Keraton untuk mediasi terkait sengketa Pantai Sanglen.

Namun, warga menolak menghadiri audiensi itu karena undangan baru diterima pada malam tanggal 24 Juni melalui Walhi Jogja, atau sehari sebelum pelaksanaan audiensi. Padahal menurutnya, surat tersebut bertanggal 19 Juni.

"Alasan kedua, pihak-pihak yang diundang dalam mediasi sebagian besar tidak memiliki keterkaitan langsung dengan Pantai Sanglen, sehingga warga menilai forum tersebut lebih merupakan upaya intimidasi daripada mediasi mencari solusi," ujarnya.

Lebih lanjut Dhanil menuturkan, saat ini pihak paguyuban tengah berdiskusi guna menentukan langkah lanjutan yang akan diambil imbas rencana Keraton yang akan melakukan penertiban.

"Ada beberapa opsi, baik melalui jalur litigasi maupun non-litigasi. Prinsipnya, warga berkomitmen untuk mempertahankan hak atas pantai dan menolak upaya penggusuran oleh Kraton maupun investor," pungkasnya.

Pernyataan Sultan HB X soal polemik Pantai Sanglen di halaman selanjutnya.

Sultan HB X Singgung Status Tanah

Diberitakan sebelumnya, Keraton Jogja melalui Kawedanan Panitikismo mulai menyiapkan langkah untuk menertibkan kawasan Pantai Sanglen, Kemadang, Kapanewon Tanjungsari, Gunungkidul, DIY.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menegaskan pemanfaatan tanah Sultan Ground (SG) harus sesuai regulasi atau dengan kata lain melengkapi izin pemanfaatan.

"Status tanahnya apa dulu di situ, yang penting itu. Wong rata-rata (pemanfaatan) Sultan Ground juga ndak ada izin. Saya ndak tahu yang ngijinke sopo," jelas Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Senin (30/6/2025).

"Pemahaman ilegal kan berarti tidak sah, ya kan sudah jelas kalau orang lain (pihak pemilik tanah) tidak setuju. Kan dasarnya gitu aja, gampang kok. Sebetulnya perangkat yang bersangkutan kan bisa menyelesaikan," lanjut Sultan.

Langkah penertiban oleh Keraton Jogja ini guna memastikan pemanfaatan lahan Sultan Ground (SG) dan tanah Kalurahan sesuai regulasi.

Penghageng II Kawedanan Panitikismo, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Suryo Satriyanto, menjelaskan kawasan yang akan ditertibkan mencakup dua jenis lahan yakni Tanah Kasultanan atau Sultan Ground (SG) dan Tanah Kalurahan.

Untuk SG, surat palilah telah diterbitkan kepada PT Biru Bianti Indonesia sejak 2022 dan diperpanjang pada 2024. Sedangkan Tanah Kalurahan, telah diterbitkan SK Gubernur DIY No. 72/IZ/2025 tanggal 14 Mei 2025, yang memberikan izin Kalurahan Kemadang untuk menyewakan lahan seluas 30.000 meter persegi kepada investor yang sama.

Diketahui, Paguyuban Sanglen Berdaulat saat ini menggunakan tanah itu tanpa izin dari Keraton Jogja. Sebagian besar anggota paguyuban juga disinyalir bukan warga asli Sanglen. Sedangkan untuk warga Sanglen yang menempati tanah itu akan dijamin untuk dilibatkan dalam pembangunan pariwisata.

"Siapa pun yang hendak memakai tanah Kasultanan maupun tanah Kalurahan, selesaikan dahulu administrasinya. Kami ingin pembangunan berjalan tertib dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat," tegas Kanjeng Suryo melalui keterangan resmi yang diterima detikJogja, Senin (30/6/2025).

Terkait tahapan penertiban, Keraton mengirimkan surat imbauan pengosongan. Bila tidak diindahkan, akan diterbitkan surat teguran. Apabila teguran tidak dipatuhi, maka akan dilakukan tindakan lapangan dengan melibatkan OPD terkait dan aparat penegak hukum.

Polemik Pantai Sanglen

Sebagai informasi, polemik di kawasan Pantai Sanglen muncul setelah adanya rencana pembangunan tempat pariwisata eksklusif dan privat bernama Obelix oleh PT Biru Bianti Indonesia. Usai rencana itu muncul, Paguyuban Sanglen Berdaulat pun mencoba untuk tetap bertahan di tanah itu.

Kanjeng Suryo mengatakan pada Juni 2022 Keraton menerbitkan Surat Palilah kepada PT Biru Bianti Indonesia sebagai pengelola resmi. Dilengkapi dengan nota kesepahaman antara perusahaan dan Pemerintah Kalurahan Kemadang yang menjamin keterlibatan warga lokal dalam pengembangan kawasan wisata.

Namun di akhir 2024, Paguyuban Sanglen Berdaulat mengajukan permohonan pemanfaatan kawasan melalui audiensi yang kemudian ditolak. Namun paguyuban tersebut justru memperluas pembangunan ilegal dari empat menjadi lebih dari lima puluh bangunan permanen maupun non permanen.

"Permintaan paguyuban tidak dapat kami penuhi karena lahan sudah memiliki izin resmi dan masuk dalam program penataan yang disepakati dengan kalurahan dan investor," jelas Kanjeng Suryo.

Audiensi dengan Paguyuban

Terkait polemik dan rencana penertiban ini, Keraton Jogja pun mengadakan audiensi dengan Paguyuban Sanglen Berdaulat di Kantor Kalurahan Kemadang, Rabu (25/6). Namun paguyuban tidak hadir dalam audiensi.

"Mediasi yang dijadwalkan hari Rabu (25/6) tidak dapat terlaksana karena pihak paguyuban tidak hadir. Forum kami ubah menjadi rapat koordinasi untuk membahas langkah-langkah penertiban," sambung Kanjeng Suryo.

Terpisah, perwakilan Paguyuban Sanglen Berdaulat, Rahmat mengatakan alasan pihaknya tidak hadir dalam audiensi itu karena undangan yang dikirimkan mendadak.

"Surat undangan yang bersifat dadakan bahkan tidak lebih dari 24 Jam dari hari akan diadakannya undangan. Padahal di dalam surat undangan tertera pembuatan surat dilakukan pada 19 Juni 2025. Kedua, surat tersebut hanya dibatasi untuk paguyuban yaitu 5 orang," jelasnya melalui keterangan tertulis hari ini.

Rahmat mengatakan pihaknya ingin diadakan audiensi ulang dengan mengundang seluruh anggota Paguyuban tanpa terkecuali. Selain itu juga meminta mediasi dilakukan hanya melibatkan pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan.

"Tidak melibatkan aparatur negara seperti Satpol PP, Kapolres, dalam proses mediasi, kecuali hanya sebagai pengamanan saat mediasi berjalan. Lalu memfasilitasi mediasi dengan menyepakati waktu sesuai kesepakatan dengan Paguyuban," ungkapnya.


(apl/dil)

Hide Ads