Koordinator Tim Pengawasan SPMB ORI DIY 2025, Mohammad Bagus Sasmita, mengatakan informasi itu diterima pihaknya sekitar pekan lalu.
"Kami dalam konteks ini, memang mendapat informasi bukan langsung keluhan dari masyarakat," jelas Bagus saat dihubungi, Selasa (15/7/2025).
"Tapi masyarakat menginformasikan kepada Ombudsman bahwa ada salah satu sekolah atau madrasah yang memberikan edaran kepada orang tua wali, termasuk kepada calon siswa baru, bahwa akan ada semacam daftar ulang, bahasanya seperti itu," imbuhnya.
Bagus mengonfirmasi jika pungutan itu terjadi di sebuah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di DIY. Ia melanjutkan, dalam selebaran yang dibagikan ke wali murid, tertulis pengenaan biaya seragam sebesar Rp 1.650.000 untuk siswa dan Rp 1.800.000 untuk siswi.
Terkait hal itu, Bagus bilang, pihaknya telah meminta konfirmasi dari instansi yang membawahi madrasah yakni Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) DIY.
"Karena kami itu juga, ngapunten nggih, yang menghargai proses di Kemenag. Kami tidak menyebutkan lokasinya (MAN) di mana," ungkap Bagus.
Menanggapi hal itu, lanjut Bagus, Kemenag DIY mengonfirmasi telah sudah turun ke Madrasah tersebut. Namun menurutnya, ORI DIY belum mendapat hasil penelusuran dari Kemenag DIY tersebut.
"Kami belum mendapatkan hasil konkretnya, seperti apa sih prosesnya, penyampaiannya, kemudian penjelasan atau tanggapan dari madrasah atau sekolah itu bagaimana," ujarnya.
"Tapi memang informasi yang kami terima adalah Kemenag menyampaikan kepada tim kami bahwa mereka sudah meminta dihentikan proses-proses itu," sambung Bagus.
Karena belum ada informasi kongkret dari Kemenag DIY itu, Bagus bilang, sesuai kewenangan ORI DIY akan menerjunkan tim dan menindaklanjuti informasi ini ke Madrasah dan Kemenag DIY.
"Karena memang kan secara jelas dilarang nih, sekolah, madrasah, termasuk komite, itu untuk mengadakan kegiatan fasilitasi atau penjualan seragam. Itu yang jelas di kami, karena memang secara regulasi itu jelas," tegasnya.
Di sisi lain, Bagus menegaskan dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB), secara peraturan sekolah maupun madrasah hingga Komite sekolah dilarang ikut campur tangan dalam pengadaan seragam atau memfasilitasi pengadaan seragam.
Menurutnya, sekolah atau madrasah sering memanfaatkan momen daftar ulang atau pencatatan siswa kembali, dengan membuat selebaran pungutan sumbangan ke orang tua siswa.
"Pengadaan seragam itu harus dilakukan oleh unsur di luar sekolah atau madrasah, termasuk komite, itu nggak boleh. Termasuk kalau mau menghimpun sumbangan, partisipasi, atau pungutan dari orang tua wali, itu harus di luar konteks daftar ulang SPMB," papar Bagus.
"Ini kan kesannya adalah kita sudah dinyatakan diterima di sekolah tertentu. Besok untuk daftar ulang, maka Anda harus membayar sekian untuk seragam, membayar sekian untuk pungutan atau sumbangan, itu kan yang nggak boleh seperti itu," lanjutnya.
Hal itu kata Bagus juga sudah tertuang dalam beberapa regulasi seperti Permen 17 tahun 2010, Permendikbud 45 tahun 2014, dan Peraturan Menteri Agama 16 tahun 2020.
"Prinsipnya dua poin itu tadi yang saya tegaskan bahwa sekolah itu tidak boleh ikut cawe-cawe, sekolah maupun komite, ya nggak boleh ikut cawe-cawe jualan seragam, dan saya rasa aturannya masih jelas, belum berubah lah," tegas Bagus.
Sementara, detikJogja mencoba mengonfirmasi ke Kanwil Kemenag DIY terkait masalah ini. Namun hingga berita ini ditulis, pihak Kemenag DIY belum memberikan keterangan resminya.
"Maaf (belum bisa wawancara, lagi (sedang menghadiri) Forum uji publik kurikulum," jelas Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag DIY, Abd Suud saat dihubungi detikJogja, hari ini.
(apl/apu)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa
Catut Nama Bupati Gunungkidul untuk Tipu-tipu, Intel Gadungan Jadi Tersangka