Kasus dugaan mafia tanah menimpa keluarga Almarhum Budi Harjo warga Maguwoharjo, Depok, Sleman. Selain kehilangan 800-an meter persegi sawah, sang anak yakni Sri Panuntun juga dipolisikan hingga jadi tersangka. Kabid Humas Polda DIY Kombes Ihsan memberi penjelasan terkait kasus itu.
Ihsan bilang, kasus tersebut dilaporkan oleh ST yang merupakan pembeli sawah milik Budi dengan perantara seseorang bernama YK. Laporan itu terkait dengan keterangan palsu sebagaimana dimaksud pasal 242 ayat 1 KUHP atau pasal 266 ayat 1 KUHP.
"Dapat kami sampaikan bahwa kasus tersebut dilaporkan pada tanggal 14 Desember 2022. Jadi sudah tiga tahun yang lalu ya. Kemudian laporan tersebut terkait tindak pidana melakukan perbuatan sumpah palsu atau keterangan palsu, atau menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta," kata Ihsan kepada wartawan, Jumat (20/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ihsan bilang, kejadian pemalsuan tersebut terjadi pada tanggal 21 Mei 2021, kemudian baru dilaporkan pada tanggal 14 Desember 2022. Terkait laporan tersebut, Polda DIY telah melakukan langkah-langkah penyelidikan dan penyidikan.
"Pada tanggal 26 Januari 2023, penyidik telah mengirimkan SPDP. Jadi, penyidik Ditreskrimum telah mengirimkan SPDP ke kejaksaan. Artinya, bahwa kasus ini dalam tahap penyidikan ya," jelasnya.
Kemudian, penyidik juga telah mengirimkan berkas perkara atas nama tersangka SP sesuai perkara yang dilaporkan, dengan berkas perkara tanggal 16 Agustus 2023 ke Kejati DIY. Namun, setelah mengirimkan berkas, Kejati meminta penyidik untuk melengkapi berkas pada 30 Agustus 2023.
Ihsan menjelaskan, dalam proses pidananya juga bersamaan dengan proses gugatan perdata. Sehingga pemeriksaan perkara pidana ditangguhkan sampai gugatan perdata selesai.
"Jadi, dalam proses pidananya ini juga sedang berlangsung proses perdata. Sehingga kejaksaan memberikan petunjuk kepada penyidik, atau dalam istilah hukumnya P19, bahwa pemeriksaan agar ditangguhkan dulu. Sampai dengan selesainya gugatan perdata," katanya.
Kemudian, saat gugatan banding perdata selesai, penyidik kembali mengirim berkas ke Kejati tanggal 1 Oktober 2024. Namun, Kejati DIY kembali mengirimkan P19 terkait kasus ini pada tanggal 17 Oktober 2024.
"(Pengembalian berkas) Terkait adanya petunjuk bahwa saat ini masih ada gugatan perdata di tingkat kasasi, artinya belum selesai karena masih ada gugatan perdatanya di tingkat kasasi," katanya.
Berkas perkara kembali dikirimkan penyidik pada 10 Maret 2025 setelah kasasi selesai. Namun, berkas perkara lagi-lagi dikembalikan ke penyidik karena masih ada hal yang belum lengkap.
"Jadi, kembali, setelah berkas dikirim, Kejati mengirimkan petunjuk atau P19. Dan saat ini petunjuk tersebut masih dilengkapi oleh penyidik untuk selanjutnya akan segera dikirimkan kembali kepada pihak Kejati," urainya.
Lebih lanjut, Ihsan menyebut sampai saat ini kasus keterangan palsu masih terus berproses.
"Ya tentunya ini terkait tanah ini, ya. Jadi, ada keterangan palsu atau pemalsuan surat terkait tanah yang di Maguwoharjo. Inilah yang mendasari penyidik melakukan penyelidikan, dan berkasnya saat ini sudah berproses di tingkat Kejaksaan," pungkasnya.
Keterangan pihak Sri Panuntun di halaman selanjutnya...
Curhat Jadi Korban Mafia Tanah
Sebelumnya, kasus dugaan mafia tanah kembali terjadi di Kabupaten Sleman. Keluarga almarhum Budi Harjo warga Maguwoharjo, Depok, Sleman kehilangan 800-an meter persegi sawah dan sang anak yakni Sri Panuntun justru dipolisikan hingga jadi tersangka.
Chrisna Harimurti, kuasa hukum Sri Panuntun, bilang kasus ini bermula pada 2014. Semasa Budi Harjo masih hidup. Waktu itu, datang seorang berinisial YK yang ingin membeli sebidang sawah milik Budi Harjo. Hanya saja, Budi enggan menjual tanah tersebut dan hanya mau melepas tanahnya dengan skema tukar guling.
"Jadi orang tua Bu Sri Panuntun, Budi Harjo (saat ini) sudah meninggal. Waktu itu punya sebidang tanah, sawah di Maguwoharjo sekitar 800 meter persegi. Semasa masih hidup, ada orang yang menawarkan kalau mau dibeli tanahnya. Tapi pak Budi Harjo ini tidak mau. Kalau tukar guling mau," kata Chrisna saat dihubungi wartawan, Rabu (18/6/2025).
YK kemudian menawarkan tanah di sebelah lokasi milik Budi untuk tukar guling sebidang tanah yang telah dibeli YK di dekat tanah milik Budiharjo. Belakangan baru terungkap bahwa itu hanya akal-akalan YK.
"YK itu merayu-rayu, Budi Harjo nggak mau, kalau tukar guling tanah sampingnya ya nggak papa. Tukar guling itu cuma cerita, tanah sampingnya itu katanya sudah dibeli YK terus sudah dibeli tukar guling," ujarnya.
Selain itu, YK juga akan membantu mengubah letter C menjadi sertifikat atas nama Budi.
"Karena masih belum sertifikat orang tersebut seolah-olah membantu, dibantu mengurus sertifikat. Pak Budi Harjo itu kan orang buta huruf, jadi dia nggak bisa baca tulis, sama istrinya Bu Sumirah itu juga sama. Disodori suatu berkas yang katanya ini untuk mengurus sertifikat tukar guling, tahunya begitu mereka," jelas dia.
Saat itu, Budi Harjo diminta untuk cap jempol pada berkas yang disodorkan YK. Setelahnya, berkas yang sudah dicap itu tak pernah dibacakan sehingga Budi maupun istrinya tak pernah tahu isi dalam dokumen itu. Hanya YK bilang sertifikat itu nantinya atas nama Budi Harjo.
"Disodorkan perjanjian suruh mencap jempol aja Budiharjo dan Sumirah. Setelah cap jempol tidak dibacakan isinya," ujarnya.
Ketika Sri Panuntun bertanya ke BPN, ternyata sertifikat telah terbit tapi tak pernah sampai ke tangan Budi. Sontak, Sri kemudian berusaha mencari YK namun tak pernah bisa bertemu.
Sri lantas kembali ke BPN dan oleh petugas diminta untuk mengajukan pembuatan duplikat sertifikat.
"Pak ini kok tidak ada sertifikatnya, ya sudah ibu ajukan duplikat untuk mengganti sertifikat yang hilang Akhirnya mengajukan duplikat," ujarnya.
Usai pengajuan duplikat, Sri justru dilaporkan ke Polda DIY dalam kasus pemalsuan surat dan keterangan palsu oleh ST pada 2016. ST merupakan pembeli sawah milik Budi dengan perantara YK. ST disebut merupakan warga Jakarta.
"Ternyata dia dilaporkan di Polda atas dugaan pemalsuan dan keterangan palsu," ujarnya.
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Akhir Nasib Mobil Vitara Parkir 2,5 Tahun di Jalan Tunjung Baru Jogja
Megawati Resmi Dikukuhkan Jadi Ketum PDIP 2025-2030