Kasus dugaan mafia tanah dengan pelapor Bryan Manov Qrisna Huri (35), warga Kasihan, Bantul, memasuki babak baru. Penyidik Polda DIY saat ini telah menaikkan kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.
"Naik sidik," kata Dir Reskrimum Polda DIY Kombes Idham Mahdi kepada wartawan, Jumat (20/6/2025).
Idham bilang, dari tujuh orang tersangka dalam kasus mafia tanah Mbah Tupon ada yang juga dilaporkan dalam kasus Bryan. Namun, Idham belum menyebut siapa saja yang dilaporkan di kasus Bryan. Sampai saat ini polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus mafia tanah Bryan.
"Ada, di antara mereka (tersangka kasus Mbah Tupon) yang dilaporkan saat ini naik dalam proses penyidikan," ujarnya.
Diketahui, kasus mafia tanah dengan korban Bryan ini dilaporkan pada 30 April lalu.
"Benar, pada 30 April 2025 kami telah menerima laporan polisi dari saudara BM," kata Kasubdit Penmas Bid Humas Polda DIY AKBP Verena SW melalui keterangan video yang dibagikan ke wartawan, Senin (5/5/2025).
Baca juga: Korban Mafia Tanah Berjatuhan di Bantul |
Bupati Sebut Kasus Mafia Tanah Bryan Lebih Ekstrem
Sebelumnya, Tim hukum Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul telah melakukan investigasi terhadap kasus dugaan mafia tanah yang dialami Bryan Manov Qrisna Huri (35). Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menyebut kasus Bryan lebih ekstrem ketimbang kasus Mbah Tupon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tim hukum sudah menginvestigasi Mas Bryan, jadi ada kisah yang mirip tetapi ini lebih ekstrem lagi," kata Halim kepada wartawan di Bantul, Rabu (7/5/2025).
Pasalnya, tiba-tiba sertifikat tanah milik keluarga Bryan berubah nama pemilik. Di sisi lain, keluarga Bryan tidak ada yang menandatangani dokumen atau akta jual beli.
"Karena tidak ada satu pun tanda tangan keluarga Mas Bryan itu kok tiba-tiba sertifikat itu berubah nama. Ini lebih ekstrem lagi dibanding Mbah Tupon," ucapnya.
Halim menilai, kasus mafia tanah yang menjerat Mbah Tupon lebih kepada memanfaatkan kondisi Mbah Tupon yang tidak bisa baca tulis. Sehingga Mbah Tupon mau untuk menandatangani dokumen dan percaya kepada orang yang membantunya dalam pemecahan tanah.
"Tapi kalau kasusnya Mas Bryan ini lebih ekstrem dan lebih gila lagi. Jadi Mas Bryan dan anggota keluarga itu tidak pernah tanda tangan, jadi kemungkinan ada pemalsuan, sudah pemalsuan ada penipuan juga," ujarnya.
"Karena gimana bisa beralih kalau tidak ada akta jual beli, kan tidak mungkin. Dan dalam akta apa pun pasti diperlukan tanda tangan pemilik sertifikat dan itu tidak pernah ada," lanjut Halim.
Padahal keluarga Bryan tidak ada yang buta huruf. Karena itu, Halim menilai orang-orang yang terlibat dalam kasus mafia tanah dengan korban Mbah Tupon dan Bryan identik.
"Ada indikasi mafianya sama, karena investigasi kok menemukan nama-nama yang mirip. Tapi apakah orangnya sama atau tidak masih terus didalami," katanya.
Di sisi lain, Halim mengungkapkan, bahwa baik transaksi pemindahan nama Mbah Tupon ke yang lain, dari Bryan ke yang lain, sudah membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Adapun BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
"Tapi petugas kita kan tidak tahu, petugas kita tidak ada kepentingan untuk memvalidasi sertifikat ini sesungguhnya atas nama siapa, karena yang bayar BPHTB itu kan banyak," ujarnya.
"Nah, jadi keduanya memang meyakinkan bahwa telah jadi peralihan hak, buktinya mereka bayar BPHTB, berarti akta jual belinya palsu dan yang mengherankan memang sertifikatnya itu bisa demikian mudah beralih ke tangan orang lain tanpa ada pembubuhan tanda tangan sekali pun," imbuh Halim.
(dil/afn)
Komentar Terbanyak
Heboh Penangkapan 5 Pemain Judol Rugikan Bandar, Polda DIY Angkat Bicara
Akhir Nasib Mobil Vitara Parkir 2,5 Tahun di Jalan Tunjung Baru Jogja
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK