Kasus dugaan mafia tanah kembali terjadi di Kabupaten Sleman. Keluarga Almarhum Budi Harjo warga Maguwoharjo, Depok, Sleman kehilangan 800-an meter persegi sawah dan sang anak, yakni Sri Panuntun, justru dipolisikan hingga jadi tersangka.
Chrisna Harimurti, kuasa hukum Sri Panuntun, bilang kasus ini bermula pada 2014. Semasa Budi Harjo masih hidup. Waktu itu, datang seorang berinisial YK yang ingin membeli sebidang sawah milik Budi Harjo. Hanya saja, Budi enggan menjual tanah tersebut dan hanya mau melepas tanahnya dengan skema tukar guling.
"Jadi orang tua Bu Sri Panuntun, Budi Harjo (saat ini) sudah meninggal. Waktu itu punya sebidang tanah, sawah di Maguwoharjo sekitar 800 meter persegi. Semasa masih hidup, ada orang yang menawarkan kalau mau dibeli tanahnya. Tapi pak Budi Harjo ini tidak mau. Kalau tukar guling mau," kata Chrisna saat dihubungi wartawan, Rabu (18/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
YK kemudian menawarkan tanah di sebelah lokasi milik Budi untuk tukar guling sebidang tanah yang telah dibeli YK di dekat tanah milik Budiharjo. Belakangan baru terungkap bahwa itu hanya akal-akalan YK.
"YK itu merayu-rayu, Budi Harjo nggak mau, kalau tukar guling tanah sampingnya ya nggak papa. Tukar guling itu cuma cerita, tanah sampingnya itu katanya sudah dibeli YK terus sudah dibeli tukar guling," ujarnya.
Selain itu, YK juga akan membantu mengubah letter C menjadi sertifikat atas nama Budi.
"Karena masih belum sertifikat orang tersebut seolah-olah membantu, dibantu mengurus sertifikat. Pak Budi Harjo itu kan orang buta huruf, jadi dia nggak bisa baca tulis, sama istrinya Bu Sumirah itu juga sama. Disodori suatu berkas yang katanya ini untuk mengurus sertifikat tukar guling, tahunya begitu mereka," jelas dia.
Saat itu, Budi Harjo diminta untuk cap jempol pada berkas yang disodorkan YK. Setelahnya, berkas yang sudah dicap itu tak pernah dibacakan sehingga Budi maupun istrinya tak pernah tahu isi dalam dokumen itu. Hanya YK bilang sertifikat itu nantinya atas nama Budi Harjo.
"Disodorkan perjanjian suruh mencap jempol aja Budiharjo dan Sumirah. Setelah cap jempol tidak dibacakan isinya," ujarnya.
Ketika Sri Panuntun bertanya ke BPN, ternyata sertifikat telah terbit tapi tak pernah sampai ke tangan Budi. Sontak, Sri kemudian berusaha mencari YK namun tak pernah bisa bertemu.
Sri lantas kembali ke BPN dan oleh petugas diminta untuk mengajukan pembuatan duplikat sertifikat.
"Pak ini kok tidak ada sertifikatnya, ya sudah ibu ajukan duplikat untuk mengganti sertifikat yang hilang. Akhirnya mengajukan duplikat," ujarnya.
Usai pengajuan duplikat, Sri justru dilaporkan ke Polda DIY dalam kasus pemalsuan surat dan keterangan palsu oleh ST pada 2016. ST merupakan pembeli sawah milik Budi dengan perantara YK. ST disebut merupakan warga Jakarta.
"Ternyata dia dilaporkan di Polda atas dugaan pemalsuan dan keterangan palsu," ujarnya.
Setelah ditelusuri, YK ternyata tidak menguruskan pembuatan sertifikat. Namun, malah membuat PPJB (Perjanjian Peningkatan Jual Beli) dengan nominal uang Rp 2,3 miliar. Akan tetapi, uang tersebut tidak pernah diterima oleh keluarga Budi Harjo.
"Nah ternyata Mbah Budi Harjo tadi tidak hanya dibuatkan untuk mengurus sertifikat tapi dibuatkan PPJB. Di PPJB itu ada uang belinya Rp 2,3 miliar," katanya.
Lebih lanjut, Sri dilaporkan pada tahun 2016. Kemudian penyidik menetapkan Sri sebagai tersangka pada 2022. Namun, hingga saat ini Sri belum ditahan.
"(Berkas) Belum masuk (kejaksaan). Masih dilengkapi penyidik," ujarnya.
Chrisna menyebut keluarga Budi Harjo sebagai korban dan berharap keadilan bisa ditegakkan.
"Kita sudah bikin surat untuk diperiksa lagi cek kembali kebenaran materilnya, karena kalau memang ada kuitansinya (jual beli), ya sudah dibuktikan kuitansinya di mana," ucapnya.
Sementara itu, dalam video yang dibagikan Chrisna, Sumirah menyampaikan harapannya. Dia meminta bantuan kepada Presiden Prabowo agar mendapatkan keadilan.
"Matur kalih Pak Prabowo nami kulo Sumirah (Pak Prabowo nama saya Sumirah). Kulo mau laporan kehilangan sawah. Pripun nggih Pak Prabowo. Kulo nyuwun bantuan Pak Prabowo supados wangsul lemah kulo (saya mohon bantuan Pak Prabowo supaya tanah saya kembali)," kata Sumirah.
Sumirah mengatakan dirinya orang tak punya dan bodoh. Kondisinya itu justru dimanfaatkan oleh orang.
"Kulo niko wong mboten nduwe. Wong bodho boten ngerti etungan. Malah diapusi tiang. (Saya orang yang tidak punya. Orang bodoh, tidak mengerti. Malah dibohongi orang tak)," jelasnya.
Terpisah, Kasubbid Penmas Bidhumas Polda DIY, AKBP Verena SW saat dimintai konfirmasi soal kasus ini mengatakan akan mencari informasi terlebih dahulu.
"Tak cari info dulu," kata Verena.
(afn/apu)
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Keluarga Yakin Korban Tak Bunuh Diri
Megawati Resmi Dikukuhkan Jadi Ketum PDIP 2025-2030