Kejaksaan Agung (Kejagung) mencekal tiga staf khusus eks Mendikbudristek Nadiem Makarim. Pencekalan dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop untuk digitalisasi pendidikan.
Dilansir dari detikNews, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyebut Kejagung resmi mencekal tiga orang yakni Fiona Handayani (FH), Jurist Tan (JT), dan Ibrahim Arief (IA). Ketiganya dicekal usai mangkir dari panggilan pemeriksaan.
"Benar, penyidik beberapa waktu yang lalu sudah menjadwal memanggil dan akan melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang yang berkedudukan jabatannya sebagai stafsus," kata Harli kepada wartawan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, sudah dijadwal bahwa tiga orang ini tidak menghadiri, tidak hadir dalam pemeriksaan yang sudah dijadwal kemarin dan dua hari yang lalu," lanjutnya.
Oleh karena itu, penyidik mempertimbangkan untuk melakukan upaya pencekalan terhadap ketiganya. Pencekalan itu berlangsung tertanggal 4 Juni.
"Jadi per tanggal 4 Juni 2025, berarti kemarin, penyidik sudah meminta untuk dilakukan pencegahan, dan itu sudah ditetapkan sebagai pihak atau sebagai orang yang dilakukan pencegahan," jelas Harli.
Harli menyebut ketiganya akan kembali dipanggil untuk diperiksa. Tujuannya, untuk mendalami siapa pihak yang berperan dominan di balik proyek senilai Rp 9,9 triliun itu.
"Penyidik terus mendalami, dipanggil, ada pihak yang sudah diperiksa, diperiksa lagi dalam rangka bagaimana memastikan pihak siapa yang lebih berperan dalam tindak pidana ini," terang Harli.
Diketahui, Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan laptop untuk digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2019-2022. Proyek itu menggunakan anggaran Rp 9,9 triliun.
Harli menyebut ada 2020 Kemendikbudristek menyusun rencana untuk pengadaan bantuan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan, mulai tingkat dasar hingga menengah atas.
Padahal hal serupa ternyata sudah pernah dilakukan pada 2018-2019, tapi hasilnya tak efektif. Ada anggapan jika proyek itu juga tak sesuai kebutuhan siswa.
"Karena sesungguhnya, kalau tidak salah, di tahun 2019 sudah dilakukan uji coba terhadap penerapan Chromebook itu terhadap 1.000 unit, itu tidak efektif," kata Harli kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (26/5).
"Sehingga diduga bahwa ada persekongkolan di situ. Karena di tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan uji coba karena sesungguhnya penggunaan Chromebook itu kurang tepat," jelas Harli.
Kemendikbudristek malah menyusun tim teknis baru. Tim diarahkan membuat kajian teknis terkait penggunaan laptop dengan operating system Chromebook dalam proses pengadaan barang/jasa, dan bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
"Supaya apa? Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chromebook," terangnya.
(afn/ams)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi