6 Dubes RI Sowan Sultan HB X di Kepatihan Jogja, Bahas Apa?

6 Dubes RI Sowan Sultan HB X di Kepatihan Jogja, Bahas Apa?

Serly Putri Jumbadi - detikJogja
Jumat, 02 Mei 2025 13:38 WIB
Para duta besar (Dubes) Republik Indonesia di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Jumat (2/5/2025).
Para duta besar (Dubes) Republik Indonesia di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Jumat (2/5/2025). Foto: Serly Putri Jumbadi/detikJogja
Jogja -

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengadakan pertemuan dengan enam duta besar Republik Indonesia (Dubes RI). Para duta besar menyampaikan komitmen untuk mendorong kerja sama internasional antara DIY dan negara-negara akreditasi mereka, khususnya di bidang teknologi, digitalisasi, serta ekonomi kreatif dan UMKM.

Sultan HB X bertemu dengan para duta besar (dubes) tersebut di di Gedhong Wilis Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Jumat (2/5/2025). Keenam dubes seluruhnya merupakan alumni dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

Mereka adalah Hersindaru Arwityo Ibnu Wiwoho Wahyutomo (Dubes RI untuk Finlandia merangkap Estonia), Arief Hidayat (Dubes RI untuk Zimbabwe merangkap Zambia), Agung Cahaya Sumirat (Dubes RI untuk Kamerun merangkap Chad, Guinea Ekuatorial, Gabon, Kongo, dan Republik Afrika Tengah), Agus Priono (Dubes RI untuk Suriname merangkap Guyana), Muhsin Syihab (Dubes RI untuk Kanada merangkap ICAO), serta Tyas Baskoro Her Witjaksono Adji (Dubes RI untuk Kenya merangkap Somalia, Uganda, Kongo, UNEP, dan UN-Habitat).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hersindaru Ibnu Wiwoho Wahyutomo yang juga menjabat Inspektur Jenderal Kementerian Luar Negeri menyampaikan isi bahasan pertemuannya dengan Sultan. Yaitu soal potensi kerja sama antara DIY dan negara-negara Nordik dalam pengembangan e-government.

"Finlandia dan Estonia memiliki keunggulan di bidang teknologi digital. Kami menawarkan peluang kerja sama dalam digitalisasi pemerintahan, termasuk sistem pelayanan publik yang terintegrasi," ujar Ibnu kepada wartawan di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja.

ADVERTISEMENT

Saat ini, Indonesia dan Estonia sedang menyusun Memorandum of Understanding (MoU) terkait pengembangan digital. MoU tersebut diharapkan menjadi payung kerja sama yang juga bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah di Indonesia, termasuk DIY, untuk mengembangkan infrastruktur digitalnya.

Dalam pertemuan itu, Sultan juga diajak untuk melirik potensi besar di kawasan Afrika. Tyas Baskoro Adji menyampaikan jika pasar Afrika kini menjadi fokus pemerintah sebagai kawasan non-tradisional yang strategis.

"Afrika adalah benua masa depan. Populasinya mayoritas muda, pertumbuhan ekonominya tinggi, dan kekayaan alamnya melimpah. Ini saatnya perusahaan-perusahaan Indonesia, termasuk dari Yogyakarta, lebih serius menggarap pasar di sana," ujar Tyas yang akan bertugas di Nairobi, Kenya.

Dia menambahkan,sektor pertanian dan perikanan menjadi bidang kerja sama yang sangat potensial. Di wilayah akreditasinya yang mencakup Somalia, Uganda, dan Republik Demokratik Kongo, pertumbuhan industri berbasis sumber daya alam cukup kuat dan memerlukan teknologi tepat guna seperti yang dikembangkan di Indonesia.

Agung Cahaya Sumirat, yang akan bertugas di Kamerun, menambahkan selain produk, aspek logistik dan budaya juga harus menjadi perhatian. Menurutnya, banyak produk dari DIY yang potensial untuk pasar Afrika Tengah, seperti furnitur, kerajinan batik, dan perak. Namun, diperlukan dukungan dalam bentuk infrastruktur logistik dan pengolahan akhir produk di negara tujuan.

"Ngarsa Dalem mengusulkan agar kami mencarikan mitra yang bisa membantu penyediaan gudang transit, workshop, dan showroom. Produk setengah jadi dari Yogyakarta bisa di-finishing di sana, sehingga siap dipasarkan secara efisien," kata Agung.

Menurut Agung, Kamerun juga mengimpor furnitur dari Indonesia meskipun dalam skala terbatas. Dia menilai potensi ini bisa ditingkatkan, apalagi Kamerun memiliki industri perkayuan yang cukup berkembang.

Agung bahkan berencana mengeksplorasi potensi kumbang penyerbuk sawit dari Kamerun yang konon lebih efektif dibandingkan jenis yang digunakan di Indonesia. Dia juga menekankan bahwa selain menjual produk, diplomasi budaya perlu diperkuat.

"Kami ingin agar budaya Yogyakarta bisa lebih dikenal di Afrika Tengah. Ini akan memperkuat hubungan antar masyarakat, bukan hanya antar pemerintah," pungkasnya.




(apu/ams)

Hide Ads