Pemerintah Kalurahan (Pemkal) Kemadang menyebut massa yang mendatangi Keraton terkait penutupan akses ke Pantai Sanglen bukan mewakili warga Kemadang. Pasalnya warga yang terdampak pembangunan wahana wisata modern di Pantai tersebut sudah mendapatkan sosialisasi hingga ganti rugi.
Carik (Sekretaris) Kemadang, Suminto, menyebut sejumlah orang yang mendatangi Keraton Jogja mengatasnamakan paguyuban Sanglen Berdaulat. Padahal, kelompok yang Kalurahan Kemadang akui hanya kelompok sadar wisata (Pokdarwis).
"Kemudian tentang beberapa hal yang diberitakan, pertama saya menggarisbawahi bahwa yang namanya paguyuban Sanglen berdaulat secara legal standing-nya itu tidak ada. Jadi kami di Kalurahan hanya mengakui tentang kelompok itu Pokdarwis dan namanya Sanglen berdaulat itu tidak pernah ada dan tidak diakui oleh warga kami," katanya kepada detikJogja, Sabtu (23/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi, warga Kemadang khususnya Pokdarwis telah menandatangani berita acara kesepakatan terkait pembangunan wahana wisata modern di Pantai Sanglen. Sehingga Suminto menilai orang-orang yang mendatangi Keraton itu aneh.
"Ketika bagian dari anggota kelompok ada yang merasa tidak tahu tentang itu ya aneh. Karena sudah diundang Kalurahan, sudah mengikuti sosialisasi termasuk ganti rugi," ujarnya.
Terlebih, Keraton dan investor bertanggung jawab terhadap seluruh pedagang yang terdampak akibat pembangunan wahana tersebut di Pantai Sanglen. Artinya pihak yang terlibat dalam pembangunan wahana itu tidak asal menyuruh para pedagang pergi.
"Tapi ada istilahnya konsekuensi dari pihak-pihak yang membangun sudah memberikan ganti rugi," ucapnya.
Sehingga Suminto menegaskan lagi bahwa orang-orang yang mendatangi Keraton sebagian besar bukan warganya.
"Nah, kalau hanya 7-8 orang yang sebagian warga di luar Kemadang tentu tidak mewakili warga kami yang mengatasnamakan paguyuban Sanglen berdaulat, dan itu aneh buat kami, karena tidak ada permasalahan di situ justru itu ditimbulkan dari warga luar," ujarnya.
Namun, Suminto tidak menampik jika ada segelintir warganya yang ikut mendatangi Keraton. Menurutnya, mereka yang ikut adalah orang-orang yang kurang puas dengan kebijakan Keraton.
"Kalau ada pertanyaan di situ ada warga kami yang ikut, ya lumrah karena ada anggota Pokdarwis yang puas dan tidak puas. Tapi pada prinsipnya mereka juga sudah mendapat ganti rugi," katanya.
Diberitakan sebelumnya, penutupan Pantai Sanglen membuat warga yang tinggal di sekitar pantai itu resah dengan masa depan nasibnya. Mereka pun berbondong-bondong mendatangi Keraton Jogja untuk melakukan audiensi.
Puluhan warga dari Desa Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul, itu datang ke Keraton Jogja siang. Pantauan detikJogja, puluhan warga datang bersama pendamping dari WALHI Jogja sekitar pukul 13.15 WIB di kompleks Keraton Kilen.
Dari puluhan warga yang datang, hanya sebagian saja yang diterima masuk dan beraudiensi dengan Panitikismo Keraton Jogja. Audiensi berlangsung sekitar 1 jam.
Salah satu warga, Andra, mengatakan kedatangan warga ke Keraton Jogja adalah untuk menanyakan terkait alasan Pantai Sanglen masih ditutup hingga kini. Kemudian warga mendapat informasi jika ada perencanaan pembangunan pariwisata Pantai Sanglen.
"Responsnya tadi cukup memberikan penjelasan, pertanyaannya (warga) kenapa masih ditutup dan sebagainya, terus katanya baru proses perizinan seperti itu. Itu katanya sudah ada koordinasi dengan pemerintah desa, BUMDes," katanya seusai audiensi, Kamis (21/11).
(apu/apu)
Komentar Terbanyak
Heboh Penangkapan 5 Pemain Judol Rugikan Bandar, Polda DIY Angkat Bicara
Akhir Nasib Mobil Vitara Parkir 2,5 Tahun di Jalan Tunjung Baru Jogja
Pernyataan Ridwan Kamil Usai Tes DNA Anak Lisa Mariana