DLH Jogja Beberkan Rencana Sistem Pembayaran di Kebijakan Retribusi Sampah

DLH Jogja Beberkan Rencana Sistem Pembayaran di Kebijakan Retribusi Sampah

Adji G Rinepta - detikJogja
Rabu, 06 Nov 2024 14:31 WIB
Tumpukan sampah menggunung di depan depo Kotabaru, jogja, Selasa (5/11/2024).
Tumpukan sampah menggunung di depan depo Kotabaru, jogja, Selasa (5/11/2024). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Pemkot Jogja melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja tengah melakukan uji coba kebijakan retribusi sampah berdasarkan berat. DLH pun membeberkan sistem pembayaran yang mungkin bisa diaplikasikan jika kebijakan ini jadi diberlakukan.

Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan DLH Kota Jogja, Ahmad Haryoko, berpandangan jika pembayaran retribusi sampah dilakukan di depo secara tunai dirasa tidak mungkin dilakukan

"Sebenarnya bukan berbayarnya di depo. Jadi ke depannya kan nggak mungkin kita menerapkan penerapan pembayaran tunai di depo itu nggak mungkin," jelas Haryoko saat dihubungi wartawan, Rabu (6/11/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nanti kalau bisa kerja sama dengan BPD atau bank lain untuk pembayaran itu pasti nanti sistem dengan digital nontunai, entah QRIS atau apa, tapi nggak mungkin menerapkan pembayaran di depo, riskan untuk nantinya terjadinya sesuatu," lanjutnya.

Terkait besaran nominal retribusinya, Haryoko melanjutkan, masih dalam pembahasan dan kajian. Menurutnya, nantinya nominal akan dibedakan antara sampah yang belum atau sudah dipilah.

ADVERTISEMENT

"Ya sudah pasti, berdasarkan berat sampahnya. Dan nanti ada dua kategori untuk yang sudah dipilah dan yang belum nanti pasti ada beda tarif," ungkapnya.

Seperti diketahui, uji coba kebijakan retribusi sampah ini masih berlangsung hingga Kamis (7/11). Haryoko mengungkapkan uji coba ini dilakukan, selain untuk sosialisasi terkait pengolahan sampahnya, juga untuk mengetahui seberapa besar volume sampah di masing-masing depo.

Uji coba ini sejatinya berlangsung dari 29 Oktober hingga 4 November 2024 dan belum diterapkan retribusi. Namun uji coba diperpanjang hingga esok hari lantaran menurut Haryoko pihaknya masih memastikan data hasil uji coba.

"Nanti dari kajian teman-teman konsultan, nanti baru ada kesimpulan, apakah nanti feasible (terjangkau) apa nggak terkait dengan masyarakat, dari masyarakat respons seperti apa nanti kita kaji lagi, bahas lagi," ujar Haryoko.

"Jadi nanti kita bisa menghitung bukan hanya sekadar koefisien dari harga tapi juga menghitung volume sampah di lokasi itu yang dikumpulkan berapa untuk bisa kita menghitung sekaligus di pemusnahan sampahnya," sambungnya.

Lebih lanjut dijelaskan Haryoko, munculnya ide kebijakan ini didasari untuk memberikan edukasi ke masyarakat bagaimana bertanggungjawab atas sampah yang dihasilkan masing-masing.

"Kalau masyarakat itu kita berikan pengertian bahwa sampah banyak yang dibuang ke depo artinya kamu juga buang uangnya banyak, kalau sampah yang dibuang sedikit pasti nanti keluar biaya sedikit," terang Haryoko.

"Jadi masyarakat kita paksa untuk bisa mengolah sampahnya. Semaksimal mungkin, baru nanti yang tidak bisa dimanfaatkan dan harus dibuang itu hanya sedikit sekali yang harus dibayar oleh masyarakat sedikit uangnya," imbuhnya.

Pasalnya menurut Haryoko, besaran retribusi sampah kota Jogja terlalu sedikit yakni Rp 3 ribu per bulan. Selain besaran retribusi yang murah itu, ia juga merasa penerapan retribusi bulanan itu tidak adil.

"Sistem bayarnya sih murah di kita, kan cuma 3 ribu per bulan dan mereka bebas mau buang berapa pun di depo diterima, itu yang akhirnya tidak adil buat kita dan masyarakat tidak berupaya untuk mengurangi sampahnya karena masih bebas, 3 ribu sebulan dan kecil," pungkasnya.




(afn/apu)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjogja

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads