Titik Nol-Malioboro Masuk Sumbu Filosofi, Pengamen-Asongan Dilarang Aktivitas

Titik Nol-Malioboro Masuk Sumbu Filosofi, Pengamen-Asongan Dilarang Aktivitas

Tim detikJogja - detikJogja
Rabu, 06 Nov 2024 09:36 WIB
Titik Nol Kilometer Jogja. Foto diunggah Minggu (26/5/2024)
Kawasan Titik Nol Kilometer Jogja. Foto diunggah Minggu (26/5/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja
Daftar Isi
Jogja -

Fenomena pengamen online atau sambil live streaming di kawasan Titik Nol Kilometer Kota Jogja ramai di media sosial. UPT Pengawasan Kawasan Cagar Budaya atau UPT Malioboro menegaskan ada aktivitas yang dilarang di kawasan Malioboro dan sekitarnya yang masuk Sumbu Filosofi.

Diketahui, UPT Malioboro sebagai pihak yang mengurus hal-hal di kawasan Malioboro. Kepala UPT Malioboro, Ekwanto menjelaskan, di kawasan Malioboro tidak diperbolehkan ada aktivitas ekonomi.

"Nggak boleh ada pengamen, asongan kemudian tukang pijet, kemudian penjual air mineral galon, dan lain-lain itu nggak boleh," kata Ekwanto saat dihubungi wartawan, Selasa (5/11/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, ia menyadari masih banyak pedagang-pedagang yang melanggar aturan itu.

"Namun demikian masih terjadi bahasanya kucing-kucingan ketika petugas agak lengah dia masuk kemudian ketika petugas datang dia lari sembunyi dan sebagainya itu masih terjadi," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Ekwanto menjelaskan sesuai Perda Kota Jogja Nomor 7 Tahun 2024 tentang penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum (trantibum) serta perlindungan masyarakat, segala kegiatan di kawasan Malioboro harus disertai izin dari pihaknya.

"Semua tidak diperkenankan, kecuali seizin kami," jelas Ekwanto.

"Iya semua harus izin, supaya kami bisa mengatur jadwalnya, tempatnya di mana, apakah ada barengan dengan kegiatan yang lain atau ada misal RI mau ke sini atau nggak, itu kan tidak waton main seenaknya sendiri nggak bisa di sana, ada yang mengatur itu," paparnya.

Lebih lanjut, terkait viralnya ngamen online pada Sabtu (2/11) lalu, Ekwanto mengatakan kegiatan itu pernah ada sebelumnya. Namun langsung dibubarkan petugas lantaran tak mengantongi izin.

"Dulu pernah ada di Malioboro, tapi kan kalau di Malioboro langsung terdeteksi atau terpantau oleh petugas kami. Nah langsung dihalau keluar karena tidak izin, yang kemarin ini kan kebetulan di luar ketugasan teman-teman Jogomaton sehingga tidak terpantau oleh kami itu," ujarnya.

"Iya (ditegur) belum sempat main baru pasang-pasang itu. Kalau di Malioboro pasti ditanyakan apakah sudah mendapat izin rekomendasi dari UPT, kalau nggak bisa menunjukkan suratnya ya langsung disuruh bubar," lanjut Ekwanto.

Ekwanto menambahkan, kegiatan semacam itu menurutnya sangat mengganggu wisatawan khususnya pejalan kaki karena dilakukan di trotoar jalan.

"Yo sangat mengganggu, satu pejalan kaki terganggu, kedua kebisingan dan juga kawasan Sumbu Filosofi tidak boleh ada hal-hal yang sifatnya tanpa izin dan sebagainya," pungkasnya.

Ancaman Sanksi

Terpisah, Kabid Penegakan Peraturan Perundang-undangan Satpol PP Kota Jogja Dodi Kurnianto menjelaskan dalam Perda Kota Jogja Nomor 7 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat, ada ancaman sanksi bagi pelanggar.

Salah satunya diatur dalam Pasal 13 ayat 1 huruf (i). Pengamen online di trotoar itu, lanjutnya, melanggar aturan karena menggunakan trotoar tidak sesuai fungsinya dan mengambil hak pejalan kaki.

"Tipiring itu tiga bulan (kurungan) atau denda Rp 50 juta. Paling tinggi," jelas Dodi saat dihubungi wartawan, Selasa (5/11).

Meski begitu, lanjut Dodi, sanksi tersebut diberlakukan jika pengamen online ini telah berulang kali ditertibkan. Untuk tindakan awal, pihaknya hanya melakukan teguran saja.

Menurutnya, Satpol PP dalam menegakkan Perda mengedepankan asas ultimum remedium atau hukum pidana sebagai jalan akhir dalam penegakan hukum.

"Untuk sampai ke sanksi pidana harus melalui sanksi administrasi dahulu berupa teguran lisan, teguran tertulis, dan sebagainya," papar Dodi.

"Kalau misalnya orang itu diperingatkan sudah sadar ya berarti sudah. Konteksnya kan pelanggaran, pelanggaran berbeda dengan kriminal murni, bukan kejahatan," sambungnya.

Selanjutnya, jika teguran masih tidak mempan, Dodi bilang langkah selanjutnya bisa menerapkan denda administrasi Rp 100 ribu seperti dimuat dalam Perda. Bila masih ngeyel, baru bisa dibawa ke pengadilan.

"Misal berulang ada langkah yang lebih supaya membuat efek jera," papar Dodi.

"Ternyata tidak menimbulkan efek jera didenda Rp 100 ribu tidak menimbulkan efek jera kemudian kita bawa ke pengadilan," pungkasnya.




(rih/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads