Jogja Sumuk! BMKG: Tertinggi Capai 37,6 Derajat Celsius

Jogja Sumuk! BMKG: Tertinggi Capai 37,6 Derajat Celsius

Dwi Agus - detikJogja
Selasa, 29 Okt 2024 17:13 WIB
Suasana simpangempat Tugu Pal Putih Jogja, Selasa (29/10/2024).
Suasana simpang empat Tugu Pal Putih Jogja, Selasa (29/10/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja.
Jogja -

Cuaca di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terasa cukup terik dalam beberapa hari terakhir dengan suhu mencapai 32,6 derajat celsius. Terkait kondisi ini, BMKG Jogja memberikan penjelasan.

Panasnya cuaca di DIY seperti dirasakan olah Kusumo Hadi. Warga yang tinggal di Ngemplak, Sleman itu merasakan panasnya cuaca di Sleman. Menurutnya, pada siang hari, terik matahari terasa membakar kulit saat cuaca sedang cerah. Alhasil dia mengurangi aktivitas pada tengah hari.

"Panas sekali sudah semingguan ini, padahal posisi saya di Ngemplak yang biasanya cenderung adem. Tanaman juga cepat layu, jadi sehari itu bisa menyiram sampai dua kali," katanya kepada detikJogja, Selasa (29/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keluhan sama juga muncul dari warga Sendangarum, Minggir, Ponidi. Pria berusia 56 tahun mengeluh cuaca panas dalam sepekan terakhir. Alhasil dia merasa cepat haus saat beraktivitas pada saat matahari sedang terik-teriknya.

Ponidi mengaku harus menyiasati jam aktivitas. Terutama saat mencari rumput untuk ternaknya. Dia lebih memilih waktu sore ketika terik matahari mulai berkurang.

ADVERTISEMENT

"Kalau sore gini enak cari rumput, sudah adem dan mataharinya ngga panas banget. Nanti deket magrib baru pulang. Biasanya dari siang tapi sekarang panas cuacanya," ujarnya.

Penjelasan BMKG Jogja

Kepala Stasiun Klimatologi (Staklim) BMKG Jogja, Reni Kraningtyas, menuturkan posisi matahari saat ini berada di garis balik selatan atau di atas Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gerak semu matahari ini akan berlangsung hingga 22 Desember. Sebelum akhirnya kembali lagi ke garis ekuator.

Kondisi ini berdampak pada suhu udara di wilayah Jogja. Berdasarkan data Staklim BMKG Jogja, mulai terjadi kenaikan suhu udara pada 21 Oktober. Kala itu tercatat mencapai 32,4 derajat celsius. Selanjutnya pada 27 Oktober 2024 mencapai 32 derajat celsius dan 31,9 derajat celsius pada tanggal 28 Oktober 2024.

"Hari ini suhunya mencapai 32,6 derajat celsius. Kalau rata-rata harian ya sekitar 31 derajat celsius. Kondisi ini berpotensi terjadi selama matahari berada di garis balik selatan," jelasnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (29/10/2024).

"Untuk suhu tertinggi di Gunungkidul mencapai 37,6 derajat celsius pada 12 Oktober. Lalu pada tanggal 13 Oktober suhu udara turun ke 37,3 derajat Celcius," imbuhnya.

Sementara suhu udara di Kabupaten Sleman pada 12 Oktober mencapai 36,8 derajat celsius. Kondisi ini berangsur-angsur menurun menjadi 31 hingga 32 derajat celsius memasuki 14 Oktober 2024.

"Kalau sekarang ini suhu udara maksimal sudah kisaran 31 sampai 32 derajat celsius. Berpotensi naik karena matahari masih berada di garis balik selatan," katanya.

Diprediksi hingga Maret 2025

Reni menuturkan kondisi ini berpotensi terjadi hingga 21 Maret 2025. Ini karena matahari akan bergerak ke selatan ekuator hingga 22 Desember 2024. Setelahnya kembali bergerak ke arah ekuator dan menjauhi garis balik selatan per 21 Maret 2025.

"Sekarang masih bergerak ke selatan menjauhi ekuator sampai 22 Desember, kemudian bergerak mendekati ekuator kembali sampai dengan 21 Maret. Setelah itu baru bergerak ke utara menjauhi ekuator," ujarnya.

Terkait penyebab, Remi menuturkan akibat gerak semu matahari. Di mana saat ini posisinya berada dekat garis ekuator. Tepatnya berada di sisi selatan garis ekuator atau berada di atas Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kondisi ini tentu membuat Jogja terpapar sinar matahari sangat intens. Ditambah lagi cuaca cerah dan tak berawan. Alhasil paparan radiasi sinar matahari langsung dapat dirasakan oleh seluruh warga Jogja.

"Karena gerak semu matahari yang masih dekat dengan ekuator. Sehingga intensitas panas matahari akan diterima bumi cukup optimal jika didukung dengan kondisi cuaca yang cerah seperti saat ini karena tak ada awan hujan yang menghalangi," katanya.

Masuk November, Curah Hujan Sangat Tinggi

Staklim BMKG Jogja mencatat adanya gejala fisis atmosfer laut selatan Pulau Jawa. Kondisi ini tentu berdampak pada cuaca dan iklim dalam tiga bulan ke depan. Prediksinya memasuki musim penghujan dengan intensitas menengah hingga sangat tinggi pada November 2024.

Berdasarkan data yang sama, angin di wilayah Indonesia bagian selatan ekuator bertiup dari tenggara. Fenomena ini mengindikasikan Monsoon Australia masih aktif. Selain itu analisis indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) berada dalam kategori netral.

"Dalam tiga bulan ke depan, curah hujan di wilayah DIY diprediksi berkisar 201 hingga di atas 500 mm. Ini untuk bulan November hingga Desember, dengan kategori curah hujan menengah hingga sangat tinggi," katanya.

Curah hujan akan meningkat memasuki Januari 2025. Diprediksi berkisar 301 hingga di atas 500 mm. Curah hujan ini masuk dalam kategori tinggi hingga sangat tinggi

Sementara untuk awal musim penghujan terjadi antara Oktober dasarian II hingga November dasarian I. Diprediksi awal musim penghujan dalam kisaran 75 persen.

"Disebutnya sama 6 ZOM (zona musim) atau 75 persen. Selain itu juga diprediksi maju 1 dasarian dari rata-ratanya 2 ZOM atau 25 persen. Sifat hujan diprediksi seluruhnya dalam kategori normal," ujarnya.

Sementara untuk puncak musim penghujan terjadi pada medio Desember 2024 hingga Februari 2025. Kategori tertinggi pada awal tahun 2025 dengan presentase 7 ZOM atau 87,5 persen.

"Sementara untuk akhir musim penghujan diprediksi pada Mei dasarian I hingga dasarian II tahun 2025," katanya.

Selengkapnya baca di halaman berikutnya....

Potensi Hujan Es Selama Masa Pancaroba

Selama periode peralihan musim penghujan, Reni meminta instansi terkait melakukan mitigasi. Ini karena adanya ancaman cuaca ekstrem. Termasuk dampak primer maupun sekunder saat terjadi hujan intensitas tinggi.

Potensi rawan bencana diantaranya kejadian banjir, tanah longsor dan angin kencang. Mitigasi berupa membersihkan saluran-saluran air, memangkas dahan pohon. Selain itu juga memastikan kekuatan baliho-baliho di jalan raya dan tindakan-tindakan mitigasi bencana lainnya.

"Periode peralihan musim atau masa pancaroba terjadi pertengahan September hingga Oktober. Perlu diwaspadai cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang, puting beliung dan potensi hujan es yang bisa terjadi pada periode tersebut," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(apl/dil)

Hide Ads