Sejumlah perwakilan pedagang Teras Malioboro 2 (TM2) mendatangi gedung DPRD Kota Jogja, Umbulharjo, Kota Jogja, siang ini. Mereka mengadukan tindakan represif yang diterima sebagian pedagang yang menurut mereka dilakukan oleh Pemkot Jogja.
Pantauan detikJogja, tak banyak pedagang yang datang ke gedung DPRD Kota Jogja. Mereka diterima langsung oleh Ketua DPRD Kota Jogja sementara, FX Wisnu Sabdono Putro di ruang rapat 5. Pertemuan yang dilakukan tertutup itu berlangsung sekitar 1 jam hingga pukul 12.00.
Usai pertemuan tersebut, Ketua Paguyuban Tri Dharma, Supriyati, menjelaskan maksud pihaknya menemui Ketua Dewan. Ia menjelaskan, tindakan represif dilakukan oleh UPT Pengelola Kawasan Cagar Budaya atau UPT Malioboro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Adanya tindakan-tindakan represif dari petugas UPT sendiri kepada anggota kami dan ancaman itu juga tidak hanya verbal tapi secara fisik juga," jelasnya usai pertemuan di Gedung DPRD Kota Jogja, Selasa (17/9/2024).
"Jadi mendatangi rumah-rumah anggota, tiga-empat orang petugas mendatangi, untuk minta tanda tangan persetujuan relokasi, kalau tidak tanda tangan, tidak mengumpulkan berkas ke UPT nanti lapaknya hilang," sambung Upi, sapaannya.
Menurut Upi, oknum petugas UPT Malioboro tersebut menyasar pemilik lapak yang berusia lanjut (lansia). Terkait tindakan represif itu, Upi mengaku sudah mendatangi UPT, namun tidak mendapat respons.
"Itu dari dulu sampai sekarang masih sembunyi-sembunyi dilakukan, dan kami memiliki bukti-bukti itu. (Saat melakukan tindakan itu) Mereka menyatakan (dari UPT) juga dan ada yang memakai seragam juga," jelasnya.
Sementara itu, Wisnu yang menerima keluh kesah pedagang TM2, menegaskan akan mengonfirmasi laporan ini ke pihak terkait.
"Tadi audiensi dari PKL, dari Paguyuban Tri Dharma, terkait dengan tindakan represif dari pihak Pemerintah Kota (Jogja). Nah ini akan kita sampaikan ke Pemerintah Kota supaya tidak melakukan hal-hal itu," ujarnya.
Tanggapan UPT Malioboro
Saat dimintai konfirmasi soal keluhan para pedagang Teras Malioboro 2 (TM2) ini, Kepala UPT Malioboro Ekwanto menyangkalnya. Mendatangi rumah pemilik lapak, menurutnya, dilakukan karena ada beberapa sebab.
Ia menjelaskan, banyak pemilik lapak yang tidak berada di TM2. Sedangkan penyewa atau karyawan tidak berhak untuk menandatangani kontrak atau validasi untuk persetujuan relokasi.
"Kalau saya mengantar surat ke teras dan hanya ketemu karyawan dan pengontrak pasti tidak sampai ke ownernya," jelas Ekwanto saat dihubungi wartawan, hari ini.
"Nah kalau yang bersangkutan sakit dan sebagainya, itu bisa kami beri tugas temen-temen untuk tanda tangan di sana langsung. Misalnya ada yang sakit stroke nggak mungkin ke sana (TM2), ini untuk memudahkan kami sebenarnya," sambungnya.
Ekwanto pun menyebut tindakan represif yang disebut para pedagang adalah sebuah tuduhan. Ia meyakini pihaknya tak melakukan hal semacam itu. Ekwanto pun berbalik menuduh para pedagang yang sebenarnya melakukan tindakan intimidatif.
"Yang mengintimidasi justru mereka (pedagang) yang di lapangan, banyak sekali yang mengintimidasi kepada temen-temen pedagang di sana, ada pedagang yang sudah validasi didatangi bareng-bareng kemudian diintimidasi dan sebagainya, justru mereka," ungkapnya.
Lebih lanjut Ekwanto menjelaskan, jika para pedagang TM2 tetap keukeuh enggan menandatangani surat persetujuan relokasi, pihaknya pun tidak akan mempermasalahkan hal tersebut.
"Tidak apa-apa. Ngarsa Dalem (Sri Sultan Hamengku Buwono X) dhawuh (menyampaikan) kepada kami tidak usah ngeceh-ngeceh pikiran, yang mau mau saja, yang tidak mau tinggal saja. Itu Ngarsa Dalem lho," ungkapnya.
"Kami pastikan apalagi memaksa, yang tidak mau kita tinggalkan saja. Sampai sekarang kami kan sosialisasi terus, nggak bisa sekali kan jadi bertahap terus dan yang mau mau saja dulu," pungkas Ekwanto.
(rih/apl)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi