Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arya Budi menilai, perombakan atau reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bernuansa politis. Sebab, masa jabatan Jokowi bakal berakhir sebentar lagi, yakni pada Oktober 2024.
"Saya pikir nuansa politiknya memang jauh lebih kuat dan tidak harus seorang pakar untuk menjelaskan itu. Publik biasa pun sudah pasti bisa mencium," kata Arya saat dihubungi detikJogja, Selasa (20/8/2024).
Arya berpendapat para menteri dan wakil menteri yang baru ditunjuk bentuk akomodasi politik kepentingan Jokowi selepas habis masa jabatan. Selain itu, mengakomodasi kepentingan transisi pemerintahan ke Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagi saya bahwa reshuffle ini adalah reshuffle politik itu yang paling terlihat, dibandingkan reshuffle program kerja," katanya.
"Kenapa? Karena durasi kurang dari dua bulan, sampai 10-20 Oktober itu, praktis sekitar dua bulan itu tidak akan mungkin mampu me-reform beberapa hal," imbuhnya.
Ia mencontohkan penggantian Menteri Hukum dan HAM yang awalnya dijabat politisi PDIP Yasonna Laoly dan kini posisi tersebut diisi kader Gerindra Supratman Andi Agtas. Arya menyebut posisi tersebut merupakan jabatan yang sangat strategis.
"Saya pikir mengganti Menkumham yang Yasonna adalah orang PDIP di mana kontrol terhadap kader PDIP itu tidak bisa dilakukan oleh Jokowi, itu akan lebih masuk akal bagi Jokowi untuk menggandeng orang yang dia merasa bisa kendalikan itu," bebernya.
Apalagi, lanjut Arya, Kemenkumham juga mengurusi soal surat kepengurusan (SK) dan pengesahan organisasi lainnya. Sehingga posisi itu dirasa sangat strategis.
"Menkumham itu sensitif sekali terkait dengan beberapa hal terutama terkait dengan pengesahan organisasi politik terutama kepengurusan partai. Kita tahu terjadi beberapa dinamika menjelang lengsernya Jokowi dan naiknya Prabowo yang terjadi di beberapa partai yang cukup besar, yaitu ada Golkar dan sebentar lagi PKB juga ada musyawarah nasional," urainya.
Jokowi, lanjut Arya, sejak menjabat presiden tahun 2014 peduli dengan dinamika partai. Misalnya dulu adanya dualisme di Golkar dan PPP. Dalam kasus saat ini, menurut Arya ada kepentingan politis dari Jokowi sebelum resmi lengser nanti.
"Dulu kita tahu, era Golkar pernah ada dinamika ya, perselisihan dualisme, Ical dan Agung Laksono kemudian berakhir di Setya Novanto misalnya, kemudian di PPP nah itu basis kepengurusan yang diakui adalah siapapun yang mendukung pemerintah Jokowi. Nah jadi saya pikir ada kepentingan dari Jokowi," pungkasnya.
Diketahui, Jokowi melantik sejumlah menteri dan wakil menteri baru di Kabinet Indonesia Maju di sisa masa jabatannya yang tinggal dua bulan lagi pada Senin kemarin (19/8).
Selain Yasonna Laoly, menteri lain yang terkena reshuffle adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif. Ia digantikan oleh Bahlil Lahadalia.
Posisi Bahlil sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, digantikan Rosan Roeslani.
Selain itu, Jokowi juga mengangkat sejumlah kepala lembaga baru. Salah satunya, Dadan Hindayana ditunjuk jadi kepala lembaga yang baru dibentuk yaitu Badan Gizi Nasional.
(apu/apu)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
PDIP Bawa Koin 'Bumi Mataram' ke Sidang Hasto: Kasus Receh, Bismillah Bebas