Revitalisasi Gumuk Pasir Parangtritis, Geopark Gandeng Keraton Jogja

Revitalisasi Gumuk Pasir Parangtritis, Geopark Gandeng Keraton Jogja

Dwi Agus - detikJogja
Selasa, 23 Jul 2024 16:35 WIB
Gumuk pasir Parangtritis di Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul.
Gumuk pasir Parangtritis di Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul. Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja.
Jogja -

General Manager Badan Pengelola Geopark Jogja, Dihin Abrijanto, menyebut keberadaan gumuk pasir di wilayah Pantai Parangtritis-Parangkusumo dalam kondisi kritis. Ini berdasarkan pendataan yang berlangsung sejak tahun 1976 hingga sekarang. Dari awalnya tercatat seluas 417 hektare pada 1976 itu, kini hanya tersisa 17 hektare.

Pihaknya pun berupaya untuk melakukan revitalisasi gumuk pasir tersebut dengan menggandeng pihak Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dihin menuturkan kondisi ini telah sampai ke pihak Keraton Jogja, sehingga disepakati ada sebuah kolaborasi untuk melakukan revitalisasi. Terlebih beberapa wilayah gumuk pasir berstatus Sultan ground.

Walau begitu diakui Dihin, langkah ini tidaklah mudah. Terlebih dengan melihat dinamika yang terjadi saat ini. Peralihan gumuk pasir juga dimanfaatkan sebagai ekonomi masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau gumuk pasir itu Sultan ground, tapi ada 154 bersertifikat hak milik yang dekat JJLS. Kita sudah ngobrol dengan Keraton dan mereka sudah ingin bantu. Lalu dengan teman Bantul juga coba revitalisasi 140-an hektare," kata Dihin saat dihubungi melalui telepon, Selasa (23/7/2024).

Dalam pertemuan dengan pihak Keraton, ada sejumlah wacana mencuat. Paling utama adalah menjadi kawasan gumuk pasir sebagai cagar budaya. Dikuatkan dengan sejumlah situs peninggalan Panembahan Senopati yang berada di kawasan tersebut.

ADVERTISEMENT
General Manager Badan Pengelola Geo Park Jogja Dihin Abrijanto saat ditemui di Situs Gunung Gamping Sleman, Senin (22/7/2024).General Manager Badan Pengelola Geo Park Jogja Dihin Abrijanto saat ditemui di Situs Gunung Gamping Sleman, Senin (22/7/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja

Dengan adanya konsep ini, lanjutnya, akan memudahkan dalam revitalisasi. Tujuannya konservasi tetap berjalan namun juga tidak menghilangkan perekonomian warga. Tentunya dengan fokus utama revitalisasi gumuk pasir.

"Keraton ingin menjadikan di sana jadi kawasan cagar budaya juga, karena di sana ada situs Panembahan Senopati saat bertapa. Coba revitalisasi restorasi kembali, zona inti jalannya sebelah barat sampai timur itu," ujarnya.

Bakal Ada Penataan di Gumuk Pasir

Terkait keberadaan jip wisata dan ATV, pihaknya akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak. Penataan dalam konteks ini bukanlah menghilangkan wahana tersebut. Namun menata agar tidak melintasi zona inti gumuk pasir.

Badan Pengelola Geo Park Jogja mendata setidaknya ada 179 armada jip di kawasan pantai Parangtritis. Dari total armada ini mampu menghidupi ratusan warga, sehingga pihaknya tetap mempertimbangkan adanya aspek dampak perekonomian.

"Itu tidak bisa kita tutup mata, dan tentu bertahap komunikasi pendekatannya. Mungkin relokasi jip tetap ada, tapi pindah rute. Menarik kalau kendaraan jip naik gunung, setidaknya tidak lewat zona inti," katanya.

Dia juga mendorong agar manajemen pengelolaan wisata ditata dengan baik. Menurutnya gumuk pasir adalah tipikal wisata dengan nilai jual tinggi, karena keberadaannya yang cenderung langka karena hanya ada dua di dunia.

"Maka jualannya jangan recehan harus cukup mahal karena gumuk pasir barchan hanya ada di DIY dan Meksiko. Ibaratnya ini botol kosong tinggal pengelolanya. Kalau diisi air putih maka jualnya ya Rp 3 ribu, kalau isi jus bisa naik, lalu isi minyak wangi bisa Rp 1 juta," ujarnya.

Menyusutnya Gumuk Pasir

Dia lalu memaparkan pemantauan dari tahun ke tahun. Keberadaan gumuk pasir sempat turun menjadi 316,8 hektare pada tahun 1982. Namun kembali mengalami peningkatan menjadi seluas 386,01 hektare pada tahun 1988.

"Lalu sempat turun lagi pada tahun 1994 menjadi 338,22 hektare. Lalu selang tiga tahun atau medio 1997 meningkat lagi menjadi 365,4 hektare," jelasnya.

Penurunan drastis luasan gumuk pasir terjadi selepas tahun 1997. Tercatat menjadi 224,73 hektare pada medio tahun 2000. Kondisi ini terus menurun hingga mencapai 107,64 pada tahun 2009.

Sempat landai selama satu tahun atau 2010, data tahun 2014 menunjukkan penurunan signifikan. Tercatat luasan gumuk pasir hanya tersisa 37,98 hektare pada tahun tersebut. Dihin menuturkan fase ini telah terjadi masa kritis karena penurunan. Mencapai kisaran 380 hektare sejak 1976.

"Sempat naik turun dengan selisih kecil itu karena adanya perubahan musim saat perekaman. Tepatnya antara kemarau dan penghujan yang mempengaruhi citra satelit," katanya.

Penurunan luasan lahan, lanjut Dihin, masih terjadi setiap tahunnya. Terbukti pada tahun 2015 luasan lahan gumuk pasir tersisa 33,44 hektare. Selanjutnya berkurang setengah puasa pada medio 2019 menjadi 15,3 hektare.

Kondisi gumuk pasir sempat membaik memasuki pandemi COVID-19. Terjadi peningkatan luasan lahan menjadi 20,5 hektare pada tahun 2020. Luasan semakin bertambah 20,9 hektare pada tahun 2021 sebelum akhirnya turun menjadi 17,5 hektare pada 2022.

"Selain 1997, saat COVID juga sempat naik, karena COVID tidak ada aktivitas manusia. Salah satu bukti bahwa aktivitas berlebihan itulah yang membuat kerusakan gumuk pasir," ujarnya.

Itulah mengapa Badan Pengelola Geo Park Jogja meminta instansi terkait ikut peduli. Apabila kondisi ini dibiarkan maka keberadaan gumuk pasir akan punah. Dia memprediksi 20 tahun ke depan Geoheritage ini bisa hilang.

Gumuk Pasir Langka

Dihin menuturkan gumuk pasir di kawasan Parangtritis-Parangkusumo istimewa. Bertipe barchan dan hanya ada dua di dunia. Selain di Bantul juga ditemukan di kawasan Meksiko.

"Karakter gumuk pasir itu lahan gersang, kering dan banyak angin. Barchan ini terbentuk karena arah angin, kalau dibiarkan maka akan membentuk pola bulan sabit tapi karena banyak penghalang maka tidak bisa terbentuk bahkan keberadaannya bisa hilang," katanya.

Pemicu Hilangnya Gumuk Pasir

Dihin menyebutkan penyebab hilangnya gumuk pasir ada beberapa faktor. Pertama adalah peningkatan aktivitas manusia di lokasi gumuk pasir. Diantara terwujud dalam pemukiman, lokasi usaha hingga penunjang kawasan wisata.

Dia juga menyebutkan ada kebijakan salah oleh pemerintah masa lalu. Berupa program penghijauan di kawasan gumuk pasir. Vegetasi yang ditanam justru menghilangkan keberadaan gumuk pasir barchan.

"Karena dulu dianggap lahan kritis sehingga ditanami vegetasi padahal ini tidak tepat. Lalu sekarang ditambah ada aktivitas jip wisata dan ATF, ini juga membuat gumuk pasir menjadi padat dan bisa hilang," pungkasnya.




(apl/ams)

Hide Ads