Satpol PP Bantul tidak menutup permanen rumah maggot yang berada di Argosari, Sedayu, Bantul. Tindakan tegas yang diberikan berupa perintah penutupan sementara operasional selama dua pekan. Selanjutnya diminta untuk memperbaiki skema pengelolaan dan perizinan usaha.
Sebelumya, warga Dusun Klangon dan Dusun Tapen menuntut penutupan permanen tempat pengolahan sampah tersebut. Ini karena aktivitas sehari-hari meresahkan warga. Pertama adalah bau busuk dari tumpukan sampah dan adanya asap dari pembakaran sampah anorganik.
"Sehingga ini hanya kita berhentikan sementara karena tadi secara teknis dari DLH juga memungkinkan usaha ini dikelola dengan baik yang tidak menimbulkan dampak. Bahkan kami berharap nanti bisa kerja sama dengan warga masyarakat," jelas Kepala Satpol PP Bantul Jati Bayu Broto saat ditemui di lokasi rumah maggot Argosari, Sedayu, Bantul, Selasa (16/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jati menuturkan keputusan penutupan sementara berdasarkan sejumlah pertimbangan. Dia menyebut usaha rumah maggot ini adalah solusi pengolahan sampah. Khususnya sampah organik yang merupakan sisa usaha kuliner, sampah pasar maupun sampah pangan rumah tangga.
Di satu sisi, Jati juga meminta pengelola rumah maggot melibatkan warga sekitar. Berupa suplai sampah organik sebagai pakan maggot. Skema ini tentu juga dapat mengurangi sampah organik dari setiap rumah tangga.
"Masyarakat bisa memproduksi atau mengolah sampahnya menjadi maggot-maggot perumahan, kalau sini nanti bisa menampung bisa ngajarin ini kan luar biasa. Bisa menghasilkan pupuk lalu untuk pakan-pakan ternak," katanya.
Walau begitu, Jati tetap menyoroti dampak keberadaan rumah maggot ini. Terutama atas keluhan warga sekitarnya. Mulai dari bau busuk yang muncul dari sampah organik. Kemunculan air limbah sampah atau lindi hingga asap pembakaran sampah.
Atas keluhan ini, Satpol PP meminta pengelola menghentikan operasional selama 2 pekan. Dalam kurun waktu tersebut tidak boleh ada distribusi sampah ke rumah maggot. Baik untuk sampah organik maupun anorganik. Disamping rumah maggot memang belum mengantongi perizininan.
"Kita hentikan sementara, sepakati tidak ada lagi sampah masuk. Lalu yang sudah ada di sini tadi pengusaha sanggup untuk menyelesaikan dalam waktu 1 minggu. Maggot akan diselesaikan sampai nanti habis, kemudian kalau memang mau memulai usaha ini lagi tentu harus mengikuti arahan teknis dari DLH," ujarnya.
Pertemuan ini berlangsung di lokasi rumah maggot. Dihadiri oleh Lurah Argosari Sudarno, perwakilan DLH Bantul dan TNI/Polri. Pertemuan ini membahas skema pengolahan sampah dan pengajuan izin rumah maggot.
Pertemuan ini juga membahas tungku yang menjadi biang asap pembakaran. Imbauannya dilarang operasional. Berdasarkan penilaian DLH Bantul, tungku tersebut tidak memenuhi syarat pengolahan sampah. Terbukti dengan adanya asap yang membuat warga mual dan muntah.
"Tungku berhenti total kita hentikan total. Tadi penilaian dari DLH secara teknis belum memenuhi sehingga nanti kemungkinan mau diberikan penambahan-penambahan atau apa secara teknis. Tapi sementara ini yang model seperti ini belum bisa dioperasikan," katanya.
![]() |
Kecewa, Warga Tetap Minta Ditutup Permanen
Warga Dusun Klangon dan Dusun Tapen mengaku kecewa atas keputusan ini. Mereka tetap bersikukuh agar rumah maggot tersebut ditutup permanen. Ini karena dampaknya selama ini secara langsung mengganggu lingkungan dan kesehatan.
Dukuh Tapen, Kasianto, menuturkan tak sepakat atas hasil pertemuan tersebut. Inilah yang membuat pihaknya menolak menandatangani berita acara pertemuan. Menurutnya poin-poin pertemuan bukanlah solusi yang tepat bagi warga.
"Kalau kami tetap menuntut untuk ditutup permanen. Kami kecewa karena (rumah maggot) malah diminta melengkapi perizinan," ujarnya.
Kasianto menuturkan aktivitas pengolahan sampah berlangsung sekitar 4 bulan lalu. Pada awalnya warga tidak mengetahui bahwa bekas bangunan yang awalnya toko besi tersebut beralih menjadi rumah maggot. Ini karena pemilik lamanya meninggal dan gedung sempat kosong.
"Dulunya bangunan itu dulu bekas toko besi terus ditutup, yang jelas mau pembangunan maupun kegiatan itu belum ada sosialisasi sama sekali. Setelah usahanya berjalan baru timbul bau sampah," katanya.
Dari pertemuan pertama ini, pihak Kalurahan Argosari, Kapanewon Sedayu dan DLH Bantul meminta aktivitas berhenti. Dikuatkan dengan terbitnya berita acara atas tindakan tersebut. Dalam pertemuan ini, Kasianto menuturkan pengelola sepakat menghentikan aktivitas.
Faktanya, rumah maggot masih beraktivitas bahkan bertambah. Berupa penambahan aktivitas pembakaran sampah. Terbukti dengan adanya pembangunan dua tungku pembakaran sampah di area rumah maggot.
"Malah lebih parah karena tambah bakar sampah. Itulah mengapa kami minta ditutup permanen, tapi kok ternyata cuma tutup sementara," ujarnya.
Kiriman Sampah dari Mal
Kabid Perencanaan dan Penataan Lingkungan Hidup DLH Bantul Arum Hidayati menyebut rumah maggot di Argosari mendapat kiriman sampah dari salah pusat perbelanjaan besar di kawasan Ringroad Utara Sleman.
"Kita sudah tiga kali ke sini dan melihat banyak sekali, ada sterofoam, sedotan, gelas plastik. Nah ini kan bukan sampah untuk maggot gitu kan karena kan masalah yang mereka terima itu kesemuanya sama dari mal," ujarnya.
Kiriman sampah ini yang memunculkan tungku pembakaran. Ini karena seluruh sampah yang masuk dibakar di rumah maggot. Imbas dari pembakaran inilah yang juga dikeluhkan oleh warga.
Pada teguran awal, DLH Bantul sudah meminta pihak pengelola mengosongkan sampah untuk mengurangi bau dan lindi yang ditimbulkan.
"Awalnya sepakat tumpukan sampah yang menimbulkan bau itu dievakuasi dulu tapi rupanya itu tidak diindahkan, tetap menerima sampah keseluruhan dari mal. Akhirnya kan justru menambah fasilitas pembakaran yang asapnya juga luar biasa karena bakarnya itu hampir 24 jam," katanya.
DLH Bantul merekomendasikan agar aktivitas di rumah maggot itu dihentikan hingga perizinan turun.
"Perusahaan ini belum punya izin dan kalau nanti memang mau diteruskan semuanya harus diperbaiki dulu ya, harus disediakan dulu agar mereka bisa menjalankan usahanya tapi tidak mengganggu lingkungan," tegasnya.
Respons Pengelola Rumah Maggot
Advicer rumah maggot Arthur Rumantiyo Notodipuro mengakui ada kiriman sampah dari mal dan restoran di sejumlah wilayah.
"Dari lingkungan, ada dari Kabupaten, ada dari pusat-pusat perbelanjaan, toko-toko, restoran-restoran. Mal random, campur tidak satu mal saja, yang penting ada organiknya yang baik kita ambil," ujarnya.
Arthur mengakui pihaknya belum mengantongi izin aktivitas pengolahan sampah. Dia bilang perizinannya sedang dalam proses.
Perizinan yang dia ajukan berupa Nomor Induk berusaha (NIB) yang diterbitkan oleh lembaga Online Single Submision (OSS). Pihaknya juga mengklaim telah mengajukan perizinan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bantul.
"Izin sudah kita lakukan tapi diawal adalah perseorangan tetapi karena ini sudah ada masukan dari DLH sudah sekitar 3 mingguan yang lalu untuk melakukan izin makanya kami sudah melakukan NIB. Ini masuk ke DMPTSP-nya sudah kita lakukan, sudah dalam proses," katanya.
Selama menunggu perizinan terbit, Arthur berjanji tidak ada aktivitas pengolahan sampah. Namun khusus untuk maggot, dia minta ada pengecualian hingga usia panen. Penghentian operasional ini juga dimanfaatkan untuk mengosongkan sampah.
"Kita normalisasi dulu, pembersihan fasilitas kami terus ada perbaikan-perbaikan yang memang kita harus lakukan. Satpol PP memberikan waktu kita dua minggu sih, 14 hari kerja untuk kita bisa menyelesaikan apa yang harus kita selesaikan secara teknis," pungkas dia.
(apu/ahr)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM